DEFINISI NOVEL DAN FIKSI [Bagian satu]

314 11 0
                                    

Sebagai genre sastra termuda, novel ternyata telah banyak menarik perhatian dan minat banyak kalangan. Dan tentu saja, pertanyaan seputar apa yang dimaksud dengan novel mengundang berbagai pandangan karena ia tidak saja sulit dijawab, juga problematis untuk didekati. Kesulitan itu muncul sebagai akibat dari beberapa faktor. Dari perspektif historis, novel memiliki garis perkembangan yang membentang ke dalam pemberian definisi kepada unsur-unsur yang membentuk istilah sekaligus menjadi ciri pembeda novel.

Sebagaimana kita pahami, novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Sebuah novel bisa saja memuat tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa nyata, tetapi pemuat tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai bumbu belaka dan mereka dimasukkan dalam rangkaian cerita yang bersifat rekaan atau dengan detail rekaan. Walau peristiwa dan tokoh-tokohnya bersifat rekaan, mereka memiliki kemiripan dengan kehidupan sebenarnya. Mereka merupakan "cerminan kehidupan nyata". Apa yang dimaksud dengan kemiripan ini telah lama menjadikan bahan perdebatan di kalangan pemerhati sastra, dan ia memang pantas diperdebatkan karena masalah kemiripan ini sangat bervariasi antara satu novel dengan novel yang lain. Terlepas dari silang pendapat tersebut, kemiripan dengan kehidupan nyata sudah menjadi ciri pembeda (distinctive featrure) novel dari karya-karya sastra lainnya, seperti dari roman atau hikayat.

Dengan kata lain, novel merupakan bentuk pengungkapan dengan cara langsung, tanpa meter atau rima dan tanpa irama yang teratur. Novel tidak terbentuk begitu saja, dalam novel bisa dijumpai elemen-elemen puitis ataupun mencantumkan puisi di dalamnya. Sekalipun terlalu tergesa-gesa jika kita berasumsi bahwa bahasa yang digunakan di dalam novel adalah bahasa sehari-hari, atau bahasa yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan nonfiksi, kita sejauh tertentu bisa mengatakan bahwa bahasa novel memungkinkan kita membacanya tanpa kesulitan berarti, utamanya jika dibandingkan dengan bahasa puisi yang secara ketat diatur oleh konvensi-konvensi puitisnya. Kenyataan ini juga memiliki andil yang cukup besar dalam mendekatkan novel dengan "dunia yang sebenarnya".

Novel bersifat naratif, artinya ia lebih bersifat "bercerita" dari pada "memperagakan". Ciri yang satu ini membedakan novel dari drama, yang penceritanya lebih banyak mengandalkan peragaan dan dialog. Tentu saja membuat penggambaran-penggambaran yang sangat dramatis, nyaris tampak seperti keadaan yang sesungguhnya sehingga pembaca bisa lupa bahwa apa yang kita saksikan tentang tokoh dan latar tidak disuguhkan secara langsung (seperti dalam teater atau bioskop), tetapi melalui bantuan teknik cerita atau narasi tertentu.

Penggambaran atau penceritaan itu sedemikian rupa sehingga kita bisa menvisualisasikan apa yang tengah diceritakan dan ini sering menjadi penentu keberhasilan suatu cerita. Tentu saja apa yang kita saksikan adalah apa yang disoroti penulis. Sementara, jika cerita itu difilmkan, masing-masing penonton akan bisa memilih bagian mana yang ingin mereka perhatikan. Jadi, dalam novel pembaca melihat semua yang disuguhkan oleh pengarang.

Selain itu, novel memiliki apa yang disebut dengan tokoh, perilaku, dan plot. Dengan kata lain novel melibatkan sejumlah orang yang melakukan sesuatu dalam suatu konteks total yang diatur atau dirangkai dalam urutan logis: kronologis, sebab-akibat, dan sebagainya. Dan dalam sebagian novel yang ada, hubungan antara ketiga elemen ini begitu lekat sehingga tercipta suatu kesatuan harmonis. Sebuah puisi tidak memiliki tokoh atau perilaku atau lebih-lebih plot. Sementara, di dalam novel jarang sekali kita jumpai novel yang tidak memiliki salah satu dari ketiga unsur ini. Kalau toh misalnya ada, maka akan diperdebatkan keberadaannya, apakah bisa disebut sebagai novel atau tidak. Selain itu, novel dibedakan dari karya-karya pendahulunya dengan suatu kenyataan bahwa plot-plot novel tidak diambil dari sumber-sumber tradisional.

Dan terkahir, novel mempunyai ukuran panjang tertentu. Sebuah puisi sebagai contoh, bisa hanya terdiri dari dua baris saja, atau sampai ribuan bait. Akan tetapi, sebaliknya kita akan merasa kurang pas kalau menyebut cerita yang panjangnya hanya antara empat puluh sampai lima puluh halaman sebagai novel. Tentu permasalahannya bukan terletak dari panjang pendeknya suatu karya. Masalahnya adalah bahwa sebuah novel harus melibatkan penggalia suatu permasalahan manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga mengharuskan adanya perlakuan cukup rumit.

MENGANALISIS NOVEL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang