Sembilan

112 2 1
                                        

Happy reading..
Hope you like it!

***

"No, aku nggak akan buat kamu nunggu, because i will always be back for you."

***

Minggu sore di stasiun Tegal sangat ramai, apa lagi stasiun ini berada tepat di depan alun-alun. Tidak hanya calon penumpang kereta yang datang, tapi juga warga yang menghabiskan waktu sore mereka dan banyaknya penjual makanan di pinggir jalan.  Rizna bersama Mami Kiana mengantar Rifky ke stasiun. Ya, sore ini Rifky akan berangkat ke Purwokerto.

Setelah memarkirkan mobil mereka bertiga berjalan menuju ruang tunggu. Rizna mengamati sekeliling, kursi di ruang tunggu sudah tak ada yang tersisa, penumpang di stasiun ini memang kebanyakan anak seumurannya. Ada yang diantar orang tuanya, bahkan ada yang datang sendirian. Mungkin mereka seperti Rifky yang merantau untuk melanjutkan pendidikan.

"Mami sudah hubungi papa kamu untuk jemput saat kamu sudah sampai. Kamu hati-hati, jaga kesehatan," ucap Mami sembari memeluk Rifky.

"Iya, Mami juga, jangan kecapekan." Rifky mengusap punggung wanita yang melahirkannya itu dan mencium puncak kepalanya, kemudian mengurai pelukan mereka.

Sementara rizna terpaku menyaksikan perpisahan ibu dan anak itu dengan tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Rizna tidak tahu pasti bagaimana rasanya terpisah dari orang tua, apalagi ia tidak pernah sekalipun berada jauh dari orang tuanya. Melihat Rifky yang seperti ini mengingatkannya bahwa cowok ini sudah jauh dari sang ayah sejak kecil. Mungkin rasanya sangat sesak, sampai lupa caranya bernapas. Bagaimanapun remaja seperti dirinya lebih baik tumbuh didekat orang tuanya dengan kasih sayang yang berlimpah.

"Hei cantik." Rifky mencolek hidung Rizna, menyadarkan keterpakuannya hingga secara refleks mengerjapkan matanya sampai setetes air mata keluar, hanya setetes. Ya Tuhan, bagaimanapun tetap saja Rizna merasa sedih sahabatnya kecilnya akan pergi. Mereka sudah terbiasa bersama.

"Ah, maaf aku jadi mellow gini," ucap Rizna mengelap air matanya tadi dengan ujung lengan sweeternya.

Rifky mengembuskan napas berat dan berkata, "it's ok,  aku juga sedih, but i will be back soon, after this semester." Rifky mengusap puncak kepala Rizna. Hal yang biasa ia lakukan sejak kecil untuk menenangkan sahabatnya.

Rizna membalasnya dengan senyuman kecil. "Ok, i'm still waiting for you."

"No, aku nggak akan buat kamu nunggu, because i will always be back for you," ucap Rifky mengerling. Sebelah tangannya meraih bahu Rizna kemudian menepuk punggung Rizna pelan saat gadis itu sudah berada di pelukannya.

Pengumuman keberangkatan kereta terdengar di seantero stasiun saat Rifky melepas pelukannya. Kemudian Rizna beralih ke samping Mami Kiana serta memeluk lengan wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.

"Sering-sering main ke rumah ya nemenin Mami, biar Mami nggak kesepian." Pesan Rifky kepada Rizna yang hanya dibalas dengan anggukan gadis itu.

Rifky memeluk Mami sekali lagi, setelah itu berbalik menuju petugas yang mengecek tiket dan kartu identitas. Sebelum benar-benar masuk pintu keberangkatan, ia menoleh dan melambaikan tangan disertai senyuman kepada dua wanita yang sangat dicintainya.

Untuk sekali lagi Rizna menatap punggung yang semakin menjauh yang sudah memberinya ketenangan dan kebahagiaan.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akhir Penantian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang