VII - THANK YOU

22 9 16
                                    

"Terima kasih karena sudah memilihku." -Jaka Tarub

"Kau adalah penyelamatku, tentu." -Nawang Wulan

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Wulan...thanks, ya."

Wulan menoleh ke laki-laki muda di sebelahnya. Lalu mengangguk pelan. Sebenarnya merasa bersalah karena membohongi tuan besar di rumah yang ia akan tempati ini, tapi berhubung tak ada lagi tempat tinggal, mau tidak mau mengikuti kemauan anak mereka.

"Bener ya, setelah aku tau masalah kamu, aku jadi mikir. Orang dewasa suka bertindak sesuka hati mereka tanpa memikirkan perasaan orang lain yang dirugikan."

Jaka mengangguk. Benar adanya. Jaka disini nyaris dirugikan, sementara Wulan-tanpa Jaka tahu-juga sendirian. Menerima saja jika orang tuanya harus meninggalkannya sendirian, mengurus rumah dan segalanya sendiri demi pekerjaan mereka, dan uang.

"Jak, makasih juga, udah mau jadi penyelamat." Lalu Jaka mengangguk. Keduanya tertawa pelan.

Yang Jaka tahu, setelah insiden pengakuan itu, Papa menerima telepon dari Pak Surya. Menanyakan soal apakah Jaka sudah kembali atau belum. Untunglah, Papa bersikap bijak seperti halnya seorang kepala keluarga. Profesional tanpa menghubung-hubungkan urusan pekerjaan dengan keluarga. Maka malam itu, Papa memutuskan untuk menghentikan perjodohan anaknya dengan anak rekannya. Setelahnya, Jaka tidak perduli.

"Um, Jaka..."

"Iya?"

"Aku dibutuhin disini, berapa lama?"

"Jangan merasa lo cuma dibutuhin disini. Lo harus disini, lo butuh tempat tinggal. Jadi, lo bebas disini selama yang lo mau. Gue gak mau lo kayak anak ayam ilang arah di jalanan."

Wulan terkikik. Anak ayam katanya?

"Serius? Kalo sebulan?"

"Jangankan sebulan, seribu tahun juga gak apa-apa."

Raut wajahnya berganti sebal, kemudian mencubit pinggang Jaka tanpa aba-aba. "Aku serius, lho."

"Iya, serius Jaka juga. Anggep ini rumah lo, ya? Sekarang kita masuk, dingin." Jaka menatapnya dalam, lalu tersenyum hangat. Kemudian menarik tangan Wulan untuk masuk kedalam rumah.

Sementara Mama? Hanya diam-diam melihat mereka dari dalam. Semakin yakin, Wulan milik Jaka, dan Jaka hanya milik Wulan.

***

Jogjakarta, sekarang tengah malam.

Ah, mungkin terlalu aneh? Tapi rasanya, bahkan kata-kata indah dan manis yang selalu dilontarkan penyair untuk menggambarkan apa itu cinta bisa mendadak kehilangan maknanya ketika sudah melihat cinta yang nyata.

Cinta yang nyata, iya dia. Cinta milikku. Bidadari metropolitan yang datang dari negeri sebrang.

***

Malam itu, Wulan bersyukur memutuskan untuk me-laundry pakaiannya sebelum kembali pulang-walau nyatanya tidak jadi pulang. Setidaknya, stok pakaian bersihnya masih banyak. Tidak perlu repot-repot beli keluar hanya untuk membalut tubuh. Mama Jaka juga sangat terbuka kepadanya, Wulan dibebaskan menggunakan fasilitas yang ia butuhkan disana. Bahkan Wulan diberikan kamar tamu yang punya tempat tidur besar serta dua buah bantal dan selimut diatasnya.

Setelah memasukkan pakaiannya kedalam lemari, Wulan merebahkan tubuh sambil memeluk boneka beruang kecilnya. Hari esok akan segera datang, esok ia akan menanyakan solusi agar ia bisa kembali ke Singapura kepada Kezia, sengaja, tak mau memberitahu orang tuanya. Kuliahnya? Mungkin absen beberapa hari.

JAKA & WULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang