HAPPY READING 🙌
🍒
Dibalik marahnya seseorang kepada kita, banyak menyimpan rahasia yang indah yang tak pernah kita ketahui.🍒
Tamara membuka kenop pintu dan disambut dengan tatapan dari Tirta yang ingin menerkam nya.
"Di anterin siapa lagi tadi?" tanya nya sedatar mungkin.
"Kak Gazza bang temen di painting gallery." jawabnya tak mengerti dari tatapan sadis Tirta.
"Ngapa di telponin ga diangkat wa ga di bales?" tanya nya lagi sudah seperti polisi.
"Handphone gue mati."
"Pinjem temen kabarin gue dulu kek." cecar Tirta.
"Tau ga gue nungguin lo dari jam 3 sampe jam 5, dan sekarang lo baru balik." lanjutnya."Kok jadi lo yang marah sih, jelas jelas gue telponin lo, tapi apa mbak mbak operator yang ngangkat." balas Tamara dengan suara yang meninggi juga.
"Terus lo habis dari mana aja seharian?! Jangan jangan lo keluyuran ya sama tu cowok."
"Gue habis dari posko pengungsian puas! Kalo ga percaya telepon sana kak Irene." meletakkan alat lukisnya dan berlari ke kamar, seperti nya dia sedang menangis. Karena baru kali ini Tirta semarah ini.
"Ra, gue belum selesai ngomong." teriak Tirta.
"Gue sayang sama lo Ra, gue ga mau ada cowok yang nyakitin adik gue satu satunya." ucapnya yang sudah tidak ada Tamara.
"Gue tau lo sekarang udah makin dewasa tapi gue masih anggep lo adik bayi gue." ujar Tirta sedikit kacau.
Untung saja waktu kejadian ini Wenda tidak ada di rumah melainkan pergi kerumah temannya.
Didalam kamar Tamara hanya menangis tanpa suara dengan memeluk foto papanya,
"Pa bang Tirta jahat pa." ujarnya kepada poto yang ada di tanganya dengan disertai isak tangis.
"Kalo papa ada di samping Tamara pasti papa marahin bang Tirta."
Tamara mengecas hp yang sedari tadi mati, perutnya bergemuruh seakan meminta sesuatu untuk di isi. Dari pagi Tamara belum makan apapun hanya manium air putih saja.
Di bawah Tirta tau bahwa adiknya itu sedari tadi belum makan, ia membawa nampan yang diatasnya terdapat segelas susu dan sup kesukaan.
"Ra, maafin abang ya, abang ga bermaksud marahin kamu. Sekarang makan ya ni abang bawain sup kesukaan mu." ujar Tirta namun tidak ada balasan dari Tamara.
"Ara?"
Merasa perutnya sangat lapar dirinya memutuskan membukakan pintu dan menemui Tirta untuk mengambil makanan walaupun dia masih kesal dengan kakaknya itu.
"Mana!"
"Maafin aba---"
Jeduerrrrr...
Ditutupnya pintu sekeras mungkin, Tirta meninggal kan Tamara yang masih marah kepadanya mungkin dia lagi pengen sendiri.
Tamara menyantap makanan itu dengan lahap, sup yang semula penuh sekarang hanga tersisa mangkuknya saja, ia menghidupkan handphone yang ia cas, banyak panggilan tak terjawab dan pesan yang masuk, dari Rintan, Shela, Tirta bahkan Mamanya.
Ia meletakkan handphone nya lagi dan menghidupkan televisi yang ada di kamarnya, benda pipih itu mulai mengeluarkan bunyinya dan tertera nomor tidak di ketahui dengan sedikit ragu Tamara mengangkat nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rainbow After Rain
Teen FictionSetiap waktu ku selau teringat tentang mu, warna warni pelangi di langit menjadi saksi akan kerinduan ku padamu. Aku tanpa mu seperti pelangi tanpa warna, semua terasa hampa. Seiring berjalannya waktu aku di pertemukan oleh seseorang yang mampu memb...