[2]: Sabrina Azzahra

686 43 10
                                    

Hoamsss..

Aku menguap berkali-kali saat suara kokok ayam terdengar nyaring di telingaku, memaksaku untuk membuka mata meski rasa kantuk masih melandaku. Ku tengok jam yang terletak di atas lemariku. Masih pukul setengah lima pagi. Aku bangun, bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Cklek.

Pintu terbuka. Kulihat Viola masih tidur dengan nyenyaknya. Tanpa banyak menunggu, akupun segera menuju kamar mandi dan memutar kran airnya. Setelah selesai, aku bergegas masuk ke dalam kamarku. Tanpa sengaja, pandanganku jatuh pada kamar nomer 10. Kamar yang terletak di ujung dekat dapur dan tangga. Entah kenapa bulu kudukku seketika merinding. Dengan cepat aku segera masuk ke dalam kamarku, menguncinya dan mengambil mukenahku dari dalam lemari.

"Sholat?" Tanya Viola yang sudah terduduk setelah aku salam.

Aku rasa pertanyaan seperti itu tidak butuh jawaban, pasalnya dia jelas sudah melihatku selesai sholat. Mungkin ia masih belum sepenuhnya sadar, akupun juga tidak peduli.

Waktu berjalan, mentari yang tadinya sembunyi di balik awan perlahan muncul dengan sinarnya yang terang. Hari pertamaku di tempat ini. Hari yang tidak pernah aku duga sebelumnya.

Namaku Sabrina Azzahra, biasa dipanggil Brina. Aku berasal dari kota Sidoarjo. Awalnya aku sama sekali tidak menyangka akan melanjutkan studi di Kota Tulungagung ini.

Tidak banyak yang kuketahui tentang tempat ini selain "kemistisannya". Sudah bukan rumor lagi bahwa kota ini adalah kota yang sangat dekat dengan ghaib dan sebagainya. Namun aku tak peduli. Bagiku, Tulungagung dan Sidoarjo itu sama saja. Tidak akan ada bedanya bagiku, dimanapun aku berapa, rasa itu akan terus ada. Mengikuti, menyelinap, bahkan ikut andil dalam cerita hidupku.

Sedikit ulasan saja, hidupku tidak berjalan normal seperti semestinya. Meskipun aku mampu untuk membuatnya baik-baik saja. Keluargaku hanyalah orang-orang biasa. Hanya saja mereka- kami sedikit berbeda. Atau bisa dibilang memang berbeda.

Ayahku memiliki kemampuan khusus dimana beliau bisa menyembuhkan penyakit seseorang. Bukan seperti dukun atau paranormal, hanya saja... aku tidak tahu bagaimana memanggilnya. Dan ibuku, wanita super cantik ini sebenarnya tergolong wanita pada umumnya. Namun entah kenapa, dari seluruh keluarga ibuku, hanya beliau yang mampu melihat makhluk halus. Bahkan sejak kecilpun, ibu sering melihat makhluk tak kasat mata itu di kota masa kecilnya tinggal, Kota Jember.

Beralih pada kedua saudaraku, Dana dan Dani. Seperti bakat dari kedua orang tuaku jelas menurun kepada mereka. Sejak masih bayi, konon katanya, ibuku melihat dua siluman harimau sedang bersantai di ruang bersalin. Kala itu ibuku sedang dalam proses bersalin. Dan pada kejadian aneh lainnya, adikku Dani memiliki tanda lahir saat masih bayi hingga balita. Tanda lahir itu berbentuk huruf alif dan berwarna putih, terletak tepat di tengah-tengah dahinya. Namun anehnya, tanda lahir itu sekarang sudah tak terlihat lagi.  Sesekali mereka bercerita dan mengaku melihat makhluk ghaib di beberapa tempat.

Sebenarnya, membicarakan hal "seram" tentu akan menjadi sangat menarik. Mengulasnya dan membahasnya bersama orang lain akan menjadi topik yang sangat menyenangkan. Tapi kalau menghadapinya secara nyata, aku akan berdiri di garis depan dengan bendera bertuliskan "SAYA MENOLAK UNTUK HADIR!"

