Happy reading..
Hope you like it!***
Tegas bukan berarti keras.
Bukankah rumus ingin dihargai adalah
hargai orang lain terlebih dahulu?
***Slawi, Juli 2010
Pagi yang cerah menyambut datangnya tahun ajaran baru. Seperti biasa gadis dengan nama Rizna Suile Shadi berangkat ke sekolah dengan sepeda kesayangannya. Awal masuk tahun ajaran baru ia harus sampai di sekolah lebih pagi dari teman-temannya yang lain. Karena hari ini ia akan menjalankan tugasnya sebagai panitia MOS. Sesampainya di sekolah Rizna meletakkan sepedanya di tempat parkir yang berada di belakang aula. Kakinya menurunkan standar sepeda, kemudian Rizna melanjutkan langkahnya menuju ke ruang OSIS.
Rizna meletakkan tas ranselnya di atas meja ruang sekretariat OSIS, matanya mengamati seluruh penjuru ruangan, raut wajahnya tampak bingung, Rizna melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Dilihatnya hanya ada satu tas slempang milik Aldo, pengurus OSIS yang lain.
"Masih sepi," gumamnya sambil membuka resleting tasnya kemudian mengeluarkan selembar kertas surat dispensasi.
Rizna keluar dari ruangan itu untuk menuju ke kelasnya, ia hendak menaruh surat dispensasi ke meja guru yang berada di kelas. Dalam perjalanan ia mendumel karena ulah teman-teman organisasinya.
"Pada kemana sih anak OSIS, udah jam segini belum pada datang. Awas aja nanti kalau sampai ada yang datang barengan sama peserta MOS, aku kasih ganjaran." Wajahnya memberengut menahan kesal.
Akhirnya Rizna sudah berada di depan pintu kelasnya. Tangannya terulur untuk membuka pintu, setelah pintu terbuka matanya menjelajah ke ruang kelasnya. Ia terkejut menemukan Zahra yang sedang tertidur dengan kepala berada di atas tangannya yang terlipat. Rizna berjalan mendekati Zahra. Meja itu adalah meja Rizna bersama Zahra. Letaknya tepat berada di barisan kedua depan meja guru dan berada di samping jendela.
"Ra, bangun." Rizna duduk disamping Zahra, ia sedikit mengibaskan rambutnya yang sebahu, kemudian meletakkan tangannya di bahu Zahra dan menggoyangkannya untuk membangunkan Zahra. Zahra yang sedang terlelap seketika terkesiap karena sentuhan dibahunya.
"Ah, kakak... kamu menghancurkan mimipiku yang sedang bertemu dengan Lee Min Ho." Gumam Zahra yang sedang menguap sambil meregangkan otot-otot tangannya.
Mendengar itu Rizna memutar bola matanya muak, "Zahra Alika Pertiwi, kalau nguap ditutup dong mulutnya! Lagian mana mau oppa Lee Min Ho datang ke mimpi kamu."
"Ih... kakak mah gitu." Kata Zahra sambil menggembungkan pipinya.
"Apaan sih Ra, nggak usah panggil kakak gitu sih, geli aku." Ucapnya sambil mengedikkan bahu.
"Hehehe kan sekarang udah jadi kakak kelas, kamu juga anak OSIS pasti nanti adik-adik gemas pada panggil kamu kakak." Ucapnya sambil membuka botol minum kemudian menenggak isinya sampai tersisa setengah botol.
"Lebay kamu Ra. Aku kesini mau naruh surat dispensasi." Katanya menyerahkan surat dispensasi kepada Zahra untuk tidak mengikuti pelajaran selama tiga hari kegiatan MOS.
Zahra menerimanya dan langsung melebarkan matanya, "What? Tiga hari? Enak banget nggak ikut pelajaran selama tiga hari." Katanya dengan bibir yang mengerucut.
"Ya iyalah dodol. MOS kan emang tiga hari." Ucapnya sambil memutar bola matanya karena respon Zahra.
"Oh iya ya." Katanya nyengir sampai terlihat deretan giginya. Terlihat dua gigi depan Zahra yang tampak seperti gigi kelinci, mirip dengan Maudy Ayunda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Penantian
Fiksi RemajaRizna adalah sosok gadis ceria, kuat, cerdas, dan memiliki prinsip hidup. Dia dipertemukan dengan kakak kelas dua belas di sekolahnya yang merupakan teman sekelas sahabat Rizna sedari kecil. Namun siapa sangka kalau cinta pertamanya itu adalah oran...