2017
Tak terasa dua puluh tahun sudah berlalu, semenjak Naeun setuju untuk memberikan hak asuh Yerim kepada Sehun dan membiarkan putri mereka untuk dibesarkan di Korea—tempat dimana kedua orangtuanya lahir. Dan Naeun masih tinggal di Amerika untuk pekerjaannya, dan tak jarang ia pulang ke Seoul untuk sekedar mengunjungi putrinya yang tinggal bersama Sehun.
Kehadiran Yerim seperti sebuah mukjizat untuk kehidupan Sehun. Bayi kecil yang kini sudah beranjak dewasa itu mengisi kehidupan sebatang karanya dengan penuh kebahagiaan. Sehun sangat menyayangi Yerimnya, bahkan dia akan menukarkan nyawanya sekali pun itu untuk menyelamatkan putrinya. Seperti yang dilakukan Dokter Oh dahulu, yang rela melepaskan Irene untuk selamanya demi menyelematkan Yerim.
Sekarang Sehun tahu rasanya seperti apa memiliki dan menyayangi seorang putri. Itu adalah sebuah perasaan yang sangat hebat menurutnya. Tapi walaupun begitu, tak pernah sedetik pun ia melupakan cintanya untuk Irene. Wanitanya itu akan tetap menjadi wanita satu-satunya di hidup Sehun. Dan ia tidak bisa membayangkan, melewati hidup tanpa Irene, jika Yerim tidak ada di sini untuk membantunya melewati ini semua.
Sore ini Sehun baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Pria tua itu berjalan pulang dengan pakaian biasa dengan balutan jaket jeans favoritnya—yang membuat orang-orang tidak sadar bahwa Sehun adalah seorang pria yang sudah mengabdikan hidupnya menjadi seorang dokter selama lebih dari 30 tahun.
Bahu kanannya sebagai tempat untuk menggantungkan tas kerjanya. Dan tangan kirinya memegang sebuah amplop besar berisi CT scan miliknya. Setelah berbincang-bincang dengan Dokter Wu—rekannya yang merupakan seorang dokter paru-paru—entah kenapa kepalanya terus saja memikirkan perbincangan mereka tadi.
Langkah Sehun terhenti di depan sebuah toko elektronik yang tengah tutup. Pria tua itu menatap pantulan bayanganya di kaca toko tersebut. Wajah yang ia lihat sekarang, adalah wajah yang sama yang pernah ia temui tiga puluh tahun yang lalu.
Sehun tersenyum miring pada pantulannya sendiri. "Pandai sekali kau menyembunyikan penyakitmu dariku. Dasar pak tua."
***
Sehun dan Yerim duduk di atas sofa di ruang tengah rumah mereka, dengan televisi yang memutarkan sebuah film aksi yang membuat tergiur untuk ditonton. Ketiga gadis itu tidak lagi mendengar suara Ayahnya yang beberapa menit yang lalu masih bersorak-sorak bersama menonton film itu, ia menoleh. Ternyata Ayahnya yang sudah tua itu tengah tertidur dengan selimut yang semakin naik menutupi seluruh tubuhnya.
"Ayah? Ayah," panggil Yerim.
Sehun membuka kedua matanya lalu tersenyum lemah melihat wajah putrinya. Yerim yang melihat Ayahnya bangun langsung ikut tersenyum.
"Apa sebaiknya kita tidur saja?" tanya gadis itu.
"Tidak. Ayah masih belum mengantuk."
Tentu saja Sehun berbohong, ini adalah hari terakhir Yerim berada di rumah sebelum putri satu-satunya itu harus kembali ke asrama kampusnya besok. Sehun hanya ingin menghabiskan lebih lama waktunya bersama putrinya, walaupun ada rasa sakit menjalar di bagian dadanya.
Yerim lagi-lagi hanya tersenyum lalu membenarkan posisi selimut Ayahnya.
"Yerim, maaf jika Ayah adalah Ayah yang ceroboh,"
"Jangan berkata seperti itu. Aku yang terlalu keras kepala pada Ayah."
Sehun tertawa singkat. "Tidak. Ayah sangat senang kau yang menjadi anak Ayah."
"Aku juga. Aku senang Ayah yang menjadi Ayahku."
Pria tua itu tersenyum haru lalu membawa tangannya untuk mengusap wajah perempuan yang paling berharga baginya di dunia ini.
"Ayah.." Yerim memanggil, lalu menggemgam tangan Ayahnya yang tadi mengusap wajahnya.
"Hm?"
"Kalau aku ingin bertemu seseorang yang tidak bisa aku temui, aku harus melakukan apa?"
Kedua mata Sehun berair ketika mendengar pertanyaan Yerim. Pertanyaan yang sama yang dahulu selalu ia tanyakan kepada dirinya sendiri setiap malam. Irene—betapa sampai detik ini Sehun masih belum bisa melupakan wanita tercintanya. Apa yang sedang Irene lakukan di luar sana?
"Pikirkan tentang waktu bahagia kalian bersama. Kenangan paling bahagia bersama orang tersebut. Kenangan itu akan membuatmu hidup."
Sehun mengusap sekali lagi wajah cantik Yerim sebelum membenarkan posisi duduknya lebih tegap seolah-seolah dia kembali menonton film di depan mereka yang sedari tadi terabaikan, padahal nyatanya Sehun hanya tidak ingin Yerim melihatnya bersedih.
Tapi gadis berumur 20 tahun itu menyadarinya. Ia segera bangkit dari sofa dan duduk bersimpuh di bawah lantai di depan Ayahnya. "Ayah? Ayah kenapa menangis?"
Sehun menggelengkan kepala dan mencoba tersenyum. "Ayah tidak menangis, sayang."
Yerim kemudian menggemgam kedua tangan Ayahnya lebih erat dan menyenderkan kepalanya pada kedua lutut pria itu. Sehun tak bisa lagi menahan air matanya untuk keluar. Ia mencium sayang kepala Yerim, menyadari bahwa hanya sebentar lagi waktu yang akan ia habiskan bersama putri tercintanya itu di dunia ini.
'Irene, Sayangku, Cintaku. Maafkan aku. Maafkan aku yang tidak sempat untuk mencarimu, bahkan di sisa waktuku yang hampir habis. Tapi cinta ini sampai sekarang tak pernah berkurang sedikit pun untukmu. Kau tetaplah wanita yang aku cintai sampai aku mati. Dan aku yakin, di kehidupan selanjutnya, Tuhan akan mempertemukan kita kembali dan menyatukan kita berdua untuk selamanya.'
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You Be There?
FanfictionKematian orang yang dicintainya membuat Oh Sehun memutuskan untuk hidup menyendiri sepanjang hidupnya. Tetapi, sebuah keajaiban muncul dan Sehun diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang yang dicintainya sekali lagi. *** Jika kau bisa kembali ke...