Badai Pasti Berlalu (1)

114 3 0
                                    

'Aku ingin berlayar denganMu,
Meraih mimpi bersama cintamu.
Namun Badai datang di saat kita berlayar bersama.
Dan Kurasa, Ini adalah bagian indah rencana Tuhan !"

Sabtu, Pukul 08.45.

Pagi ini Anisa terbangun dengan mata sembab, entah tidur jam berapa semalam. Sepertinya ia lelah karna air mata tak surut jua.

Fikirannya masih melayang pada bayangan Azam dan Dira.
Hatinya masih sangat kecewa dan belum bisa menerima.

"Kenapa harus Nadira, Zam? Dia Adik Sahabat Baikku." Lirihnya

_____________________
Annisa Pov

' huuhhffhh
Aku menarik nafas dan membuangnya, berharap sedikit lega. Fikirku,

Aku bergegas membersihkan diri, mengingat hari ini akan mengunjungi Bunda.
Ponsel pun Aku abaikan meskipun sudah beberapa kali berbunyi .
Aku tahu siapa yang menelpon, nomor yang Ku namai ' Calon Imam'. Dan dengan nada dering spesial.

Aku masih belum ingin mendengar pembelaan apapun darinya.

****
' tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu kamarku, dan Aku yakin itu Dimas.
Yaa, Dia datang menjemput tentunya.

"Masuk, engga di Kunci." Sahutku

"Astaga !! Yakin ini kamar perawan ?" Tanya Dimas heran, melihat kamarku berantakkan.
Dan Aku masih rebahan di tempat tidur.

Aku tidak menjawab, hanya melirik sekilas. Lalu kembali menatap langit-langit kamar.

"Lu udah sarapan ?" Tanya dimas sambil merapikan tissue yang berserakan di lantai.

Jangan tanya ulah siapa !

"Belum." Jawabku ketus.

"Terus, itu perut laper gak? " Tanyanya lagi.

"Laper, sih. Tapi males masak !" Jawabku datar.

Dimas tersenyum lalu menghampiriku.

"Hati boleh sakit, tapi jangan siksa perut." Ucapnya perhatian.
Habis ini, Gua masakin mie rebus buat lu makan." Lanjutnya.

Aku mengangguk pelan.

Dimas berlalu membawa sampah tissue ke dapur. Di lanjutkan memasak mie rebus.

Kamar kost ku 2 petak, 1 petak (5x5m) untuk dapur dan kamar mandi.
1 petaknya lagi (6x6) untuk kamar tidur+ruang tamu.
Cukup leluasa untuk diri sendiri.

10 menit kemudian Dimas telah selesai membuat mie rebus.
Dan kami sarapan bersama.

****
*Toko Buku Bu Rahma _ Pukul 11.00*

Dimas memarkir mobil agak jauh dari toko Bunda.

"Dimas, kenapa gak parkir di tempat biasa ?
Ini kejauhan. Kaki Gue lemes !" Aku mengeluh.

"Nanti Gua gendong." Jawabnya datar tanpa melirik ke arahku.

"Kayak Kuat aja." Aku meledeknya.

"Jangan ngeremehin Gua." Dimas keluar dari mobil dan langsung menggendongku.

"Enteng banget sih badan Lu." Ucapnya.

"Kalo Gua gendut, ntar lu gak ada kesempatan buat gendong gua." Ledekku membuat Dimas tersenyum.

Entahlah, dengan Dimas aku menjadi diri sendiri. Aku sedikit lupa dengan kesedihan yg terjadi kemarin.

'Dimas, mungkinkah ?' Batinku.

Cinta Terakhir AnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang