Remember Me | 1

129 34 30
                                    

Dia berlari mengejar angkot yang sudah ditunggunya selama satu jam. Dia merutuki dirinya sendiri, padahal dia hanya menutup matanya selama beberapa detik. Dan angkot itu sudah pergi meninggalkannya. Seakan penantiannya selama satu jam sia-sia. Ralat, memang sia-sia.

Mungkin itu adalah angkot terakhir yang lewat. Angkot itu bisa dibilang sangat langka keberadaannya, karena jumlahnya yang hanya beberapa. Dan sekarang sudah mau jam 6 sore ditambah dengan langit yang mendung. Bagus!

Kakinya berjalan kembali ke tempat ia menunggu angkot. Cewek itu menoleh kebelakang, melihat bagaimana seramnya tempat yang sangat disukainya itu, perpustakaan. Sebentar lagi hujan akan turun dan langit terang akan dimakan oleh kegelapan malam. Ditambah ponsel nya yang habis batre. Kenapa hari ini dia sangat sial?

"Oke sekarang udah jam 6," ucapnya setelah melihat bahwa jarum panjang jam yang ada di pergelangan tangannya sudah menunjuk angka dua belas.

Lampu jalan mulai menyala menerangi kegelapan karena sudah waktunya malam mengambil alih terangnya cahaya matahari. Sang penjaga perpustakaan keluar dan mengunci pintu dari luar. Dia sedikit terkejut saat melihat sosok cewek yang masih berdiri di pinggir jalan.

"Loh, Kinta kamu masih disini?"

Kinta menoleh lalu menggaruk tengkuknya, "Hehe, iya nih kak Dery."

"Ini udah malem, Kin. Kenapa belum pulang?" ucap Dery a.k.a sang penjaga perpustakaan sambil mengerutkan keningnya karena bingung.

"Anu kak, tadi nunggu angkotnya lama. Eh, pas ada malah kelewatan. Jadi, berakhir disini deh," jelas Kinta sambil tersenyum canggung.

Dery melihat kanan dan kiri jalan, sudah sunyi. Memang ini sebabnya mengapa ayahnya membuat perpustakaan disini, tempatnya damai dan tak terlalu banyak kendaraan yang melewati. Jadi, pembaca bisa lebih tenang. Di tambah dengan pohon-pohon besar sehingga kelihatan sejuk dan asri. Namun, beda ceritanya jika sudah malam. Tempat ini jadi sangat mencengangkan. Bahkan bisa dijadikan tempat uji nyali.

Dery memasang jaketnya lalu menawarkan tumpangan untuk Kinta, "Kin, aku antar pulang aja ya?"

"Eh, bukannya arah rumah aku sama kakak beda ya?" Kinta sedikit merasa tidak enak jika Dery memang harus mengantarnya, "Rumah aku juga lumayan jauh dari sini kak," lanjutnya.

"Kamu lebih milih disini? Kamu tau kan angkot yang lewat sini itu sedikit, dan ini udah malam. Mau nunggu sampe pagi?" Dery memandang sekitarnya kemudian melirik Kinta, "katanya disini banyak hantunya loh."

Badan Kinta menegang setelah mendengar ucapan Dery. Dia melihat sekitarnya lalu menyetujui penawaran yang diberikan Dery. Lagi pula dia memang tidak berniat untuk menolak. Kinta bukan peserta yang ingin uji nyali di tempat seperti ini. Yang tadi, hanyalah basa-basi semata. Kinta cewek, dan semua cewek lebih meninggikan rasa gengsi. Pilihan terkahir agar dia bisa pulang adalah Dery, tidak mungkin Kinta menyia-nyiakannya. Jika tidak ada Dery, Kinta tidak tahu apakah dia bisa bertahan sampai pagi. Dengan adanya Dery, dia bisa pulang dan Kinta bersyukur akan itu.

Dan gue bersyukur akan itu.

Kinta menggelengkan kepalanya. Memori yang dengan susah payah dia lupakan terlintas lagi di kepalanya. Dirinya berusaha menelan salivanya dan berusaha tersenyum setelah itu.

Baiklah, balik lagi ke Dery.

Lagian Kinta tidak perlu takut dengan Dery. Mereka sudah mengenal, ya setidaknya sudah saling mengenal sifat luar masing-masing. Ya, itu karena Kinta yang rutin datang dan Dery yang sangat welcome dengan Kinta.

Setelah mengambil sepeda motornya, Dery melepaskan jaketnya dan diberikannya kepada Kinta. Seperti cewek pada umumnya, Kinta awalnya menolak. Tetapi, akhirnya dia menerima jaket Dery. Lalu di pakainya ke tubuhnya. Ukuran jaketnya kebesaran untuk Kinta, namun setidaknya bisa membuat tubuhnya lebih hangat dan terhindar dari angin malam.

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang