5.

629 103 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



1987

2 bulan kemudian...


"Paspormu sudah kau siapkan? Kopermu? Peralatan mandimu?"

"Bae-a—"

"Jam berapa kau akan ke sini dari Busan? Atau mau kujemput saja?"

"Tidak, tidak usah. Kita ketemu di bandara Gimpo saja,"

"Aa~ Kau merindukanku ya?"

"Tentu saja. Sudah dua bulan lebih tidak bertemu denganmu. Tentu saja aku sangat rindu padamu."

"Manisnya. Hanya tinggal 9 jam 20 menit lagi, lalu kita bisa berdua saja selama tiga hari. Kau bersabarlah,"

"Irene,"

"Ya?"

"Hati-hati di jalan ya,"

"Siap! Sampai jumpa nanti yaa, Sehun-a,"

Sehun menelan ludahnya kasar. Perasaan takut itu kembali membuncah lagi ketika mendengar suara manis Irene menyebutkan namanya dan mengatakan sampai jumpa. Peluh mulai bercucuran di kening Sehun dan tangannya bergemetar memegang gagang telepon rumah sakit yang saat ini menempel di telinga kanannya.

"Sehun-a?" Suara Irene terdengar lagi memanggilnya.

"Iya. Sampai jumpa nanti."

Sehun meletakkan gagang telpon kembali ke tempatnya dengan pikiran yang kacau. Ia mencoba menepis semua pemikiran buruk tentang Irene dan terus meyakini dirinya sendiri bahwa Irene-nya akan baik-baik saja.

Pria pucat itu menghela napas. Dia kemudian beranjak untuk melanjutkan tugasnya sebelum seorang perawat di bagian resepsionis memanggil namanya.

"Dokter Oh, anda dipanggil Dokter Choi ke ruangannya,"

Sehun menganggukkan kepalanya sekali lalu berjalan menuju ruangan dokter seniornya itu. Sesampainya di sana, Dokter Choi sudah menunggu Sehun sambil duduk di depan mejanya dan membaca-baca rekam medis pasien-pasiennya.

"Ah, Sehun. Kau datang. Maaf mengganggumu. Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."

"Tentang apa, Dokter Choi?"

"Melihat dari catatan medis yang kubaca, kurasa aku akan sangat butuh bantuanmu untuk menjadi asistenku untuk operasi pasien kita."

Mata Sehun terbelalak kaget. Untung saja Dokter Choi tidak melihatnya. "Jika saya boleh bertanya, kapan operasi akan dilaksanakan, Dokter?" tanya pria itu.

"Besok. Ada tiga pasien yang membutuhkan penanganan secepat mungkin."

Kedua tungkai Sehun melemas. Ingin rasanya menolak tapi dirinya sungguh tidak sopan menolak tugas yang diberikan dokter seniornya itu. Bayangan raut wajah kecewa Irene terlintas di pikirannya—membuat Sehun semakin merasa bersalah pada wanitanya itu.

Will You Be There?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang