6.

658 100 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



1987


Sehun terbangun dari tidurnya dan langsung diserang sakit kepala yang teramat akibat alkohol yang dikonsumsinya kemarin malam. Ia mencoba bangun dari lantai dingin, tempatnya terlelap semalaman. Kepalanya sakit, begitu pun dengan tubuhnya yang terasa remuk. Sehun benar-benar bangun dalam keadaan buruk pagi ini.

Tapi tidak ada yang lebih menyakitkan, selain hatinya yang masih patah. Sehun merindukan Irene, sangat merindukan Irene. Apalagi ketika mengingat apa yang telah dia perbuat terakhir kali mereka bertemu.

Sehun berjalan tertatih menuju pintu depan, ia terlihat seperti sudah tidak ada semangat untuk melanjutkan hidup lagi. Kiranya, duduk di teras di depan rumah sambil merokok akan lebih baik daripada harus berdiam diri di dalam rumah yang penuh dengan kenangan Irene di dalam situ.

Pria berkulit pucat itu membawa sebatang rokok yang telah dibakarnya keluar rumah. Lalu kedua sipit Sehun tak sengaja melihat sebuah buku yang diletakkan di bawah depan pintu rumahnya.

Diambilnya buku itu dari bawah sambil menghisap rokoknya. Tangan kirinya memegang buku itu di tempat, sedang tangan kanannya bergerak membuka halaman per halaman buku yang ternyata adalah sebuah scrapbook itu.

Sehun merosot ke bawah, bersender di dinding depan rumahnya sembari terus memperhatikan foto-foto yang tertempel di semua halaman buku itu. Itu adalah foto-foto kenangannya bersama Irene. Dipandanginya sendu foto Irene yang tengah tersenyum cantik. Betapa rindunya Sehun ingin memeluk wanita tercintanya.

Sesuatu yang berasal dari selipan buku itu jatuh ke bawah, mengalihkan atensi Sehun. Secarik kertas yang jatuh tadi ia ambil, lalu dibukanya perlahan. Sebuah tulisan tangan yang begitu familiar tertulis di atas kertas itu.


Sehun,

Aku akan menunggumu sekali lagi untuk yang terakhir kalinya
Bukankah kita pernah berjanji untuk tidak saling melepaskan?
Karena itu, jangan datang terlambat

Irene


Kepala Sehun tertunduk, bahunya bergetar hebat setelah membaca isi dari kertas itu. Otaknya terus berpikir—haruskah dia datang pada Irene dan meminta maaf jika perlu berlutut di kakinya, lalu memohon pada Irene untuk kembali padanya. Betapa Sehun sangat ingin melakukan hal itu, tetapi pemikiran tentang Dokter Oh terus menghambat keinginannya.

Mereka sudah membuat sebuah kesepakatan. Dan Sehun tahu, bahwa dia harus mempertanggung jawabkan semua janji dan perkataannya. Tetapi dia juga berpikir, bagaimana harus melanjutkan sisa hidup tanpa Irene di sisinya.

Bolehkah untuk sekali saja, Sehun bersikap egois?



Will You Be There?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang