Jungwoo melamun, di depan sarapan paginya dan di depan ayah dan ibunya, mengabaikan sarapan serta orang tuanya. Ibu dan ayahnya saling bertatapan, merasa khawatir akan sikap Jungwoo yang tidak biasanya itu. Sang ibu beranjak, duduk di samping putranya lalu menepuk dengan perlahan bahu itu. Jungwoo tersentak.
"Sayang, ada apa?" Tanya lembut ibunya.
Jungwoo tersenyum dipaksakan. "A-aku..." Bibir merekahnya tiba-tiba bergetar, kelu dan air mata mulai terbendung.
Sungguh Jungwoo mati-matian menahan tangisnya.
"Oh sayang, ada apa?" Ibunya menangkup wajah manisnya, menatapnya sangat khawatir.
"Ibu..."
Air matanya turun, bibirnya melengkung dan terbuka menjeritkan apa yang ia sesali. Sang ibu segera memeluknya, mengusap sayang punggung bergetar putra semata wayangnya itu.
Pagi ini mereka terlambat sarapan karena Jungwoo menangis cukup lama, menunggu Jungwoo mau sarapan dan menceritakan apa yang terjadi sehingga ia menangis untuk kedua kalinya. Mereka sebagai orang tua tentu tak ingin putra mereka mendapat hal yang buruk di Sekolah, mereka tak ingin Jungwoo menyembunyikan masalahnya di Sekolah.
"Mau bercerita pada ibu dan ayah?" Ibunya tersenyum, bertanya dengan lembut pada putranya yang lembut.
Memeriksa wajah rupawan sang putra yang ternodai oleh lebam di sudut pipinya, Ibunya meringis. "Siapa yang berani memukul putra ibu yang tampan ini?" Ibunya bergerak mengecup lebam itu. "Putra ibu kuatkan? Tak apa hanya satu luka?" Tanyanya sembari menatap Jungwoo.
Jungwoo menatap sang ibu, mengangguk dan tersenyum kecil. "I-ibu," Panggil Jungwoo dan disahuti oleh gumaman sang ibu, menanti apa yang akan dikatakan oleh putranya. "A-aku tidak tahu apa salahku, me-mereka membenciku." Adunya dan kembali memancing air matanya turun.
Sang ibu segera menenangkannya, mengusap air matanya lalu mengecup sayang bibir bergetarnya. "Mereka membencimu?" Tanya ibunya.
Jungwoo lagi mengangguk. Ayahnya menyahuti, "Nak, jangan biarkan kebencian mereka menguasaimu, pukul mereka, hina balik mereka!" Dengan menggebu-gebu sang ayah memberitahu.
Sang ibu memelototi suaminya itu, mengancamnya lewat sorotan mata. Suaminya memalingkan wajahnya, tak mau melihat wajah istrinya yang mengancam dengan manis.
Jungwoo terkekeh geli, sedikit terhibur dengan kedua orang tuanya. Mereka menoleh pada putra mereka, tersenyum mengetahui putranya terhibur. "Aku laki-laki, kau benar ayah!" Katanya bersemangat.
Ayahnya mengepalkan tinjunya di udara, memberi semangat dan merasa bangga pada putranya. "Nah itu baru anak ayah! harus semangat!"
"Sekarang mari kita sarapan dan berangkat sekolah, kita sudah terlambat." Ibu mengetuk lengannya seolah di sana ada sebuah jam yang melingkar.
Jungwoo mengangguk, tersenyum seperti biasa lalu mulai menyentuh sarapannya. Namun disela sarapannya ia kembali murung, ia tidak benar-benar melakukan itu, ia hanya tak ingin kedua orang tuanya khawatir. Ia tak bisa melakukan itu, terutama pada Lucas, bahkan menunjukan wajah menentangnya ia tak bisa dan tak akan pernah bisa, ia pikir.
.
.
.
Jungwoo terkejut ketika dirinya baru saja akan naik mobil sang ayah untuk pergi ke Sekolah, Jaehyun mengajaknya untuk berangkat bersama. Ia menatap sang ayah, bertanya apa ia boleh pergi dengan si tetangga itu. Sang ayah mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil, bersedekap dada dan meneliti Jaehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Jungwoo Cry [LUWOO/CASWOO]
FanfictionJungwoo terlalu cengeng sehingga menarik perhatian Lucas dan fetish-nya. [!]WARN : Typo(s), BoyxBoy, Boyslove, BL, Homo, Gay, Yaoi, explicit, bullying, submissive Jungwoo! Mengandung pelecehan dan bully terhadap baby uwu! Bijaklah dalam membaca! Sta...