Mengenal salafi (2)

196 6 0
                                    

'''📝🔖 MENGENAL SALAFI''✏'

_Part 2

●Dalam kesempatan kali ini akan kita bahas beberapa kerancuan tersebut.

°1. Salafi Bukanlah Sekte, Aliran, Partai atau Organisasi Massa

•Sebagian orang mengira Salafi adalah sebuah sekte, aliran sebagaimana Jama’ah Tabligh, Ahmadiyah, Naqsabandiyah, LDII, dll. Atau sebuah organisasi massa sebagaimana NU, Muhammadiyah, PERSIS, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, dll. Ini adalah salah kaprah. Salafi bukanlah sekte, aliran, partai atau organisasi massa, namun salafi adalah manhaj (metode beragama), sehingga semua orang di seluruh pelosok dunia di manapun dan kapanpun adalah seorang salafi jika ia beragama Islam dengan manhaj salaf tanpa dibatasi keanggotaan.

•Sebagian orang juga mengira dakwah Salafiyyah adalah gerakan yang dicetuskan dan didirikan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab. Ini pun kesalahan besar! Dijelaskan oleh Syaikh ‘Ubaid yang ringkasnya, “Dakwah salafiyyah tidak didirikan oleh seorang manusia pun. Bukan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab bersama saudaranya Imam Muhammad Bin Su’ud, tidak juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya, bukan pula oleh Imam Mazhab yang empat, bukan pula oleh salah seorang Tabi’in, bukan pula oleh sahabat, bukan pula oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, dan bukan didirikan oleh seorang Nabi pun. Melainkan dakwah Salafiyah ini didirikan oleh Allah Ta’ala. Karena para Nabi dan orang sesudah mereka menyampaikan syariat yang berasal dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat dijadikan rujukan melainkan nash dan ijma” (Ushul Wa Qowaid Fii Manhajis Salaf)

•Oleh karena itu, dalam dakwah salafiyyah tidak ada ketua umum Salafi, Salafi Cabang Jogja, Salafi Daerah, Tata tertib Salafi, AD ART Salafi, Alur Kaderisasi Salafi, dan tidak ada muassis (tokoh pendiri) Salafi. Tidak ada pendiri Salafi melainkan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada AD-ART Salafi melainkan Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat.

°2. Salafi Gemar Mengkafirkan dan Membid’ahkan?

•Musuh utama seorang muslim adalah kekufuran dan kesyirikan, karena tujuan Allah menciptakan makhluk-Nya agar makhluk-Nya hanya menyembah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh kesyirikan adalah kezaliman yang paling besar” [QS. Luqman: 13]. Setelah itu, musuh kedua terbesar seorang muslim adalah perkara baru dalam agama, disebut juga bid’ah. Karena jika orang dibiarkan membuat perkara baru dalam beragama, akan hancurlah Islam karena adanya peraturan, ketentuan, ritual baru yang dibuat oleh orang-orang belakangan. Padahal Islam telah sempurna tidak butuh penambahan dan pengurangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim)

• *Maka tentu tidak bisa disalahkan ketika ada da’i yang secara intens mendakwahkan tentang bahaya syirik dan bid’ah, mengenalkan bentuk-bentuk kesyirikan dan kebid’ahan agar umat terhindar darinya.* Bahkan inilah bentuk sayang dan perhatian terhadap umat.

•Kemudian, para ulama melarang umat Islam untuk sembarang memvonis bid’ah, sesat apalagi kafir kepada individu tertentu. Karena vonis yang demikian bukanlah perkara remeh. Diperlukan timbangan Al Qur’an dan As Sunnah serta memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam hal ini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata, “Dalil-dalil terkadang menunjukkan bahwa perbuatan tertentu adalah perbuatan kufur, atau perkataan tertentu adalah perkataan kufur. Namun di sana terdapat faktor yang membuat kita tidak memberikan vonis kafir kepada individu tertentu (yang melakukannya). Faktornya banyak, misalnya karena ia tidak tahu, atau karena ia dikalahkan oleh orang kafir dalam perang.” (Fitnah At Takfir, Muhammad Nashiruddin Al Albani)

•Dari sini jelaslah bahwa menjelaskan perbuatan tertentu adalah perbuatan kufur bukan berarti memvonis semua pelakunya itu per individu pasti kafir. Begitu juga menjelaskan kepada masyarakat bahwa perbuatan tertentu adalah perbuatan bid’ah bukan berarti memvonis pelakunya pasti ahlul bid’ah. Syaikh Abdul Latif Alu Syaikh menjelaskan: “Ancaman (dalam dalil-dalil) yang
diberikan terhadap perbuatan dosa besar terkadang tidak bisa menyebabkan pelakunya per individu terkena ancaman tersebut” (Ushul Wa Dhawabith Fi At Takfir, Syaikh Abdul Latif bin Abdurrahman Alu Syaikh)

Dakwah IslamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang