Happy reading..
Hope you like it!***
Ingin selalu dekat, berdalih atas nama persahabatan, padahal sebenarnya punya perasaan lebih dari sahabat.
***
Bel berakhirnya jam pelajaran terakhir berbunyi suara musik Maju Tak Gentar yang terdengar ke seluruh penjuru sekolah. Bu Rani mengakhiri kegiatan mengajarnya di kelas sebelas AP-4.
"Minggu depan disiapkan powerpoint materi Perjalanan Dinas ya," kata bu Rani.
"Baik bu," jawab semua siswi serempak.
"Ok cukup untuk hari ini, sampai jumpa minggu depan anak-anak, wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh," lanjut bu Rani kemudian berdiri dari tempat duduknya.
"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. See you and thank you, mom," balas semua siswi serempak bak regu paduan suara.
Setelah bu Rani keluar dari kelas, semua siswi yang tadinya duduk perkelompok yang sudah dibagikan kembali ke mejanya masing-masing. Suara gaduh pun terdengar dari kelas itu. Mereka membereskan meja dan mengemasi buku-buku.
"Ayo yang piket kembalikan buku paket ke perpus ya," kata Santi, ketua kelas.
Setiap siswa yang piket pada hari itu memang mendapat tugas untuk meminjam dan mengembalikan buku paket, ataupun memanggil guru yang terlambat masuk kelas dan meminta tugas kepada guru piket jika ada guru yang tidak masuk. Itu dilakukan secara bergantian.
"Zahra mau datang ke latihan rutin paskib?" tanya Rizna yang melihat Zahra mengeluarkan seragam lapangan ekskul paskibra dari tasnya.
"Iya dong, kan latihan pertama kali setelah liburan. Lagian ada perkenalan sama adik-adik calon ekskul Paskibra. Kelas sebelas wajib datang," jawab Zahra.
"Oh gitu. Nggak potong rambut, Ra? Itu rambut kamu udah sedikit lebih panjang lho." Rizna mengambil penggaris dan mengukur rambut bagian bawah telinga Zahra. "Udah lima senti di bawah telinga," lanjut Rizna nyengir.
"Rizna kurang kerjaan banget ngukur rambut Zahra pakai penggaris." Anna yang duduk di depan mereka menimpali. Dia tertawa melihat tingkah dua sahabatnya itu.
"Ya nggak apa-apa dong, baru juga lima senti. Lagian kan udah jadi senior," kata Zahra tersenyum mengibaskan rambutnya yang tidak panjang.
"Senior harus kasih contoh yang baik dong. Ya kan, An?" tanya Rizna.
Anna mengangguk setuju.
"Jadi ingat dulu waktu kelas sepuluh, setiap hari kamis tiba-tiba kelas jadi salon dadakan anak-anak Paskib." Rizna tertawa diikuti Zahra dan Anna.
Hari kamis semua ekskul mengadakan latihan rutin. Saat kelas sepuluh adalah masa dimana adik kelas sedang nurut-nurutnya sama senior. Setelah pelajaran berakhir, seperti yang dikatakan Rizna dulu kelasnya mendadak menjadi salon dadakan anak-anak Paskib. Mereka akan saling mengecek rambut masing-masing. Jika sudah panjang lebih dari tiga senti di bawah telinga, maka mereka akan saling membantu untuk memotong rambut sebelum ketahuan kakak kelas paskib. Saat kelas sebelas pemandangan salon dadakan itu tidak terlihat lagi.
"Kamu juga mau datang ke Rohis, An?" tanya Rizna.
"Iya, Na." Anna mengangguk
Bukan hanya Zahra dan Anna yang mengganti seragam sekolahnya dengan seragam ekskul, tapi siswi lain juga ikut berganti seragam ekskulnya masing-masing, ada yang Pramuka, PKS, dan PMR. Pemandangan itu selalu terjadi di kelas Rizna setiap hari Kamis. Karena kelas Rizna semuanya perempuan, mereka tidak perlu ganti pakaian di ruang ganti. Rizna kadang merasa iri karena tidak mengikuti ekskul, walaupun bukan hanya dia yang golput dari ekskul. Tapi Rizna bersyukur dia masih diizinkan untuk ikut OSIS.

KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Penantian
Novela JuvenilRizna adalah sosok gadis ceria, kuat, cerdas, dan memiliki prinsip hidup. Dia dipertemukan dengan kakak kelas dua belas di sekolahnya yang merupakan teman sekelas sahabat Rizna sedari kecil. Namun siapa sangka kalau cinta pertamanya itu adalah oran...