Bab1

30 6 0
                                    

Setiap harinya aku terus mengalami kejadian aneh, perasaan-perasaan yang terus menghampirku saat aku diam dan saat berbicara, rasa gelisah, tidak nyaman, takut, semuanya aku rasakan. Sampai akhirnya aku merasa benar-benar lelah dengan segala ejekan juga tuduhan yang diberikan guru serta teman-temanku.

Ibu guru Eli menelfon ibuku, aku tau aku sudah keterlaluan membuat teman-temanku takut karna terus berteriak di kelas

"Hallo selamat siang ibu Yati, saya Eli wali kelas Ananda,"

" iya ada apa bu?" tanya ibuku penasaran.

" akhir-akhir ini anak ibu sering murung, menangis sendiri kata teman-teman dikelasnya, ananda juga sering terika-teriak tidak jelas, Padahal tidak ada yang Menggangunya" jelas guru Eli.

"tapi dirumah kami tidak memiliki masalah bu, memang ananda sering menangis dirumah, saat aku tanya ia tidak mau menjawab" ibuku menitikan air mata, ia tau sebenarnya apa yang terjadi tapi tidak mungkin ibuku memberi tau guruku.

"oh seperti itu, baiklah tapi sebaiknya saran kami ibu jemput ananda disekolah karna teman-temannya menjadi takut, dan pelajaran akan terganggu"

"baiklah sebentar lagi saya kesekolah" ibuku mematikan ponselnya.

"kau mendengarkan ibumu sampai sedih karna sikapmu yang seperti itu, sekarang kembali ke kelas dan kemasi alat tulismu" aku menunduk dan keluar dari kantor, tatapan-tatapan tajam dari guru lainnya di kantor seperti menusuk pungungku.

Sampai dikelas aku mendapatkan tatapan tajam lagi, teman yang duduk denganku pun berpindah, sekarang aku duduk sendiri dipojok kelas, aku sangat pusing dan akhirnya,
"AAAAAAAAA" aku berteriak, bayang-bayang kekelaman, kekerasan, dendam, berputar-putar di kepalaku, aku tidak tahan dengan semuanya belum lagi perasaan-perasaan aneh yang terus saja muncul dibenakku.

"Ananda.. Ananda, ini ibu sayang, sadar nak" aku menggeleng-geleng mencoba tidak menatap matanya, ibu memelukku yang masih menangis sesegukan.

"Hallo, mah kerumah yati sekarang ya, ini penting!" ibu menggendongku menaiki ke atas motor.
"peluk ibu ya sayang, kuat-kuat ya"

Hanya sesegukan yang tertinggal saat aku sampai dirumah, aku melihat mobil berwarna biru. Ibu menggenggam tanganku memasuki rumah.

Nenek tua sedang duduk disofa depan tv. Kenapa mirip dengan ibu wajahnya, mata biru langitnya, bibir agak tebal dan alisnya, aku diam menunggu ibuku menjelaskan.

"itu nenekmu sayang" kata ibuku dengan senyum yang sangat manisnya, aku tidak tau jika masih memiliki nenek karna seingatku belum pernah bertemu dengannya.

" Hai Ananda, cucu nenek sudah besar ya sekarang" nenek memegang pipiku menatap mataku dalam, aku merasa nenek menelusuri seluruh pikiran ku, perasaanku mengatakan nenek tau segalanya, apa yang terjadi denganku.
Tetapi aku tidak bisa melihat kedalam mata nenek, seperti aku melihat kemata teman-temanku lainnya.

"Apa kau mengalami hal aneh sayang?" aku diam lama sekali sampai akhirnya aku mengangguk dan nenek tersenyum.

Di halaman belakang kami duduk diayunan, nenek menggenggam tanganku yang kecil.

"mata siapa yang pertama kali kau lihat?"

"mata anak kecil jalanan nek"

"bagaimana dia?"

"aku menatap matanya dan aku melihat ia mengalami kejadian yang membuat aku menangis, ia ditinggal ibunya dan ayahnya, anak itu di pukul disuruh mencari uang nek, jahat sekali kan ayahnya" nenek mengkerutkan kening.

"lalu disekolah aku merasa jika teman yang duduk denganku itu hanya mau memanfaatkan aku, dia gak tulus berteman, dan banyak lagi perasaan aneh" aku menghapus air yang ada dipipi, menengok nenek yang terus menatap kedepan. Nenek tak kunjung berbicara ia hanya menatap hamparan rumput didepannya, aku bingung dan ikut diam.

Transparent VisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang