05 | of ramen shop and y(our) story

353 102 15
                                    

ANGIN malam seolah menggoda, menggelitik tubuhku yang kini sedang memeluk pinggang seorang Hwang Hyunjin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ANGIN malam seolah menggoda, menggelitik tubuhku yang kini sedang memeluk pinggang seorang Hwang Hyunjin. Suara deruman motor milik lelaki itu menjadi melodi yang menyenangkan di telinga, entah bagaimana menambah suasana romantis yang kunikmati seorang diri.

Masa bodoh apakah ia hanya sedang menjadikanku pelarian sementara lantaran masih kesal dengan momen Ryujin-Felix tadi siang atau ia benar-benar ingin mengantarku pulang ke rumah dengan selamat.

Yang pasti, aku jatuh cinta.

"Kamu udah makan belum?" tanya Hyunjin, setengah berteriak agar aku dapat mendengarnya.

"Belum, nanti aja di rumah," jawabku.

"Ngga seru, deh. Makan sama aku dulu, yuk?"

Aku terdiam mendengar tawarannya, yakin sekali kalau pemuda sialan itu hanya ingin melupakan sejenak perasaan cemburunya dengan melampiaskan padaku. Tapi tidak ada alasan untuk berkata tidak. Jadi, aku mengangguk, yang mana sangat bodoh karena Hyunjin pasti tidak dapat melihatnya.

"That cutie little nod means a yes?"

Mataku terbelalak. "Kok tahu aku ngangguk?"

"Spion, sobat."



Ini pertama kalinya aku makan berdua saja dengan laki-laki, sudah punya pacar pula. Kedai ramen tak jauh dari rumahku. Suasananya biasa-biasa saja dan rasa ramennya biasa-biasa saja.

Seperti dugaanku, Hyunjin menghabiskan kurang lebih setengah jam untuk bercerita masalah hubungannya dengan Ryujin, yang mana seharusnya tidak ia lakukan di hadapanku, karena hal itu semakin membuatku berharap agar mereka cepat berpisah.

"Maaf, ya, aku cerewet," tutup Hyunjin sembari mengusap tengkuknya, kuduga merasa bersalah karena sudah menyeretku ke masalah pribadinya. "Aku yang traktir deh kali ini."

"Ngga apa-apa," sahutku. "Kali ini? Berarti ada lain kali?"

Hyunjin menatapku dengan segaris cengiran. "Boleh. Kamu yang traktir, ya. Kamu juga boleh curhat soal apa pun kayak aku tadi."

"Kamu ngga akan suka ceritaku," ucapku, agak serius. Aku membalas cengirannya, tidak ingin merusak suasana.

Pujaan hatiku tidak membalas. Ia masih menatapku, tapi cengirannya sudah hilang entah sejak kapan. Tatapannya dalam dan membuatku ingin bergantung hanya kepadanya, selamanya.

"Hwang Yeji," panggilnya pelan.

"Ya?"

"Aku masih belum mengerti. Pertemuan pertama kita, aku masih ingat jelas," Hyunjin menghela nafas panjang. "Kenapa kamu ngelakuin itu?"



Kami tiba di ujung gang rumahku; sengaja agar ibuku tidak cerewet bertanya soal siapa pemuda tampan yang mengantarku pulang.

"Makasih, Hyunjin," ucapku tulus seraya mengembalikan helm pada si pemuda jangkung. Helm itu seharusnya milik Shin Ryujin, oknum utama yang membuatku cemburu setengah mati setahun belakangan ini.

"Yup!" Hyunjin menerimanya.

Pemuda itu tersenyum jenaka seperti biasa, tapi aku masih dapat melihat segurat kebingungan pada sorot matanya. Tadi aku tidak menjawab pertanyaannya dan malah mengalihkan topik, tentu saja, karena aku bahkan tidak tahu jawabannya. Terlalu sulit untuk dijelaskan. Hyunjin mungkin tidak akan pernah mengerti.

"Kamu hafal jalan pulang, kan?" tanyaku memastikan.

"Kamu ngeremehin aku?" Hyunjin balik bertanya, tertawa kecil.

Aku tersenyum, memperhatikan sang pangeran sekolah menyalakan mesin motor dan bergerak menjauh dari tempatku berdiri. Hyunjin pergi, entah pulang ke rumah atau mampir ke tempat Ryujin atau ke gedung bimbingan belajar.

Yang pasti, ia pergi tanpa sempat menoleh kembali ke arahku.

Yang pasti, ia pergi tanpa sempat menoleh kembali ke arahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FALLEN PETALSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang