3 - Leo's Disappointment

7.4K 543 0
                                    

Keesokan harinya Leo benar-benar memakai masker dan kacamata hitam demi mengikuti Keva. Ternyata wanita itu mengendarai mobilnya ke sebuah restoran Meksiko di tengah kota.

Seperti biasa, Leo akan duduk di ujung restoran. Ia melihat Keva duduk di sisi lain restoran, bersama seorang lelaki berambut emas. Pria itu tampak tersenyum menyadari kehadiran Keva.

Leo semakin mengernyitkan dahinya saat pria dengan usia berkisar 30 tersebut dengan santai memeluk Keva. Panas memenuhi tubuh Leo. Ia mengambil napas dalam untuk merendahkan emosinya. Tapi sebenarnya siapa pria ini?

Setengah jam berlalu dan berasa seperti setengah abad bagi Leo. Pemuda itu tak henti-hentinya menggeram menahan emosi yang memuncak saat melihat Russel menyentuh tangan atau lengan Keva. Rasanya ingin sekali ia berjalan ke sana dan membogem pria pirang sialan itu.

Keva berdiri diikuti dengan Russel. Mereka berbincang sedikit sebelum Keva menggeleng dan Russel mengangguk. Lalu tanpa aba-aba pria itu memeluk Keva erat.

Cukup! batin Leo memberontak. Leo berdiri dan mengepalkan tangannya. Tapi satu hal yang membuatnya berhenti.

Ia melihat Russel menitikkan air matanya. Apa yang sebenarnya terjadi?!

---

Setelah sepuluh menit Keva keluar mobil pemberian Leo dan masuk ke gedung apartemen mereka, Leo pun pulang ke apartemen mereka. Jeda waktu tersebut sengaja ia buat agar Keva tidak mencurigai Leo. Ia juga sudah berganti pakaian di mobil tadi.

"Leo, apa kau sakit?" tanya wanita itu saat melihat Leo masuk ke ruang tamu dengan masker masih di wajahnya.

Leo yang tersadar lalu melepas masker tersebut dan menggeleng. "Tidak. Hanya menjaga diri dari orang-orang flu di kantor," jawabnya tersenyum.

"Oh, kau dari kantor?"

Leo mengangguk. "Hanya mengantar flash disk pada Gio. Tadi ia mampir kemari dan meninggalkannya di sofa," alasan Leo masuk akal. Ia dalam hati meminta maaf pada kakaknya yang duduk di kursi CEO perusahaan keluarga mereka karena melibatkannya di kebohongan kecilnya ini.

Keva hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kau habis dari mana?" tanya Leo mencari topik. Pria itu kemudian duduk di samping Keva dan menyandarkan kepalanya di bahu wanita itu.

"Aku makan siang di restoran bersama seorang teman."

Leo mengangkat sebelah alisnya. "Siapa?"

"Namanya.. Adriana."

Leo menggeram kecil, sangat kecil hingga Keva tak mendengarnya. Kenapa Keva berbohong padanya?

"Begitu," respon Leo.

Keva bergumam. "Oh iya," wanita itu menoleh ke arah Leo, "ada acara makan malam keluarga lusa nanti. Aku juga ingin menunjukkanmu sebuah kejutan."

"Oh ya? Apa?"

Keva tersenyum. "Kau akan bertemu dengannya lusa nanti."

Leo menaikkan sebelah alisnya. "Bertemu dengannya?"

Keva mengangguk, "Lihat saja nanti."

---

Sedari siang tadi Leo terus saja uring-uringan lantasan Keva tidak menjawabnya dengan jujur tadi. Kenapa pula wanitanya itu berbohong? Selama ini tidak pernah ada rahasia di antara mereka. Kenapa Keva mulai menyembunyikan Russel-Russel itu darinya? Sebegitu pentingnya kah Russel?

Leo menarik rambutnya kesal. Ia harus membuat Keva sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan. Tapi bagaimana?

Mendiamkannya? Keva selalu mengancamnya balik dan Leo tidak mungkin tahan dengan itu. Membalasnya dengan singkat? Hmm, ide bagus.

---

"Selamat pagi," sapa Keva saat melihat Leo keluar dari kamar lelaki itu dengan tampilan khas bangun tidurnya—tubuh atletis bertato, celana tidur panjang, dan rambut berantakannya.

"Hmm." Leo bergumam lalu menyesap susu cokelat hangat buatan Keva untuknya.

Keva yang sedang memasak telur mengangkat alisnya. "Ada apa? Kau bermimpi buruk?"

"Tidak," jawab Leo. Pria itu dengan santainya melahap sepotong apel seperti rutinitas biasanya.

Keva mengangkat telur matang itu ke piring dan meletakkan dua sosis panggang ke sebelahnya lalu menyodorkannya ke Leo. "Di mana senyumanmu itu?"

Leo diam. Sebenarnya dalam hati pria itu menahan dirinya agar tidak memeluk Keva erat dan mengecupnya bertubi-tubi.

"Baiklah jika kau tidak mau membicarakannya. Hari ini aku akan sibuk di kampus, baru pulang pukul 3. Semangat bekerjanya, ya? Aku sudah menyiapkan pakaianmu di gantungan handuk. Sampai jumpa nanti," Keva hendak mengecup pipi Leo tapi pria itu menggeser tubuhnya hingga bibir Keva mendarat di udara.

Wanita itu menatap Leo heran. "Kau ini kenapa sih? Sudah bosan denganku, iya? Kalau begitu katakan saja! Jangan mengacuhkanku seperti ini. Kau menyakitiku, Leo!" Keva menitikkan air matanya dan berlalu dari apartemen mereka.

Leo menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan gusar. Andai saja Keva tahu dan sadar!

---

"Ada apa, Adik? Kau tampak tak bersemangat," kata Gio, kakak Leo saat melihat adiknya tiba di lobi kantor perusahaan mereka.

Sebenarnya Leo malas sekali ke kantor. Ia tak begitu suka dengan bisnis. Bahkan kehadirannya di gedung pencakar langit itu bisa dihitung dengan jari. Tapi kali ini kakaknya menghubunginya dan mengatakan bahwa ia membutuhkannya. Jadi terpaksalah Leo datang. Biasanya pria itu hanya bekerja dari komputernya di apartemen.

"Apa ada masalah dengan Keva?" tebak Gio.

Diamnya Leo adalah 'ya' bagi Gio.

Kakak yang terpaut 3 tahun di atasnya itu tertawa. "Salah sendiri berpacaran dengan gadis labil."

Leo menggeram. "Kekasihku bukan gadis labil! Dia sudah 22 tahun dan akan segera wisuda tahun ini."

Gio mengangkat kedua bahunya, "Bagus kalau begitu. Kuharap kau hati-hati menjaganya. Sekali saja lengah, aku yakin 1000 pria sudah mengantre untuk menggantikan posisimu. Misalnya.. aku." Gio kembali tertawa sementara Leo menjitak kepala kakaknya.

"Jangan berani-berani! Cepatlah menikah agar kau tidak terus-terusan menggoda kekasihku."

Gio menjulurkan lidahnya dan membogem pelan bisep adiknha hang dibalut dengan kemeja slim fit putih serta jas hitam pilihan Keva. "Kerja yang benar, Pak Direktur!" katanya sebelum menghilang di balik lift khusus direktur utama yang akan membawanya ke lantai 50 gedung tersebut.

Leo menggelengkan kepalanya kesal. Mentang-mentang anak sulung itu sudah menjadi direktur utama, ia selalu direndahkan. Padahal jabatannya hanya satu langkah di bawah Gio. Lagipula Leo tidak berniat menjadi pembisnis untuk waktu yang lama. Ia hanya akan menyimpan saham dan menikmati hidup bersama Keva.

Keva. Astaga. Ia sangat merindukan wanita itu.

Her Possessive Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang