RASA

123 23 0
                                    

Pernyataan Bella malam itu menohokku. Meski aku sama sekali tak mengerti apa maksud Bella, tapi mendengar ternyata aku membuat Saka mengingat sesuatu yang tak ingin diingatnya tak ayal membuatku terdiam. Aku meminta Bella menjelaskannya semalam, tapi ia menolak keras. Setelah mengatakan itu Bella langsung kembali ke dalam mobil dan pergi begitu saja, meninggalkanku dengan sejuta tanya.

Reihan hanya bisa melongo, tak mengerti situasinya, semalam aku langsung menyuruhnya pulang segera setelah Bella pergi.

Pikiran ini tak pernah bisa lepas dari kepalaku selama seminggu ini. Saka tak kunjung muncul sejak ia keluar dari rumahnya. Aku tak pernah mendengar kabarnya kalau bukan dari Tante Eli yang rajin kukunjungi di tokonya. Saka yang pindah dari rumahnya sendiri rupanya tak membuat Tante Eli khawatir, karena ia tahu di mana Saka tinggal, tapi yang membuatku terkejut adalah ternyata Saka tidak pindah ke rumah Tante Eli.

Aku juga tak berani menghubungi Saka lebih dulu. Takut akan apa yang aku ingin tanyakan padanya. Jika benar melihatku membawa memori buruknya—meski aku tak tahu karena apa—maka aku tak mau mendengarnya langsung dari Saka. Jika Saka mengamini fakta itu, maka sama saja artinya akulah orang yang paling menyakitinya selama ini.

Satu hal yang bisa kupastikan adalah, pembicaraan Saka dengan Ayah di rumah waktu itu, pastilah berhubungan dengan kecelakaan ini. Saka saat itu bilang ia kesulitan melihatku tanpa mengingat sebuah kejadian. Sekarang aku tahu apa yang ia maksud. Pastilah kecelakaan itu yang selalu muncul di benaknya setiap kali melihat aku. Tapi kemudian Ayah bilang agar Saka jangan merasa bersalah. Untuk apa? Kenapa Saka tak usah merasa bersalah?

Waktu itu Saka terang-terangan menolak bicara tentang ini. Apa ia berusaha menjaga perasaanku? Atau semata-mata ia ingin menjaga perasaannya sendiri? Mungkin baginya itu adalah kisah yang paling sulit untuk ia sampaikan.

Demi apapun aku ingin sekali bertemu Saka. Selain karena aku ingin memastikan hal ini, juga karena sudah dua bulan lebih aku tak melihatnya. Sesuatu terasa kosong di dalam diriku ketika sosoknya terus saja menghilang di sekitarku. Sepertinya kehadian Saka terlalu kuat untuk aku lupakan.

“Ta! Jangan bengong! Lo ke stand sana! Ngapain sih masih duduk di sini?” Gani—anak jurusan ilmu sejarah—mendorong bahuku pelan.

Aku megusap wajahku, melempar senyum padanya dan bangkit. Aku berjalan seraya mengenakan almamaterku. EXPO kampus kali ini seperti biasa di adakan di taman di tengah-tengah kompleks kampus. Kampus ramai dengan anak-anak SMA yang membanjiri area EXPO, sibuk berjalan dari satu stand ke stand lain untuk bertanya perihal kuliah. Aku masuk ke stand fakultasku dan duduk di salah satu kursi. Risa sejak tadi sedang memegang megafon dan berteriak-teriak menarik pengunjung. Di sebelahnya Reihan bertugas sebagai penarik perhatian 'hidup' yang ampuh membuat anak-anak SMA terutama cewek untuk mampir ke stand kami.

Aku membalas lambaian Risa ketika ia melihatku duduk di kursiku. Di sebelahku ada Angga yang sedang menjelaskan sesuatu entah apa kepada segerombol anak cewek SMA di depannya. Aku tak mau nimbrung, kepalaku sedang pusing sejak pagi. Lagipula sepertinya anak-anak SMA di depan Angga ini sama sekali tak tertarik dengan kehadiranku. Aku hanya menatap kosong ke arah orang-orang yang lalu lalang di depanku sambil menumpukan kepalaku di tangan.

Dari ujung mata kulihat sosok yang selama ini kucari sedang diseret oleh seorang cowok yang mengenakan almamater dan nametag sepertiku.

Saka.

Cowok yang sepertinya temannya itu mencengkram Saka di kerah depan kaos hitamnya yang dibalut jaket denim. Saka tampak pasrah diseret seperti itu hingga temannya itu menyuruh Saka berdiri di depan stand fakultasnya.

Aku mengangkat kepalaku demi melihat Saka dengan jelas. Sepertinya cowok itu bukan panitia tapi dipaksa untuk membantu temannya menjaga stand. Aku tak berkedip menatap Saka yang selama dua bulan lebih ini tak pernah kulihat sekali pun. Ia tampak sehat dan terurus meski rambutnya sudah agak gondrong. Mungkin ia lupa mencukurnya.

Malam&Kamu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang