#4

2.3K 45 2
                                    

Aku dan Sendy sudah jalan selama 5 bulan, namun ada yang berbeda ketika kita memasuki bulan yang ke 4. Disitu ia mulai cuek kepadaku, seperti yang tak peduli lagi denganku.

Aku di acuhkan olehnya, dan aku berusaha menahannya. Aku mencoba menguatkan hatiku dengan cobaan yang menimpa kami. Aku yakin, aku dan Sendy pasti bisa melawatkan ini dengan mudah.

2 bulan aku diacuhkan, di diamkan, dan di cuekan olehnya. Tapi aku tak apa, ini hanyalah perubahan biasa untuk dirikku. Aku memakluminya, aku tak apa kok, walaupun rasanya sedikit sakit.

Dia sudah jarang untuk menghubungiku duluan, sudah jarang untuk menyempatkan memberiku kabar walau hanya sebatas mengirim pesan kosong, itu tak apa untukku, seengganya aku dihargai, dan aku di anggap penting olehnya.

Ketika aku mengirim pesan di pagi hari, maka ia akan jawabnya 1 jam kemudian. Aku pun membalas lagi, ia pun akan membalasnya kembali, nanti di sore hari. Sudah kebal hatiku menerima semua ini. Aku kuatkan hatiku, bahwa aku bisa menerimanya.

Hari ini aku harus memutuskan untuk berbicara dengannya. Untuk mengklarifikasi apa alasan ia mengacuhkanku. Bukannya aku tidak kuat, aku kuat kuat saja. Yang tidak kuat itu hatiku, dan entah kenapa.

Aku berjalan menuju kantin dan menunggunya disana. Aku sudah mengirim pisan kepadanya, namun balasannya tak kunjung datang, walaupun ia terlihat sedang online.

Aku pun sengaja, membiarkan kembali jari jariku menari di atas keyboard ponselku. Butuh waktu 7 menit untuk menunggu Sendy datang. Dan akhirnya Sendy pun datang ke kantin dan segera menyapaku.

"Ay, ada apa?" panggilnya dengan nadanya yang lembut,
Aku akui Sendy sangat tampan.

"Aku mau ngomong serius." jawabku tak kalah judes.

Sendy  pun mengangguk dan tersenyum ke arahku. Senyuman yang dapat meluluhkan hati siapa saja.

"Baiklah, mari ikut aku." ajak Sendy, dan aku pun mengikutinya di belakang.

Sendy mengajakku ke arah lab IPA, disitulah aku dan Sendy sekarang berada. Sendy nampak masih memberikan senyuman khasnya. Senyuman yang membuat ia sangat sangat tampan. Namun aku acuhkan itu.

"Ay, aku mau bilang sesuatu sama kamu." ucap Sendy kepadaku.

Aku pun mengangguk angguk saja.

"Ngomong apa?" jawabku.

Sendy menghela nafasnya dengan berat, kemudian dia menggenggam tanganku dengan kuat. Tapi aku mencoba melepaskannnya.

"Jadi gini ay, aku mau minta maaf atas semua perbuatan yang telah aku lakukan sama kamu." ucap Sendy.

"Aku sudah maafkan itu semua, tapi jujur aku udah cape sama kamu ay. Gatau kenapa, rasanya ada yang beda sama kamu. Jujur juga ay, aku gamau kamu pergi, tapi semua sikap kamu sama aku seolah olah, nyuruh aku buat pergi. Seakan akan ada yang lain di hati kamu, dan itu bukan aku. Aku ingin seperti pasangan pasangan lain yang layaknya terlihat seperti orang yang pacaran. Jujur iya, aku ingin seperti itu, tapi sikap kamu yang dingin ini gak bisa buat kaya gitu, aku terima semuanya ay. Kamu selalu ngilang disaat kita lagi chattingan, dan aku terima aja ay. Aku terima kok, aku udah sabar ay, nunggu kamu peka, nunggu kamu bisa luluh dan gak cuek. Aku udah sabar ay, kurang apa lagi aku?. Aku udah coba ngertiin posisi kamu, tapi kamu yang gak pernah ngertiin posisi aku. Aku udah coba ngehargaain kamu, tapi kamu yang gak pernah ngehargain aku. Rasanya aku udah disia siain ay, udah dipermainkan sama kamu. Aku rela ay, dibentak, diejek, dihina demi kamu, aku dijatuhin harga diri aku pas waktu kamu dirangkul 4 perempuan itu, aku gak papa ay. Aku rela kok, ini semua demi kamu. Kurang apa aku ay? Sampe kamu kaya gini sama aku. Kalo kamu bosen, kalo kamu capek sama aku, lebih baik kita putus aja. Jangan kayak gini, lebih baik blak blakan aja, aku lebih suka itu ay. Terima kasih atas semuanya ay, aku pamit." aku pun pergi menuju kelas, dan tak sadar air mataku jatuh.

------

Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang