4.

658 104 9
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepulang dari wahana air, Sehun memutuskan untuk membawa Irene menginap di rumahnya karena kekhawatirannya yang begitu besar. Bahkan selama mengemudi ke stasiun, pemuda itu terus saja memalingkan pandangannya kepada Irene, memastikan bahwa tidak ada terjadi sesuatu pada wanitanya.

Irene mungkin tengah menutup matanya saking lelahnya, tetapi dia bisa merasakan pergerakan Sehun yang sedari tadi gelisah di kursi kemudinya. Dia juga tahu bahwa Sehun terus mencuri lirikan ke arahnya—membuat Irene menjadi gemas.

"Kalau kau tidak memperhatikan jalan, kau bisa mencelakai kita berdua, Sehun-a,"

Sehun melirik mendengar Irene berbicara dengan mata yang tertutup. Pria itu kemudian tertawa gugup. Kekhawatirannya hampir membuatnya hilang akal.

"Habisnya kau cantik sekali sih," goda Sehun untuk menenangkan suasana hatinya. Tetapi itu tak banyak memberikan ketenangan. "Berikan tanganmu." pintanya.

Irene membuka matanya, dengan bingung menyodorkan tangan kanannya pada Sehun yang langsung diterima pria itu, sedangkan tangan sebelah Sehun memegang stir.

Sehun mengecup permukaan kulit putih nan halus punggung tangan Irene dan terus menggemgamnya erat. Cara seperti ini ternyata mampu menenangkan gundah di hatinya—mengetahui bahwa kini dia memegang tangan Irene maka tidak akan terjadi apa-apa pada wanita tercintanya.

"Aku akan menjaga laju kecepatan mobilnya. Kau tidurlah," Sehun berkata dengan lembut. Irene kembali tersenyum kemudian membuat dirinya nyaman di kursi dan memejamkan matanya kembali, dengan tangannya yang masih dinggemgam oleh kekasihnya.

Nyatanya Sehun tidak setenang itu. Dia masih penasaran setengah mati dan juga takut di saat yang sama. Ingin rasanya bertemu kembali dengan pria itu tapi tidak tahu cara memanggilnya.

Sampai Sehun melihat kantor pos yang masih buka pada malam hari dan memutuskan untuk menepikan mobilnya. Seketika sebuah ide muncul di dalam otak cerdasnya.

"Tunggu di sini sebentar. Aku akan mengirimkan telegram dulu."

Irene hanya mengangguk patuh.



***


Jungkook mengerang kesal semenjak dirinya sampai di rumah sahabatnya. Yang benar saja, Sehun mengirimkan telegram pukul 11 malam ketika ia baru siap belajar untuk ujian kuliah mendatang. Dan Jungkook merutuk Sehun yang malam-malam seperti ini menyuruhnya datang ke rumahnya dengan alasan darurat untuk melakukan sesuatu sesuai instruksi Sehun.

Dengan mata setengah terbuka, pria berkacamata itu berjalan seperti zombie menuju ruang kerja Sehun sambil membawa satu telegram yang tidak boleh dibuka.

"Ah dasar Sehun, ada-ada saja si kunyuk itu," racau Jungkook sambil menyelipkan telegram itu di album foto Ibu Sehun yang disimpannya di rak buku. Tinggal satu hal lagi yang harus Jungkook lakukan sebelum dirinya bisa pulang dan kembali tidur di ranjang empuk kosnya.

Will You Be There?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang