Remember Me | 9

50 21 10
                                    

"KINTAAAAAAAA!!!!"

Demi apapun, ini masih pagi. Kinta baru saja sampai disekolah, bahkan belum melangkahkan satu langkah pun setelah turun dari motor Dafa. Kedua tangannya menutup penuh kedua telinganya karena ditakutkan dia akan tuli jika mendengar langsung jeritan dari sahabatnya itu. Tidak, ini sungguhan. Kejadiannya pernah terjadi waktu mereka masih kelas 8.

"Gimana gimana gimana?" tanya Annya bersemangat setelah berdiri didepan Kinta.

Kinta melemparkan Annya senyuman terpaksa yang dia punya. Lalu, perlahan menurunkan tangannya dari kedua telinganya. Tidak diturunkan sepenuhnya, Kinta meletakkan kedua tangannya diatas bahu Annya bersamaan dengan helaan nafas kasar yang keluar dari bibir mungilnya.

Sesekali, Kinta mengelus pelan bahu Annya sampai akhirnya diremasnya kuat hingga terdengar keluhan dari Annya. Annya yang tidak terima hendak protes namun diurungkan ketika Kinta melototinya.

Setelah helaan nafas, sekarang tawa pelan dan dingin dari Kinta lolos dari bibirnya, "Annya sayang. Lo ga perlu teriak karena ini bukan hutan, yang dimana disaat lo panggil gue dengan suara yang sekedarnya gue pasti bakal dengar." Kinta meremas bahu Annya sedikit lebih kuat dari yang tadi. "Iya, gue tau lo sama sekali gak malu dengan kelakuan lo yang seperti itu. Tapi, jangan salahkan gue kalo misalnya gue tiba-tiba kena serangan jantung karena gak tahan karena malunya gue punya temen kayak elo. Hehe."

Kinta melihat sekitar, karena sahabatnya ini semua orang sedang melihat mereka sekarang. "Gak ada apa-apa kok, kalian boleh bubar."

Setelahnya, Kinta memukul bahu Annya berkali-kali untuk melampiaskan rasa malunya terhadap sang sahabat.

"Aww--aww!! Kinta lo ga punya akal lagi apa?! Sakit tau!" protes Annya.

"Lo tuh yang gila! Harus banget teriak-terik kayak tadi?! Lo kira ini kebun binatang, ha?!" Tak mau kalah Kinta memarahi balik Annya.

"Ya lo kan tau gue emang begini orangnya! Salahin sana emak gue ngelahirin gue begini!" Annya memajukan bibirnya lalu melipat kedua tanggannya didepan dada.

Kinta memutar bola matanya, "Lo harus kontrol dong, kalo gue ga nutup telinga, kalo yang lain juga enggak nutup telinga, gue sama yang lain bakal tuli berjamaah karena suara lo."

Annya tersentak sebentar, kemudian tertawa pelan saat mengingat kejadian 4 tahun yang lalu. Ingatannya masih segar dikepala Annya, yang membuat cewek ini pun mengucap maaf lalu mengajak Kinta kedalam kelas. Dengan wajah yang masih merengut, Kinta mengikuti Annya sambil menatap sinis sahabatnya itu.

"Taa~" rengek Annya ditengah perjalanan mereka ke kelas.

Kinta memejamkan matanya sejenak, "Yoshi cuman bilang, katanya nanti dia mau ngajak ke kantin bareng."

"Bareng lo atau bareng siapa??"

Kinta hanya mendengus lalu mempercepat langkahnya.

"Pake ditanya, ya gue lah."

Dan Annya pun kejang-kejang ditempat.

⭐⭐⭐

"Loh? Udah disini aja, pak." ucap Annya setelah meninju pelan bahu temannya itu.

Yoshi meringis pelan sambil memegang bahu yang ditinju oleh Annya. Tak lama matanya berkeliaran mencari-cari sosok yang harusnya ada bersama Annya sekarang. Belum sempat Yoshi bertanya, Annya sudah merangkul Yoshi dan menuntunnya ke kantin.

"Ssssstttt! Diem deh, Kinta lagi di kamar mandi. Lo mau ikutan, hm?"

Yoshi yang tadinya sempat cemberut kembali tersenyum. Dia kira, dirinya akan mendapat penolakan dari orang yang sudah di capnya sebagai gebetannya itu.

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang