Ikhlas

136 8 0
                                    

' Maaf, karna Aku masih lancang mencintainya.
Aku masih butuh waktu !
Jika bersedia, tunggu lah sesaat, '
_________

' Plakk

Pak Jimi begitu marah, sampai tidak sadar menampar Anisa, anaknya.
Kemarahannya terlihat jelas, saat rahangnya mengeras dan pipi merah padam menahan sesak.

Rasa sakit hatinya begitu dalam, atas perlakuan keluarga Azam.

"Tidak usah lagi membela laki-laki brengsek itu, putuskan hubunganmu dengan Dia." Pak Jimi begitu marah, nafasnya terengah-engah, menahan amarah yang memuncak.

"Bapak tidak sudi, punya menantu seperti Dia. Apalagi berbesan dengan keluarganya." Ucap Pak Jimi Marah.

"A-ada apa Pak ? Ica salah apa ?" Dengan ragu Anisa bertanya, pipinya terasa panas, hatinya pedih.

Anisa baru saja sampai rumah kost dengan Dimas, setelah bertemu Azam.

"Pak, sabar . Kita bicara di dalam saja, tidak enak di lihat orang." Dimas menengahi,

Kini Pak Jimi duduk berhadapan dengan Anisa, dan Dimas.

"Tidak ada orangtua yang rela anaknya di rendahkan." Ucap Pak Jimi sendu, matanya mulai berair.

Anisa hanya mematung, hal yang berkaitan dengan Azam sungguh membuat sesak dadanya.

"Tenang, Pak. Bicarakan baik-baik, Anisa pasti mengerti." Dimas mencoba menengahi,

"Pak, maaf atas kesalahan Ica. Maaf, karna hubungan Ica dan Azam, Bapak merasa terhina." Sesal Anisa,

"Tolong jangan berhubungan lagi dengannya." Tegas Pak Jimi, mengusap air mata yang hampir menetes,

Anisa menangis, menyesali pilihannya selama 3 tahun ini.

"Pak, Ica sekarang dengan Dimas. Sudah tidak ada hubungan lagi dengan Azam." Dimas menimpali,

Anisa menoleh ke arah Dimas dengan tatapan sendu.
Sedangkan Pak Jimi merasa lega.

"Maaf, kan. Bapak hanya tidak terima keluarganya menyebutmu parasit, Ca ." Sesal Pak Bandi,

Anisa hanya menangis, lalu memeluk Bapaknya. Begitu sesak hatinya, hanya karena cintanya terhadap Azam.

Setelah suasana membaik, Pak Jimi memutuskan pulang.
Tingal lah Dimas dan Anisa yang masih terisak dalam diam.

"Sudah, Nis. Aku bersamamu !" Kalimat Dimas, membuat tangis Anisa pecah.

"Menikah lah denganku Dimas !" Anisa berhambur memeluk Dimas, membuat Dimas tersenyum tipis.

"Aku akan menikah denganmu, ketika kamu sudah siap hidup denganku sebagai kekasih. Bukan sebagai pelampiasan karena Azam." Jelas Dimas, membalas pelukan Anisa.

"Jangan menangis lagi, ya !
Air mata Kamu terlalu berharga, kalo cuma buat menangisi Azam." Lanjut Dimas,

"Dim,"

"Emmh."

"Sebenarnya, Aku. . " Ucap Anisa terpotong,

"Kenapa ?" Tanya Dimas memandangi gadisnya lekat

"Aku. . Aku juga suka Kamu lebih dari teman ! " Ucap Anisa ragu,

"Tapi, rasa suka itu hadir saat Aku masih dengan Azam. Aku kehilangan Kamu, saat bersama Azam." Lanjutnya gugup.

Sudut bibir Dimas kini tersimpul senyum bahagia, ternyata cintanya terbalas, meskipun dengan cara seperti ini.

Cup !

Cinta Terakhir AnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang