Semua Jujur

1.4K 87 19
                                    

Sepertinya, gelar untuk pembuat burger terbaik bukan untuk Spongebob Squarepants.

Namun, cocok untuk boruto.

–itu sih dalam pikirannya.

Boruto berkacak pinggang bangga. Himawari yang melihat hanya sweatdrop. Mungkin jika Himawari masih kecil, ia akan girang memberikan selamat kepada onichannya. Namun, kini ia sudah remaja.

"Mendo-nichan." Protes Himawari.

"Ayolah, dapurnya ga rusak parah kok..," ucap kakaknya membela diri.

"Aku ga mau tau! Onichan rapihkan, aku ada latihan!!"

Brak, Shoji tertutup begitu saja, meninggalkan Boruto yang terbengong-bengong. Sepertinya Boruto telah kehilangan adik kecilnya yang 'manis'. Dan itu membuatnya sedih, seperti kehilangan...

Kehilangan...

Sarada...

Ah, lampu bohlam muncul di kepala Boruto.

"Akan ku berikan ini untuk Sarada!"

Jangan Boruto. Itu racun.

Namun, bukan Boruto jika dia tidak berbuat seenaknya. Saat hendak bersiap ke rumah Sarada.

Ting tong. Bel pintu berbunyi.

Ugh, menyebalkan. Geruto Boruto seraya membuka pintu.

"Inojin, ada apa kemari?"

Inojin tampak gugup. Boruto mengerutkan alis, hamburger spesial sudah siap ditangannya, tinggal berangkat saja.

"Ini tentang Sarada." Ucap inojin hati-hati.

Berkat Inojin, Sarada tidak jadi makan hamburger buatan Boruto. Beruntung Sarada.

..o00o..

Seorang yang rambutnya terkuncir seperti nanas berjalan dengan menggerutu. Setiap langkahnya diisi dengan kata 'me dokusai'. Air mukanya menunjukkan ada beban yang harus ia ceritakan. Maka, ia menuju rumah sahabat baiknya.

"Permisi." Ia mengetuk pintu sopan. Sedikit kaget karena yang membuka bukan Boruto.

"Loh inojin, apa yang kau lakukan disini?"

"Apa?!"

"Ya begitulah." Ucap inojin pasrah setelah menceritakan semuanya.

Shikadai tidak tega melihat sahabat pembuat onarnya tidak sadarkan diri. Memang, mungkin cukup berat bagi seorang Boruto. Namun, disakiti dengan kejujuran lebih baik, daripada bahagia dengan kebohongan.

"Shikadai... Kenapa kamu kemari...," Jawab Boruto lemas selemas-lemasnya.

Tega tapi harus dilakukan. Memang seperti ini adanya, Shikadai bukan orang yang akan mengada-ada. Ia jujur apa adanya, karena begitulah prinsipnya. Dengan hati-hati ia menjawab...

"Aku kesini untuk menceritakan hal yang sama...,"

Dan, Boruto tidak sadarkan diri lagi.

..o00o..

Setelah puas tidak sadarkan diri. Boruto memutuskan untuk jalan-jalan. Ya, hanya jalan-jalan tanpa tujuan, entah kemana. Ia hanya ingin berjalan, terus berjalan, jauh.

"Maafkan kami, tapi kami berjanji akan mendukungmu!"

Ucapan Shikadai dan Inojin terngiang-ngiang di kepala kuningnya.

Dia menendang kaleng, meleset.

"Arrghh kusooo!!" Teriaknya frustasi di tengah jalan. Dengan teriakannya yang memekakkan telinga, banyak orang ingin menjitak kepalanya.

"Boruto!!"

Terlihat Metal, Denki dan Iwabe menyapa dari kejauhan.

..o00o..

Boruto berjalan lunglai menuju rumahnya. Ia tertunduk. Menggerutu dalam setiap langkahnya.

Kalimat yang di ucapkan oleh ketiga temannya, "Kami akan mendukungmu kok!", Terus terngiang-ngiang di kepalanya.

Bahkan Himawari dan Hinata heran melihat anaknya–tadi pagi bersemangat, sekarang lesu– begitu pikir mereka.

Boruto memang orang yang susah ditebak.

Tidur.

Tidur adalah satu-satunya tujuannya saat ini.

Itu adalah sebuah kebenaran yang bersinar samar-samar di tengah dunia yang kejam. Masalahnya adalah apakah ia bisa tahan menghadapai kenyataan pahitnya. Mungkinkah dia melakukannya? Tidak yakin, ia memejamkan mata. Dia berdoa untuk pemikiran idealis bahwa akan sangat menyenangkan jika semuanya diselesaikan begitu dia membukanya lagi.

"Sial, aku merindukan sensei..,"

Terlelap. Ketika matanya sudah mulai terpejam.

Ting!

Handphone berbunyi. Layar terangnya menunjukan ada sebuah pesan. Mungkin penting, maka dari itu ia berniat memeriksanya sebentar.

Dari Kagura.

"Gomennasai, hountouni. Aku... Aku menyukai Sarada... Namun, dia tidak membalasnya, tak apa. Hey, aku sahabat yang kejam ya, aku tak memikirkan perasaanmu sebelumnya. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Aku seharusnya malu, maka dari itu aku akan membantumu. Aku akan mendukungmu, aku akan mendukung Boruto & Sarada agar menjadi nyata, sebagai permohonan maaf. Tapi kumohon.... Jangan membenciku, ya?"

Lagi. Kalimat yang sama. Kalimat yang membebani Boruto seharian.

Apa ini? Perasaan apa ini?

Mirip seperti kecewa, namun sesak disaat yang sama.

Benci? Untuk apa? Toh Boruto bukan orang yang pendendam. Setiap orang berhak untuk mencintai siapapun kan? Pikirannya menguatkan hatinya.

Masalahnya bukan itu sekarang.
"Nyatakan saja perasaanmu!"

Kalimat itu sukses membuat wajahnya merah padam.

Nyatakan?

Katakan?

Sarada?

Dia?

Bisakah?

Mungkin ia terlalu banyak bertanya hari ini. Namun, tidak semua pertanyaan memiliki jawaban.

Mungkin... Harus.
Tapi ia belum siap.
Kapan? Ah dia butuh sesuatu untuk memotivasinya. Dia bahkan tidak yakin dengan dirinya sendiri.

Tidak tahu.
Benar-benar tidak tahu.

Ia hanya ingin terlelap. Beranggapan bahwa besok semua akan baik-baik saja.

Ataukah ini hanya mimpi.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/n:

Tahun baru, 365 kesempatan baru.

Buku ini dimulai tahun 2018.
Semoga terselesaikan di 2019.

Saya belajar banyak saat menulis dibuku ini.

Dukungan, komentar, saran, hangat sekali. Terima kasih, 2018.

Mari kita berangkat lagi.

Maka dari itu,
Mulai sekarang,
Mohon bantuannya!

Akemashite Omedetou Gozaimasu~!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PAIRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang