#1

8.7K 137 13
                                    

"Deb, gue mau cerita sama lo, dengerin dulu ya." ucapku kepada Debi sahabatku.

Debi pun mengangguk sambil memakan nasi kuning yang tadi ia beli di kantin.

"Jadi gini Deb, lo tau kan si Sendy?"

"Iye tau, emang kenapa?" jawab Debi

"Dia nembak gue, apa gue harus terima dia?"

Debi pun terkejut dan tersedak nasi kuning yang sedang ia makan. Aku pun sangat terkejut melihat Debi seperti itu, aku pun segera membuka tutup botol dan langsung memberikan minumnya kepada Debi.

Setelah agak mendingan, Debi pun mengerutkan alisnya. Dan kembali bertanya kepadaku.

"Wagelasehhhhh, asli lo?"

Aku hanya mengangguk lemah, rasanya tak berdaya, 5 hari yang lalu Sendi telah menembakku di tengah lapangan sekolah, ketika pulang sekolah. Kala itu, Debi tidkak masuk sekolah karena sakit.

"Jadi gimana? Lo mau nerima dia?"

"Menurut lo gimana Deb? Gue minta saran dong sama lo, gue juga bingung nih." aku pun mencoba meminta saran kepadanya.

Debi pun kemudian menatap ke arah lantai, alisnya kembali berkerut, tandanya ia sedang memikirkan sesuatu.

"Kalo menurut gue sih mending gausah aja deh Tan. Gue gamau lo patah hati karena dia Tan. Emang sih, dia itu tipe orang yang dingin, cuek, dan pastinya buat dapetin dia itu susah. Dan lo telah berhasil ngeluluhin hati dia Tan. Dan ya, kalo pendapat gue sih gausah aja, gue gamau lo sama kecewanya kaya gue Tan. Lo tau kan waktu gue pacaran sama si Devan, gue kecewa banget sama dia. Namanya laki laki sih Tan, berjuang di awal doang, kesananya ya cuek." ucap Debi.

Aku pun mengangguk, bukan tandanya aku setuju dengan keputusan dari sahabatku itu. Aku pun mencoba memikirkan kembali perkataan dari Debi, dan ada benarnya juga sih, perkataaan cewek itu.

"Tapi gini Deb, setau gue Sendi itu gak gitu orangnya. Dan semoga aja deh Sendi gak kaya laki laki lain, apalagi kaya si Devan deh. Di baperin dikit sama si Sinta dia baper dan lo tau, akhirnya kan diputusin sama lo, bego emang ya."

"Iya Tan, gue tau Sendi kaya gimana orangnya. Semua keputusan juga ada di lo, lo kan yang bakal ngejalanin semuanya. Lo juga kan yang bakal sakit hatinya, bukan gue. Gue sebagai sahabat lo, hanya bisa memberikan saran yang terbaik buat lo. Dan sekali lagi, jangan bahas soal Devan."

Aku hanya tersenyum, tak mau membalas perkataan dari Debi. Jika aku membalas perkataan cewek itu, maka aku yang akan kalah. Dan ujung dari pembicaraan kita yang tak sependapat adalah adanya pertengkaran yang dapat membuat kami menjadi gila.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku segera membereskan peralatan sekolahku. Ingin rasanya aku segera pergi dari tempat ini, pergi menjauh dari Sendy. Namun rasanya aku tak bisa, sama saja aku membohongi perasaanku. Aku mulai mencintainya, aku mulai menyukainya, aku mulai menyayanginya. Setelah semua perjuangan yang telah Sendy berikan kepadaku selama 2 bulan terakhir ini.

Rasanya aku sangat berharga di dalam kehidupannya. Rasanya aku adalah bagian dari hidupnya. Ketika sahabat sahabatku perlahan lahan pergi dari hidupku, Sendy selalu ada menemaniku.

Hingga akhirnya ia menyatakan perasaannya kepadaku. 5 hari yang lalu, tepatnya hari rabu kala itu, selepas pulang sekolah di lapangan sekolah. Aku pun terkejut akan hal itu, semua saksi mata melihat itu.

------

Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang