5 - You & I

7.9K 469 2
                                    

Keva menyerucutkan bibir merah mudanya. Sudah pukul 9 dan Leo belum muncul di hadapannya juga. Apa pria itu berniat untuk tidak datang di acara wisudanya?!

"Keva, mama dan papa sangat bangga padamu!" Rosetta dan Barnabas—papa Keva—memeluk putri bungsu mereka dengan bergantian. Keduanya tersenyum puas dengan hasil pencapaian Keva selama ini.

"Terima kasih, Ma, Pa. Apa kalian melihat Leo? Acaranya sudah akan mulai dan ia belum hadir juga."

Rosetta menaikkan sebelah alisnya. "Ia sudah duduk di paling depan sana, Sayang. Sejak 2 jam lalu. Kau belum bertemu dengannya?"

"Benarkah? Astaga, aku belum menyapanya. Kalau begitu kalian duduklah. Aku bertemu dengannya dulu."

Setelah memastikan kedua orangtuanya mendapat tempat duduk, Keva berjalan menghampiri seorang pemuda yang tampak tertidur di bangku paling depan.

"Leo!" Ia menggoyangkan bahu Leo hingga kekasihnya itu terbangun.

"Astaga, Keva, maaf aku tertidur. Apa acaranya sudah mulai?"

Keva menggelengkan kepalanya. "Belum. Kau kenapa datang kepagian?"

"Aku tidak bisa tidur semalam karena tidak ada kamu di apartemen kita," Leo memasang wajah cemberut, "karena terlalu bersemangat ingin bertemu denganmu makanya aku cepat datang kemari. Ternyata aku terlalu kepagian."

Keva tertawa dan mengecup pipi Leo kilat. "Terima kasih atas semangatmu, Sayangku. Maaf juga aku sudah meninggalkanmu di apartemen sendiri untuk menginap di rumah orangtuaku."

Leo mengangguk dan tersenyum.

---

Diakhiri oleh pidato dari sang rektor, acara pelepasan mahasiswa itu akhirnya usai.

Keva dan keluarganya berfoto untuk kenang-kenangan. Tidak lupa juga dengan Leo.

Saat keduanya sedang asik membuat memori, seorang pria masih dalam pakaian toganya datang menghampiri Keva.

"Keva, kau tampak memukau. Selamat ya," kata pria itu mengundang lirikan waspada dari Leo.

Keva tersenyum. "Terima kasih, Marcel. Kau juga tampak memukau dan selamat padamu juga!"

Leo mendesis tidak suka dengan balasan yang diberi Keva. Wanitanya itu kelewat polos.

"Keva, ada sesuatu yang harus kukatakan padamu," Marcel mengepalkan tangannya gugup.

Oh tidak, ini pertanda buruk, batin Leo.

"Aku sudah mencintaimu sejak lama, bahkan sejak kita baru pertama kenal. Kamu.. mau kan jadi kekasihku?" tembak Marcel.

Leo menggeram dan langsung membogem pemuda itu.

"Leo!"

Kedua orangtua Keva tentu terkejut dan menolong Marcel lalu membantu pemuda itu menyingkir dari lapangan yang dipenuhi lulusan-lulusan baru.

"Leo, kau selalu seperti ini!" Keva menatapnya marah. Kini mereka berdua menjadi pusat perhatian.

"Apa yang kau harap aku lakukan saat kekasihku ditembak pria lain?! Aku cemburu, Keva! Aku tidak ingin pria lain mendekatimu. Aku ingin dunia tahu bahwa kau milikku, sehingga tidak akan ada yang mendekatimu lagi. Aku sangat mencintaimu. Sejak 8 tahun lalu, sejak aku melihatmu, cinta itu tak pernah pudar sedikit pun dan malah bertambah tiap detiknya," Leo berlutut di hadapan Keva membuat seisi lapangan berbisik-bisik, "aku tidak ingin kehilanganmu. Aku ingin menjadi satu-satunya pria di dalam hidupmu. Yang selalu menemanimu, dalam suka dan duka, dalam keadaan apapun. Jadi.. menikahlah denganku dan biarkan aku menjadi satu-satunya pria dalam hidupmu."

Kerumunan bertoga itu membuat suara riuh, bersorak-sorak seakan menontong pertandingan futbol secara langsung. "Terima! Terima!" seru mereka.

Keva menutup mulutnya terkejut. Wajahnya memerah. Ia menitikkan air matanya seraya mengangguk.

Leo tersenyum puas dan meraih tangan Keva dengan lembut. Ia memasukkan sebuah cincin berlian edisi terbatas dari merk ternama di jari manis wanita itu.

Ia berdiri dan langsung memagut bibir Keva, membuat para wisudawan semakin bersorak.

"Aku mencintaimu, Keva. Sangat mencintaimu hingga aku tidak bisa mencintai yang lain lagi selain dirimu."

Keva tersenyum. "Aku juga mencintaimu. Sangat. You're my first and last everything."

---

Satu minggu kemudian.

Keva dan Leo baru saja kembali dari kantor sebuah gereja dan WO. Mereka telah membicarakan jadwal pernikahan dengan pihak sana. Menurut jadwal yang ditentukan, mereka akan menikah 3 bulan ke depan. Awalnya Leo memprotes karena menurutnya itu terlalu lama. Tapi jika itu kemauan Keva, maka ia bisa apa?

"Keva, kemarilah!" Keva terkejut saat sudah mendapati kedua orangtua Leo tengah duduk di sofa ruang tamu apartemennya dengan Leo.

"Mom membawakan galeri ini untukmu. Kau tahu Daisy Loryn, kan?"

Keva mengangguk. Tentu saja dia tahu Daisy Loryn, desainer ternama dari kota mode, Paris.

"Nah, dia setuju akan merancang gaun pernikahanmu. Kau tinggal memilih style-nya dan minggu depan kita akan berangkat ke Paris untuk melakukan pengukurannya di sana. Bagaimana? Kau mau, kan? Hitung-hitung sekalian kita berlibur di sana!"

Keva menganga. "Benarkah? Tentu saja aku mau! Leo, bagaimana denganmu? Kau setuju, kan?"

Leo di belakangnya tersenyum dan mengangguk. "Tentu."

"Leo, daripada pusing memikirkan urusan mereka, lebih baik kita bermain x-box saja, ayo. Kau masih kuat melawanku di battle ground, kan?" ajak ayah Leo, Billy.

"Kau meremehkanku, Ayah? Tentu saja aku masih mampu. Ayo!"

Akhirnya kedua pria itu hilang di balik dinding menuju ruang TV.

"Hm.. aku menyukai gaun yang ini. Terkesan sederhana tapi cantik." Keva menunjuk sebuah gaun pernikahan. Gaun itu berwarna putih cantik. Jenisnya berenda dan off-shoulder.

"Kamu yakin?" Keva mengangguk.

Althea—ibunda Leo—menutup buku galeri tersebut. "Baiklah. Kita tinggal mengatur jadwal." Ia tersenyum lalu memeluk Keva. "Mom tidak sabar menjadikanmu menantu!"

Her Possessive Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang