Keesokan paginya Leo benar-benar dibuat panik oleh Keva. Dengan sepiring sarapan dan segelas susu di meja makan, wanita itu meninggalkan Leo begitu saja.
Aku pergi duluan. Datang saja ke rumah mama papaku pukul 5 sore nanti. Jika kau mau.
-KevaLeo mengacak rambutnya kesal. Bagaimana jika wanita itu mengadu pada orangtuanya? Habis sudah riwayat Leo. Kedua orangtua Keva yang sangat protektif itu akan menjauhkannya dari putri semata wayang mereka. Dan.. dan bagaimana jika Keva malah dijodohkan?!
Leo rasanya ingin menangis. Ia melihat jam di dinding yang masih menunjukkan angka 8. Masih terlalu pagi untuk datang ke sana tapi siapa yang peduli?!
Leo menghabiskan dengan cepat sarapannya. Ia tidak ingin menyia-nyiakan hasil buatan Keva. Lalu dengan gesit ia berganti pakaian. Leo mengambil pakaian secara acak. Hanya sebuah kemeja biru dan dress pants hitam serta sepasang pantofel. Kemudian ia dengan cepat melesat ke rumah orangtua Keva yang berada di pinggir kota dengan mobil cherokee-nya.
Tak lupa ia membeli sebuket bunga juga sebatang cokelat untuk Keva, dan beberapa kue untuk keluarga Keva yang pasti kumpul di rumah besar itu.
Sekitar 2 jam kemudian Leo sudah tiba di pekarangan rumah orangtua Keva. Ada empat mobil berjejer di sana. Satu milik orangtua Keva dan satu milik Keva, sisanya Leo tidak tahu. Mungkin milik kakak Keva, mengingat pria itu sudah menikah dan memiliki 1 anak. Tunggu, lalu sisa 1 mobil itu milik siapa?
Tidak mau ambil pusing, Leo memarkirkan mobilnya di samping keempat mobil itu. Lalu ia memperbaiki penampilannya sebelum masuk ke rumah putih tersebut.
"Oh, hai Leo! Kenapa tidak bersama Keva? Dia sudah di sini sejak 1 jam lalu," sapa seorang wanita berusia sekitar pertengahan 50.
Leo mengerjapkan matanya saat menyadari ruang keluarga itu juga diduduki oleh sepasang kakek nenek yang Leo tahu adalah kakek nenek dari Keva. Yang membuatnya terkejut adalah seseorang yang duduk di ujung ruangan sambil menyesap teh panasnya. Russel!
"Aku telat bangun tadi jadi Keva.. ehm, meninggalkanku," Leo berdeham karena merasakan suaranya mengecil saat hendak berkata 'meninggalkan'.
Rosetta—ibunda Keva—mengangguk paham lalu membiarkan Leo masuk. "Oh ya, Leo, ini Russel Reuven, paman Keva yang tinggal di Indonesia. Russel ini Leo, kekasih Keva."
Perkataan Rosetta sukses membuat Leo membeku.
Paman Keva?!
--
Siangnya, kedua orangtua Keva pergi mengantar sang kakek nenek pulang ke kota sebelah. Sementara kakak Keva beserta istrinya berkeliling kebun anggur milik ayah Keva, menitipkan putra cilik mereka pada Russel yang tetap di rumah.
Leo memasang wajah cemberut seharian ini lantasan Keva membalas perlakuannya kemarin. Wanita itu membalasnya singkat dan malah asyik bermain dengan keponakannya dan pamannya.
Leo menatap Russel sebal. Meski Russel adalah paman kandung Keva, Leo tetap cemburu padanya karena kini ketiganya tampak seperti keluarga. Seharusnya Leo lah yang ada di posisi itu!
"Keva—"
"Bryan, awas, kereta api datang. Tut, tut, tuuut!" Keva mendorong sebuah miniatur kereta api pada Bryan—keponakannya—membuat bocah 3 tahun itu tertawa menggemaskan.
"Keva, apa kau memiliki masalah dengan kekasihmu? Sebaiknya kalian urus dulu masalah kalian. Aku akan menjaga Bryan," kata Russel.
"Cih, aku sebal dengannya, Paman. Tiba-tiba saja dia mengabaikanku kemarin. Aneh sekali," jawab Keva dengan berbisik.
"Terserah. Pokoknya kalian urus dulu masalah kalian. Aku jadi tidak enak karena ia terus menatapku dengan garang," ujar Russel lalu membawa Bryan pergi.
Melihat kepergian Russel, Leo memberanikan diri untuk mendekat pada Keva.
"Keva sayang, aku minta maaf."
"Rumah ini sepertinya mulai horor. Masa ada suara tapi tidak ada orang?" kata Keva pada dirinya sendiri, berniat menyindir Leo.
Leo tertawa gemas. "Kalau begitu kau juga bukan orang?"
Keva menoleh padanya dan menatapnya kesal. "Apa maumu sih, Leo? Kemarin mendiamkanku! Sekarang menggangguku!"
"Aku minta maaf. Sebenarnya.." Leo pun menjelaskan alasan mengapa kemarin ia membalas Keva dengan singkat.
"Astaga, Leo! Kau membuntutiku lagi?! Kau benar-benar tidak percaya denganku, ya?!"
"Bukan begitu, Sayang. Hanya saja pesan di ponselmu itu yang membuatku khawatir kau diculik orang. Lagipula kau juga kenapa membohongiku kau bertemu dengan Adriana padahal Russel?"
Keva menghela napas. "Aku ingin memberimu kejutan. Bukankah kau sendiri yang bilang waktu itu kalau kau mau bertemu dengan pamanku yang ternak lele di Indonesia dan pernah mengurusku saat kecil selama 10 bulan karena orangtuaku harus pergi ke Eropa? Nah itu dia Russel!"
"Astaga.. maafkan aku, Sayang," Leo memeluk tubuh Keva yang mulai menangis di dada bidangnya. "Maafkan aku, ya. Aku janji tidak akan mengulanginya. Aku akan langsung bertanya padamu jika hal ini terulang kembali. Kumohon, maafkan aku ya?"
Keva mengangguk dan memeluk Leo. Pria itu tersenyum tulus dan mengecup pelipis kekasihnya. "Aku sangat mencintaimu. Jangan pernah tinggalkan aku. You're my everything."
"Hentikan gombalmu," bisik Keva membuat Leo tertawa.
"Aku mengatakan yang sejujurnya. Aku jatuh cinta padamu di pandangan pertama. Saat kau mengepel lapangan basket itu saja kau terlihat cantik. Aku jadi tidak sabar kau menjadi istriku."
Keva menepuk dada Leo pelan. "Kau saja belum melamarku!"
Leo tertawa. "Jadi wanitaku ini ingin cepat-cepat dilamar ya?"
Keva terdiam dan menenggelamkan wajahnya di dada berbidang Leo dengan malu.
"Tenang, Sayang. Setelah kamu lulus, aku akan segera melamarmu seperti yang diizinkan kedua orangtuamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Possessive Bad Boy
Short StorySeorang pemuda yang bersandar di kap mobil sport hitam legamnya sedari tadi menjadi pusat perhatian mahasiswa fakultas ilmu komunikasi di Universitas Eaglewood. Tato di sekujur tubuh atletisnya, pakaian dan mobil mahalnya, juga wajahnya yang tampan...