28 : The Fact

24.2K 5.5K 3.7K
                                    

Ini panjang banget. 2,5k. Komen yang banyak ya, jangan lupa divote. Aku sedih kalau kalian sider:")

Semakin tinggi antusiasnya semakin kenceng update-nya. Enjoy! No sider-siser klub lagi, oke!😘

***

           Hari semakin petang, hawa sejuk berangin pun berubah menjadi dingin hingga kulit Soha tergelitik, dan beberapa kali dia bersin. Setelah turun dari bukit, kondisi Soha semakin drop. Mual di perutnya bertambah parah  dan kepalanya berdenyut nyeri. Sehun yang berada tak jauh dari Soha terlihat sibuk menelpon sambil marah-marah tidak jelas. Soha yang tidak tahu apa yang terjadi, hanya diam di tempat sembari menggosok-gosok punggung tangannya yang dingin.

Lima menit kemudian, suara rintik hujan mulai terdengar hingga membuat decakan lirih keluar dari bibir Soha. Sehun masih sibuk menelpon, bahkan kini pria itu berjalan menjauh, agar suaranya teredam oleh angin. Soha sangat penasaran. Kenapa Sehun bisa sepanik itu? Siapa yang menelponnya? Tapi karena Soha tahu privasi adalah bagian dari kontrak mereka berdua--meski sudah sekian kali dilanggar, Soha mencoba untuk menghargainya dengan tidak mencoba mencuri dengar.

Soha tahu diri dengan berjalan menjauh dari Sehun. Dia menggosok-gosokkan tangannya, lalu menaruh tangannya di kepala ketika gerimis itu mulai menjatuhkan air hujan dengan volume yang lebih banyak. Setelah menuruni bukit sekitar 5 menit, Soha sampai di mobil sedangkan Sehun masih di atas. Soha mendongak, lalu melambai ketika Sehun terlihat kebingungan mencarinya.

Dari arah mobil Soha melihat Sehun sudah menaruh ponselnya, lalu berlari turun menghampirinya. Nafas pria itu terlihat terputus-putus hingga membuat Soha khawatir.

"Ada masalah?" tanya Soha saat melihat kerutan dalam di dahi Sehun.

"Masuk dulu kita bicarakan di mobil." Sehun membukakannya pintu, sebelum menyusul masuk ke dalam.

"Ada apa Sehun? Kau terlihat panik."

"Ada sedikit masalah," ujarnya lalu memasang seatbelt.

Soha mengikutinya. "Masalah apa?"

"Temanku ingin bunuh diri, aku akan ke tempatnya sekarang."

"Aku ikut?" tanya Soha.

Sehun menggeleng, "Jangan Sayang, ada masalah yang harus aku urus. Nanti di belokan pertama saat sampai di Seoul, aku turunkan di halte, tidak apa-apa? Tapi jangan naik bus, aku akan menyuruh Lee Joon untuk menjemput."

Sehun mencoba untuk mencari kontak Lee Joon tapi Soha melarangnya. "Biar Jae Hyeon saja. Dia akan datang lebih cepat."

"Kau yakin?" tanya Sehun, sembari melirik sekilas ke arah Soha.

"Iya. Temanmu bagaimana keadaannya?"

"Aku tidak tahu. Dia menelpon tadi, katanya berdarah. Aku menyuruhnya ke dokter tapi dia tidak mau." Sehun mencengkram kemudinya, lalu mengusap rambutnya yang terlihat basah. Sehun sepertinya sangat khawatir dengan temannya.

Soha yang tidak tahu kejadiannya memutuskan untuk diam. Dia memeluk dirinya sendiri untuk menghalau udara dingin akibat bajunya yang sedikit basah.

Untuk pertama kalinya Soha merasa semuanya berbeda. Biasanya ketika dia kedinginan atau basah, Sehun akan menjadi pihak pertama yang melakukan sesuatu untuk Soha. Tapi kali ini, pria itu mengabaikannya. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir Sehun. Dia bahkan tidak peduli Soha mencengkram jok mobil gara-gara Sehun mengemudi dengan kecepatan maksimal.

Sepertinya teman Sehun yang terluka adalah orang yang spesial baginya. Karena untuk pertama kalinya Soha melihat Sehun sepanik ini.

"Hati-hati Sehun. Please ..." Soha menggigit bibirnya merasakan air matanya akan menetes karena mual yang menderanya. Kepalanya semakin pusing, dan tubuhnya dingin.

The Proposal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang