Cerita serupa dalam POV Erina bisa kalian cek di Dwrite9 dengan judul yang sama. Selamat membaca!
"Ketika senja menjadi alasan terindah untuk tetap bersama menjalin cinta, maka setelah senja menjadi malam, semua akan berakhir dengan luka yang dalam."
***
Mini cooper hitam parkir elegan. Warna-warni para undanga mulai memadati lobi hotel tempat resepsi. Erina seolah terpaku, mungkin melamun.
Entah apa yang sedang dipikirkan Erina, matanya hanya tertuju pada satu arah, dalam diam tanpa sepatah kata. Aku keluar lebih dulu, membukakan pintu. Ia sedikit kaget.
Entah kenapa menatap wajahnya membuatku terpana. Gaun putih gading itu menyatu dengan suasana. Tanpa kusadar tanganku seolah bergerak sendiri, mencoba meraih jemarinya yang lentik.
Wajah Erina memerah, menatapku. Kami tepat berada dalam posisi drama. Wow, berasa jadi dilan 2019. Plak, aku menampar hayalan itu kuat-kuat.
"Turun, Rin. Ngelamun aja, ntar kesambet."
"Dilan!?"
"Kodok! Cepetan," tangannya meraih tanganku lembut.
Kami berjalan beriringan menuju ballroom. Setelan jas dan dasi Black Metal dengan badanku yang atletis nampak begitu serasi, menambah kesan mewah dan maco. Juga Erina, ia nampak sangat cantik.
Setiap mata lantas memandang dengan takjub seolah kami adalah pasangan pengantin kedua yang lantas menjadi bahagia. Gadis-gadis teriak histeris, menatap kearahku. Kuperhatikan Erina menatap ke belakang. Boyband manggung. Wajah kepedeanku luntur seketika.
"Rin."
"Apaan?"
"Romantis ya."
"Kodok!"
"Ish, gua cuma mau bilang."
"Apa?"
"Gua lupa sikat gigi."
Erina melebarkan matanya. Menatapku dengan raut taubatan nasuha. "Astaghfirullah," sambil menggeleng menunduk.
"Pantesan di mobil baunya gak enak. Kirain bau kentut gua doang," kini mataku yang melebar kearahnya. Erina cepat menutup mulutnya. Ups!
Awalnya kami terasa nyaman dengan suasana yang seolah mendukung kami untuk selalu bersama, tapi semua berubah saat negara api menyerang, eh! Ralat, brubah saat seorang wanita yang tak kalah cantik dari Erina menyapaku. Mantan.
Serangan mantan menusuk jantungku. Mengobrak abrik album lama di otakku. Yunia kembali hadir, ia lebih cantik dari yang dulu. Aku menatap Erina, matanya menyelidiki. Kepo nih orang.
Yunia, saat melihat matanya, lantas aku kembali teringat masa lalu.
[Flashback on]
Aku berada pada nuansa sebuah ruangan, mengenakan gamis putih dan imamah serta tasbih yang masih melingkar di tanganku. Ada seorang wanita duduk bersanding di atas sofa bersamaku, ia nampak tengah hamil muda.
Dua-tiga orang tiba-tiba masuk dengan menodongkan senjata, wanita itu ketakutan. Kami mengangkat tangan. Mereka menyuruh kami berdiri.
"Tolong jangan sakiti kami, kami akan berikan ... " Belum selesai bicara, seseorang memukulku dengan tongkat bisbol dari belakang. Aku terjatuh dan nampak tak sadarkan diri. Orang-orang menyaksikan. Mata mereka menyala-nyala layaknya lampu sorot yang menerpaku. Penasaran.
Wanita itu menjerit histeris, sangat ketakutan. Ia berteriak ke arahku, tapi orang bersenjata itu memaksanya agar tetap berdiri. Jika tidak, pasti dia sudah akan memelukku beserta air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Hati (Selesai)
Short StoryErina yang humoris bersanding dengan Win si muka tembok yang hidupnya tanpa disadari sangat dramatis. Mereka dipertemukan dalam satu ruang hati. Mereka sama-sama pernah terluka akibat cinta yang gagal. Lalu perasaan di antara keduanya kembali muncul...