Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun mataku enggan untuk menutup jua. Rasa kantuk itu tak kunjung datang meski aku sudah mencoba untuk menghitung domba yang sedang berloncatan di atas sana.
1...2...3...4...5...- Errh.. Entahlah!
Kulirik Viola yang ternyata sudah tertidur dengan pulas, seperti tidak bernyawa.
Malam ini hawanya sedikit berbeda, tidak seperti malam-malam kemarin. Cuacanya sedikit dingin, namun tidak membuat tubuh menggigil. Kulihat langit-langit kamar yang masih putih bersih, tidak bernoda. Aku membuka gadgetku, mencari nama Nazar, yang kebetulan adalah pacarku.
Lumayan, meski tidak banyak membantu, setidaknya ada kegiatan yang bisa aku lakukan. Cukup lama aku saling berbalas pesan dengan Nazar, hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.
"Astaga, gak terasa.." kataku pelan, sedikit terkejut.
Kutaruh gadget di samping kasur. Aku mulai memejamkan mata. Perlahan rasa kantuk itu mulai datang. Rasanya tubuhku semakin ringan dan suara-suara yang sebelumnya terdengar samar mulai teredam. Aku tertidur, terlelap dan tak mengingat apapun.
*****
"Brina!"
"BRINAA! SABRINA!"
Aku terkesiap saat suara Viola masuk ke gendang telingaku. Terasa nyaring dan memekakkan telinga. Perlahan, suara di sekitarku menjadi riuh, gaduh tak beraturan.
Seketika aku mengingat sesuatu. "Aku pernah disini," kataku pelan. Kulihat disekelilingku dengan seksama. Yah, aku pernah berada disini, disituasi ini! Situasi yang sama persis seperti kemarin. Terlihat dari segerombolan pria berjubah hitam itu kembali mengobrak-abrik isi asrama ini.
Oh Tuhan! Selamatkan aku!, batinku memohon.
Gelenyar ketakutan kembali merambat keseluruh tubuhku. Aku bingung mau melakukan apa? Hingga sebuah suara kembali terdengar nyaring di telingaku, membuatku menoleh dengan cepat.
"SABRINAA!!!"
Viola! Itu viola! Aku menoleh ke segalah arah mencari sosok gadis kecil itu. Banyaknya pria berjubah hitam yang berlalu lalang di sana membuat penglihatanku mengendur. Aku sama sekali tidak melihat temanku itu. Ya Tuhan, apa dia selamat?
Aku berlari menuju asrama depan mencari orang lain yang bisa kumintai tolong. Tak perduli berapa kali aku menabrak bahu para perusak ini yang selalu menghalangi jalanku. Toh, mereka tidak menangkapku.
Aku memasuki rumah induk pemilik asrama ini. Rumah yang sangat berantakan. Entah apa yang sudah terjadi, hingga rumah ini tak tampak seperti rumah layak huni. Aku masuk menyusuri setiap ruangan. Dan tepat ketika aku berada di kamar paling ujung, aku melihat sebuah ruangan yang pintunya terbuka lebar. Aku mendengar suara tangisan dari sana, disusul dengan suara debuman keras yang menggema di seluruh ruangan ini.
Seketika tubuhku menggigil sebab ketakutan yang amat sangat. Langkahku terhenti. Bulu kudukku berdiri. Sumpah demi apapun itu, ini sangat mengerikan! Aku mengatur napasku perlahan secara teratur. Dengan segala keberanian yang kukumpulkan, ku enyahkan segara rasa takut yang sudah menjalar itu dengan susah payah meski suara debuman itu semakin kian terasa.
"Baiklah, Brina, kamu bisa! Kamu bisa! Kamu gak takut!" Kataku menyemangati diri sendiri.
"TOLONG!!" Suara itu membuatku semakin mencicit. Semua keberanian yang kukumpulkan sebelumnya, lenyap begitu saja. Kali ini aku benar benar takut. Kalau seperti ini, lebih baik aku keluar saja. Pasti akan ada seseorang yang akan membantuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASRAMA [COMPLETED]
HorrorBASED FROM TRUE STORY Sabrina Azzahra, gadis asal Jawa Timur yang sejak kecil sudah dekat dengan dunia astral. Namun setelah masuk ke dunia perkuliahan, teror makhluk tak kasat mata itu semakin melekat dalam hidupnya. Hidupnya berubah total saat ia...