07 : Game

23.7K 4.8K 818
                                    

Tas Louis Vuitton-Malle Monogram seharga 5,200 USD, dipadukan dengan jeans Levi's women, ditambah atasan floral dari designer ternama asal Itali, membuat Soha terlihat seperti manusia mewah. Bahkan kaca mata hitam yang gadis itu pakai cukup untuk membiayai kebutuhan makan Sehun selama 2 bulan. Belum lagi jam dan kalung berlian yang melingkar di lehernya. Untung dia hidup di Korea, jika di Negara lain mungkin Soha sudah dijadikan sasaran empuk para pencopet.

Baru kali ini Sehun merasa terbanting saat berjalan di samping wanita. Dari gaya berbusana, berjalan, dan melihat ke suatu objek, terlihat jelas bahwa Soha bukan orang biasa yang bisa ditemui dengan mudah.

Dia terlalu luar biasa. Aura yang Soha pancarkan menunjukkan siapa dia sebenarnya.

'Dan kau mengajak orang ini naik motor, Hun?' Sehun berdecak. Ia menyesal menjual mobilnya untuk membeli apartemen.

Sehun sebenarnya tidak terlalu kaya. Dulu waktu di German, Sehun melakukan pekerjaan paruh waktu untuk uang kuliahnya, karena dia sering masuk di dua kampus sekaligus. Untung wajahnya terlihat seperti orang kaya, jadi saat Sehun berjalan dengan Soha, orang-orang memaklumi kalau Sehun menaklukkan Soha dengan wajahnya.

Padahal nyatanya ... Jangankan takluk, Soha melihatnya seperti kuman. Sehun yakin peluang Soha menjadi perawan tua sangat besar. Dia terlalu independen.

"Dimana mobilmu?" tanya Soha saat mereka sampai di basement. Tadi pagi gadis itu datang ke apartemennya untuk menepati janji.

7 kali pertemuan yang dia anggap sebagai balasan dari hutang budi. Sedangkan Sehun menganggap 7 kali itu adalah kesempatannya untuk memikat Soha, karena bagaimana pun proposal yang dibuat Ayahnya harus dijalankan.

"Aku tidak punya mobil." Sehun berjalan ke arah motornya, lalu memberikan sebuah helm khusus yang ia beli untuk Soha. "Kali ini aku janji akan hati-hati."

"Are you kidding me, Dude?"

"Aku serius. Tidak ada mobil, Im Soha."

"Mau aku belikan?" Soha bersedekap dada. "Katakan mobil apa yang kau mau. BMW, LEXUS, atau Lamborghini?"

Oke, gadis ini lebih mengesalkan dari yang ia duga.

"Kau kira aku gigolo?" Sehun menyerahkan kembali helmnya, "Ayo, cepat pakai."

"Aku tidak mau."

"Soha-ssi."

Sehun tidak tahu bagaimana cara menghadapi wanita apalagi sekelas Im Soha. Hanya saya tidak mau naik motor, terdengar sangat matrealistis.

"Aku tahu kau berpikir buruk tentangku. Dengar Tuan Sehun yang terhormat, kau tahu kemarin aku muntah sehabis menaiki motor sialan ini---"

"Namanya Oben."

Soha memutar bola matanya, telunjuknya menuding ke arah Oben. "Baik, Oben. Kenapa tidak sekalian kau menamai motor jelek ini Toben?"

"Toben? Terdengar seperti anjing hitam jelek di Instagram. Dan aku sarankan kau cepat naik, aku janji tidak akan ngebut. Kali ini kau aman."

Sehun menarik tangan Soha mendekat ke arahnya. Dengan paksa Sehun memakaikan gadis itu helm, lalu mendorongnya untuk duduk di belakang.

"HEI! PAKAI MOBILKU SAJA. AKU TIDAK MAU."

"Jangan cerewet." Dari balik helm, Sehun tersenyum saat Soha berhasil duduk di belakangnya. "Pegangan yang erat."

"Berani sekali kau melakukan ini pada Presdir Queena."

Sehun tidak menjawab. Ia menuntun tangan Soha agar melingkar di perutnya. Tapi bukannya memeluk perutnya erat, Soha malah mencubitnya

"Aww!! Kau gadis bar-bar!!!" Cubitan Soha benar-benar sakit.

The Proposal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang