Besok libur tapi sudah di pastikan aku tidak akan kemana-mana seperti hari libur lainnya, pergi pun pasti ditemani ibu, padahal dulu aku selalu ke pantai dengan Ara dan Chaca, bahkan sekarang mereka seperti menjauhiku, aku tidak tau apa salahnya, apa mungkin karna aku gak main lagi sama mereka, apa mungkin mereka nanti nyeritain aku.
Aku menghela napas panjang, sabtu sore masih saja di atas kasur dengan selimut yang membelit tubuhku.
Ibu belum juga menjelaskan kepadaku kenapa aku tidak boleh keluar rumah, akupun sudah malas bertanya karna cuman di jawab "nanti kamu tau," setelah itu aku diam dan kembali ke kamar lagi, yaa seperti itulah.
Aku mencoba keluar rumah, ibu sepertinya sedang mengantarkan jahitan. Pas benar saat aku membuka pintu Ara dan Chaca lewat, aku segera memanggil mereka.
"Ara Chaca" aku berteriak dan berlari kegerbang, tapi aku hanya berdiri di belakang gerbang mereka berhenti dan nampak ragu untuk mendekatiku, akhirnya Ara menarik tangan Chaca.
"kalian kenapa gak pernah ke rumah aku lagi?"
"eemm maaf ya ananda bukannya gak mau tapi..." tiba -tiba chaca menarik tangan Ara dan berlari dengan kencang seperti habis melihat hantu, aku bingung kenapa mereka berlari, aku berbalik menunduk sedih mungkin mereka tidak mau berteman denganku lagi.
"ibu" aku terkejut karna melihat ibu duduk di depan tv, seingatku tadi tidak ada.
"ibu dari mana?"
"dari kamar sayang, kamu dari mana " aku diam dan menunjuk ke arah teras, ibu mengangguk melanjutkan nonton drama favoritnya. Seperti biasa aku kembali lagi ke kamar dan aku putuskan untuk tidur samapi besok pagi.
🌑🌑🌑🌑
Tek tek tek
Sayup-sayup aku mendengar ada yang mengetok jendala kamarku, aku ketakutan dan bersembunyi di balik lemari, suaranya makin keras aku berjalan pelan membuka jendela.
"Ara Chaca!" aku terkejut karna melihat mereka di depan pada saat pukul 10 malam.
"kenapa"
"ayo keluar," aku diam berpikir
"ayok"
kami duduk di taman komplek menghadap bulan purnama dan bintang-bintang yang sangat indah.
"kamu kenapa?" Ara menoleh di ikuti chaca.
"aku gak di bolehin main sama ibu, aku juga gak boleh keluar rumah, karna mataku" pasti mereka bingung, ada apa dengan mataku
"aku gak tau mataku kenapa tapi yang aku tau aku kayak punya kekuatan" aku tau ini terdengar konyol dan akhirnya Ara dan Chaca tertawa .
"aahh benar kah, apa mata kau bisa mengeluarkan laser"
"oh oh aku tau pasti kau dapat memindahkan barang" lalu mereka tertawa lagi. Aku menatap Chaca dan tertawa juga akhirnya mereka diam." aku tau, tadi siang kau membantu memutikan tangkai cabe untuk jualan dan karna matamu gatal kau menguceknya, akhirnya kau nangis iya kan" Chaca terbengong.
"bagaimana kau tau, Chaca nangis teriak-teriak ingusnya astaga, gak berenti-berenti aku ketawa sampai sakit perut, pinter emang dia" aku tertawa juga, chaca memukul lengan Ara.
"kau pasti disuruh beli makanan ayam tapi kau beli ikan, iyakan" aku dan Chaca tertawa terbahak-bahak"eh iya, aku tu dengernya beli ayam, tau gak pas emak aku pulang kan aku bilang gini "mak gak ada ayam abis jadi aku beli ikan" emak ku kaget, terus ketawaa. "ra mamak tuh nyuruh beli makanan ayam bukan ayam, ra ra apalah yang kamu pikirin sampai salah beli" jadi ayam ku gak makan" tentu saja setelah itu kami tertawa sampai sakit perut.
" bagaimana kau tau, kan kau gak pernah keluar rumah?"
" itulah yang aku bilang ke kalian tadi, akupun tak tau karna apa" aku mengangkat bahu tidak tau. Tapi sepertinya Ara dan Chaca tidak tertarik mereka lebih tertarik bercerita dengan suara yang agak keras dan kadang berbisik padahal tak satupun orang disini kecuali kami bertiga.
"eh iya kenapa tadi lari" aku menoleh ke Ara dan Chaca, mereka seperti ragu dan takut.
"tadi sore ada ibu kamu, kami takut dan lari"
"Memangnya kenapa"
"ibu kamu yang gak bolehin main sama kamu" segitunya ibu sampai ngelarang Ara dan chaca. Akupun hanya tersenyum menunduk.
"udahlah gak usah di pikirin kan sekarang kita udah bisa kumpul lagi" Ara memelukku di ikuti dengan Chaca
KAMU SEDANG MEMBACA
Transparent Vision
Mystery / ThrillerMatamu mengunci semesta Matamu menenggelamkan segala Matamu menggenapkan arang yang patah Matamu memberi isyarat keabadian Abadi untuk tetap tinggal Tetap mengunci diri di tempat serupa Lewat matamu kutemukan duka Duka yang kau sembunyikan tapi perc...