[10]: TERROR

369 31 1
                                        

Aroma darah itu kembali menguar pada hari-hari berikutnya. Bau amis yang membuat perut mual dan pusing. Bau yang seolah selalu tercium dari kamar Sabrina, kamar 14.

Sudah beberapa kali ia membersihkan kamarnya hanya untuk mencari bangkai hewan itu-jika memang ada yang mati. Setiap detilnya ia perhatikan agar tidak ada yang tersisa. Tapi tetap saja bau amis itu tidak kunjung hilang dari kamarnya.

"Apa aku bilang ayah saja?" Pikir Sabrina saat dirasa semua usahanya sia-sia.

Ia mengambil HPnya cepat, mencari nama ayahnya pada kontak telepon.

Ia tampak berpikir, lalu diurungkannya niat untuk menelpon ayahnya tadi.

Sabrina menghela napasnya kasar, "Atau Brina tunggu sampai keadaan genting dulu ya?" Dengan gemas Sabrina mengacak rambutnya frustasi. Bingung dengan apa yang harus ia lakukan.

"Brin!" Panggil Inez seraya masuk kedalam kamarnya tanpa permisi. Cewek dengan pipi chubby itu duduk disamping Brina yang masih terlihat frustasi

"Kenapa deh?"

"Gak apa-apa" timpal Sabrina cepat.

Inez mengambil beberapa tumpukan buku milik Sabrina lalu membacanya perlahan.

"Viola mana?" Tanyanya setelah menata kembali buku Sabrina.

"Lagi keluar sama Kadek beli makan."

"Kamu gak makan?"

Sabrina menggeleng kecil sebagai jawaban. Kepalanya masih terusik dengan gangguan aroma misterius itu.

"Um, Nez," katanya membuat cewek itu menoleh ke arahnya.

Ia mendekatkan tubuhnya ke arah Inez dengan wajah was-was.

"Selama kamu masuk kamarku, kamu cium bau aneh gak?" Tanya Sabrina hati-hati.

Inez tampak berpikir, sambil lubang hidung kembang-kempis berusaha mencium sesuatu.

"Eh iya nih, kecium"

Sabrina sedikit mendelik, ia menangkap ekspresi Inez yang ingin mual karena mencium sesuatu.

"Bau apa?"

"Bau ketekmu! Hahahaha"

Sabrina dengan cepat melempar bantalnya ke arah Inez yang kini masih tertawa kencang. Astaga anak ini! Tidak tahu apa kalau saat ini Sabrina tengah ketakutan. Namun kini Sabrina lega, setidaknya mereka tidak mengganggu Inez dan penghuni lainnya.

Namun seketika itu juga ia kembali berkeringat dingin. Semua hipotesanya membuat Sabrina jadi takut sendiri. Ia kembali memutar ingatannya. Lalu menatap Inez dengan rasa takut yang membuat bulu kuduknya merinding. Inez sendiri jadi bingung dengan sikap Sabrina yang berubah total.

Sabrina terdiam, berusaha menenangkan degub jantungnya yang semakin tidak terkendali. Sedangkan Inez sendiri sudah keluar dari kamarnya meninggalkannya sendirian.

"Kalau memang penghuni lain tidak merasakan gangguan, itu artinya bukan mereka targetnya." Katanya pada diri sendiri.

"Lalu, apa mungkin target mereka itu aku?" Lanjutnya membuat darahnya berdesir hebat.

Semua pemikiran itu semakin kuat saat ia berhasil menggabungkan semua peristiwa aneh yang sudah dilaluinya selama beberapa hari terakhir.

Sabrina dengan cepat membuang segala pikiran buruknya itu. Ia lalu naik ke atas kasurnya dan tidur dengan Dika dan selimut tebalnya.

"Lupakan, lupakan, lupakan Sabrina!!!" Gerutunya pada diri sendiri. Berharap semua pemikirannya itu salah dan keliru. Semoga saja.

*****

ASRAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang