Pagi ini, di dalam angkutan umum sedikit membuat penat. Ibu-ibu yang saling berdesakkan dengan barang belanjaannya, seorang lelaki yang menelpon hingga membuat kegaduhan dengan suaranya, sepasang anak SMP yang sedang menceritakan film drama korea terbarunya. Lalu, ada yang membuatku lebih penat, tepatnya sedikit memancing emosi. Bapak-bapak yang dengan santai merokok di dalam angkutan. Ah, ternyata benar, sangat beragam sekali para makhluk bumi di di dunia ini.
"Pak, mohon maaf, bisa dimatikan dulu rokoknya. Disini ada anak bayi," kata salah seorang penumpang. Ah, Ya! Didepan ada sepasang suami istri dan dedek bayi yang digendong sang ibu.
Tanpa membalas apapun, si Bapak perokok ini langsung membuang rokoknya dengan muka kesal. Syukurlah, ia sedikit mengerti, meski akhirnya membuat prilaku tak manusiawi lagi.
Apanya yang tak manusiawi? Hey, mana bisa seorang makhluk bumi mengotori alam nya sendiri kalau ia bukan seorang penghuni alam ini? Si Bapak ini membuang kuntung rokok keluar jendela, padahal ini sedang berada ditengah jalanan kota. Sangat memalukan disebut seorang manusia yang pastinya tau aturannya.Aku sedikit menghela nafas, banyak kritikan yang sudah kupikirkan sejak tadi. Hanya dipikirkan saja, tak ada satu huruf pun yang aku katakan, sebab banyak bicara hanya akan membuat gaduh serta tak nyaman menurutku.
"Senang baca, Nak?" seorang kakek tua bertopi koboy cokelat lusuh membuyarkan konsentrasiku. Bukan membuyarkan, tepatnya lebih mencairkan, karena sejak tadi membaca buku konsentrasiku sudah banyak hilang, namun aku hanya enggan saja melihat banyak fenomena para makhluk yang beragam ini.
Si Kakek tepat disamping kiriku. Aku menoleh, membalas pertanyaan itu dengan anggukan disertai sedikit senyum, melihat buku yang aku baca, Ia mengangguk-ngangguk lalu tersenyum senyum sendiri.
Ini juga membuat risih, si Kakek memperhatikanku membaca, tersenyum lalu melihat wajahku, terus saja itu yang dilakukannya.
"Kiri!" aku membuka suara, si Kakek menoleh ke arahku, lagi-lagi sambil tersenyum. Ah, mungkin dia pikir tadi aku bisu karena hanya menjawab pertanyaanya dengan anggukan dan senyuman saja. Ia menggeser memberi jalan untukku keluar.
"Hati-hati, Nak!" ucapnya, dan tersenyun lebar.
Ish! Kenapa selalu tersenyum sih? Juga gak berhenti melihatku dari jendela angkot sampai angkot melaju. Aku mengangguk pelan, kesal juga.Setelah menyebrang jalan raya, butuh jalan kaki sekitar sepuluh menit untuk sampai di sekolahku, seperti biasa. Aku berjalan sambil membaca buku, lagi-lagi pikiranku tidak fokus dengan pemandangan senyum Kakek diangkot tadi.
"Aarh! Kenapa Kakek tadi tersenyum begitu, sih? Bahkan tidak melihatpun ia tersenyum sendiri," aku bergumam sendiri dengan suara pelan, pikiranku tak nyaman dengan kejadian tadi.
"Tidak mungkin kakek itu menyukaiku, jangan sampai, pokoknya jangan sampai!" kali ini gumamanku sedikit keras, sambil menggaruk keras kepala yang tak gatal.
"Apanya yang tak mungkin, hmm?" seorang gadis sebayaku, tiba tiba menepuk pundakku. Itu Livya!
"Ngg... enggak," balasku sedikit kaget.
"Oh.. ya?" Lyvia mengerutkan dahinya, "Eh, buku nya, suka? Seru gak?" sambungnya melihat buku yang kupegang, ini pemberiannya.
Oh ya, Livya seorang gadis blasteran Jerman - Jawa, adalah teman kelasku. Dia murid baru sebulan yang lalu. Sejak perkenalan itu, aku menjadi teman dekat pertamanya, bisa dibilang kita berdua adalah sahabat, proses perkenalan kami sangat cepat sekali untuk dekat. Selain cantik dan baik, Livya juga anak dari pengusaha terkenal di kota ini. Entah apa yang membuat Livya mau berteman dengan gadis yang menurut orang-orang aneh sepertiku.
Eh, tunggu-tunggu! Kenapa Livya bisa berjalan dibelakangku? Biasanya dia diantar supirnya dengan mobil Sport berwarna hitam yang selalu kinclong itu, mana mungkin seorang Lyvia Shintia haridjo naik angkutan umum dari rumahnya, ya kecuali dipaksa aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
POWER OF LAUH MAHFUDZ
Teen FictionBanyak yang kutemukan dibumi Allah ini. Salah satunya adalah menemukan orang-orang yang sempat mematahkan hati. Namun, semua itu adalah cara Allah untuk membuatku lebih dekat dengan-Nya. DIA, memberiku banyak pelajaran, ujian dan cinta. Benarnya, se...