Yah, aku pasti akan menolak. Namun sayangnya itu tidak berlaku di hidupku. Sejak kecil, pengalaman spiritual itu sudah melekat di hidupku. Mau tak mau aku harus menjalaninya.

Kalau kalian menganggap bahwa aku adalah anak indigo, maka kalian salah besar! Sesekali memang aku bisa melihat mereka. Merasakan kehadiran mereka, dan bahkan parahnya aku adalah sasaran mereka. Menyebalkan memang jika berurusan dengan hal seperti itu. Namun sebaik mungkin aku menyembunyikan segalanya dari beberapa orang supaya aku tidak dianggap aneh.

Jika kalian berpikir bahwa akan ada banyak peristiwa di tempat yang kutinggali ini, maka kalian benar. Dengan latar belakang keluargaku yang seperti itu, tidak menutup kemungkinan kejadian-kejadian tak diinginkan itu akan hadir seiring berjalannya waktu.

Yang bisa kulakukan adalah menunggu, dan menunggu.

*****

"Masa tiap hari kita bikin nasi goreng?" Celetuk cewek dengan rambut bergelombangnya yang dikuncir kuda. Ia duduk di anak tangga, menunggu nasi goreng yang sedang di masak itu matang. Sabrina yang sibuk berkutat dengan masakannya beralih melirik temannya yang saat ini sudah cemberut.

Sumpah demi apa? Udah gaikut masak, malah ngedumel!

Terdengar helaan napas dari Sabrina, mengalihkan perhatian cewek itu.

"Sabar aja, baru hari pertama. Ntar juga kita bakal tahu tempat jual makanan yang enak" ucap Brina sambil melanjutkan kegiatannya. Viola bangkit dan mengambil dua piring plastik dari rak, lalu berhenti di samping Brina.

"Ngapain?"

"Nungguin, lah"

"Dih, apa'an ikut makan doang?"

Belum sempat Viola membalas ucapan Brina, perdebatan  mereka harus berhenti saat seorang gadis keluar dari dalam kamar nomer 10. Gadis berambut panjang dengan postur tubuh yang tinggi. Ia tersenyum, menampakkan deretan giginya yang dihiasi behel.

"Baru datang?" Tanyanya dengan logat asing.

Kedua gadis yang tadinya bersitegang itu mengangguk bersamaan.

"Kamu juga baru sampai?" Tanya Viola membuka obrolan.

Gadis itu menggeleng. "Aku udah dari seminggu yang lalu disini" jelasnya membuat Brina sedikit tercengang.

"Lama juga ya?" Celetuk Brina yang kini sudah selesai dengan kegiatan memasaknya. "Aku Sabrina, panggil aja Brina" katanya sambil mengulurkan tangan. Gadis itu menjabat tangan Brina dengan ramah.

"Kadek, dari Bali" katanya membuat Viola dan Brina membulatkan kedua bibirnya.

"Pantesan logatnya beda" kata Viola dengan tawa renyah.

Selesai berbincang cukup lama, Brina dan Viola memutuskan untuk kembali ke kamar mereka. Tanpa basa-basi merekapun segera melahap nasi gorengnya tanpa ampun.

"Jauh juga dari Bali ke Tulungagung?" kata Viola membuka suara. Brina mengangguk. Ia bersandar sambil meminum segelas air putih.

"Pasti bawaannya banyak banget tuh" balas Brina yang langsung di iyakan oleh Viola.

Brina terlihat melamun, pikirannya mulai berimajinasi dan riuh. Batinnya bergejolak. Bali saja sampai disini, itu artinya gejolak aneh yang di rasakan Brina saat subuh tadi memang berasal dari energi yang berdeda dengannya. Kalau begini sudah pasti, peristiwa lain hanya akan menunggu waktu saja.

-----------------------******--------------------

Haiii... cerita ini sudah aku lanjut. Jangan lupa klik bintang dan tinggalkan komentar ya...

Tap recommended juga..❤
Thank you💕

ASRAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang