UJARAN DAN DIALOG

31 1 0
                                    

Di zaman yang serba modern ini, kita yang masih hidup tergolong orang-orang yang beruntung karena kita hidup di zaman yang menyediakan berbagai alat rekaman. Dengan demikian, kita bisa mengkahi percakapan moral, yang tidak dibuat-buat, yang tidak bisa dilakukan nenek moyang kita. Kita bisa mengetahui bahwa tidak seorangpun berbicara seperti orang berbicra di dalam novel. Transkripsi interview mana pun akan menujukkan kepada kita sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang kita baca dalam novel. Namun demikian, pada saat kita membaca novel, dialog yang ada di dalamnya tampak sangat realistis. Mengapa demikian?

Jawabannya adalah karena novelis mengikuti konvensi-konvensi representasi ujaran dan dialog yang sangat kita kenali sehingga kita tidak sadar akan konvensionalitas apa pun. Sama seperti kita tidak sadar bahwa kita mengikuti konvensi yang mengatur anggukan dan gelengan kepala untuk menyatakan "ya" atau "tidak", sampai kita melakukan perjalanan ke New York atau Perancis di mana konvensi ini justru terbalik. Orang-orang dalam novel cenderung berbicara dalam kalimat lengkap, dengan sedikit indikasi keraguan, kesalahan gramatikal, dan sebagainya.

Novelis harus mengungkapkan gagasannya secara eksklusif dengan kata, yang sebenarnya dalam percakapan sehari-hari kita menyampaikannya dengan kata, nada suara, keraguan, ekspresi muka, geraka tubuh, dan dengan cara lain. Belajar tentang bagaimana melakukan sesuatu tidak dapat dilakukan dalam satu malam, dan kita bisa memerhatikan perbedaan besar dalam cara penulisan dialog novel klasik dengan era berikutnya.

Di dalam novel kita menemukan frasa "katanya" dan "jawabnya" di dalam percakapan secara terus menerus. Kehadiran narato seperti bisa terasa menganggu. Namun dalam penulisan lain, dialog sudah disajikan dalam bentuk moder. Narator bisa hadir atau tetap sembunyi. Bila perlu tokoh dibiarkan berbicara sendiri tanpa interupsi dari orang lain. Hal ini tentu saja meningkatkan efektivitas efek dramatik pada penceritaan dan penggambaran yang melibatkan dialog. Kita bisa lebih merasa tengah menyaksikan percakapan yang sedang berlangsung dari pada sedang diberi tahu sedang menunjukkan apa yang kita baca. Namun penggunaan frasa dibutuhkan jika ada hal yang perlu dijelaskan setelah dialog, seperti gerakan tubuh, perubahan raut wajah, dan sebagainya.

MENGANALISIS NOVEL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang