Topeng Ultraman

89 19 4
                                    

Seolah Yunia muncul secara gaib di depanku yang bersama Erina saat sedang mesra-mesranya.

Demit!

Erina segera melepaskan pelukan, matanya menyala tersentak oleh sosok wanita cantik berjaket ungu. Ia seolah menjelma menjadi seorang pelakor yang baru tertangkap basah.

"Win ... " Yunia memelas, suaranya terdengar lembut dan halus luluhkan hati.

Aku diam. Erina melirik wajahku yang berubah masam.

"Kamu kok sama dia ... " Lanjutnya.

Erina segera menunduk, menghempas pandangan ke segala arah bagai tertusuk oleh kalimat wanita itu. Aku masih diam, menatapnya tajam.

Tiba-tiba mata Yunia berkaca-kaca, pipi putih-mulusnya segera basah.

"Kamu gak tau kan, Win ... Aku hamil anak kamu."

Buset! Demi Plankton yang tak pernah menyerah mencuri resep Krabit Patty, fitnah! Gue gak pernah tidur sama dia.

Seketika itu juga Erina berdiri, menatapku layaknya bajingan kelas kakap, goreng, tiriskan, taburi sambal balado ... Buang!

Plak!

Erina menamparku dengan kencang. Matanya ikut berkaca-kaca dibalut raut wajah kecewa bertumpuk-tumpuk, lalu pergi sambil menyeka air matanya.

Aku menghela napas panjang, menahan rasa perih di pipi sambil melirik Erina yang cepat menghilang dari pandangan.

"Mau lo apa sih?" Teriakku memecah suasana taman sambil berdiri dengan gagahnya.

Yunia terkaget-kaget. Sampai kakek di kursi roda berhenti tertawa, anak-anak berwajah ceria juga berhenti main lompat tai, sampai nenek salto yang terhenti di udara, semua mata tertuju pada kami.

Hening.

"Tapi, Win. Aku lakuin itu semua karena aku cinta sama kamu, aku masih sayang sama kamu. Aku gak mau kehilangan kamu, Win."

"Kehilangan? Kamu yang ninggalin aku, terus milih dia yang udah nyakitin kamu, kamu bilang kehilangan!" Jelasku sambil menggeleng.

"A, aku minta maaf, Win. Aku bener-bener dah egois waktu itu. Tapi please! Win, aku mau kita balikan. Daripada kamu sama si cewe jalang itu ... "

Plak.

Kurang keras ...

PLAK!

Yunia mengelus pipinya.

"Ka, kamu tega nampar aku, Win ... " Wajahnya tampak tak percaya.

"Cukup! Kamu boleh hina aku, tapi jangan sampai kamu hina dia di depan aku. Dan ingat! Kita udah selesai ... Sekarang biarin aku pergi dan tolong kamu jagan kembali!"

Mungkin setelah ini dia akan merelakan, meski rasanya sakit. Tapi sikap tidak rela pada hal yang tak semestinya hanya akan menimbulkan sakit yang baru, yakni sesak akibat tak dapat bersama.

Aku beranjak pergi, bergegas mencari Erina hingga sampai di tepi jalan, sialnya dia sudah menghilang.

***

Klik!

Tuuut ... Tuuut ...

["Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau sedang tidak ingin bicara dengan buaya darat seperti anda. Segeralah menyingkir dari kehidupannya."]

"Asem ... Operator taik!" Aku melempar ponsel itu dengan kasar ke atas kasur sembari berjalan menuju balkon.

Di langit sana, ada purnama yang begitu indah. Bersinar terang pada gelap, lalu sebagian hitamnya tumpah di ruang hatiku yang tak berbintang. Hampa.

Partner Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang