Fifteen

73 2 3
                                    

"Annisa Azkiya Syakieb..,"

Aku berdiri dengan senyum mengembang haru setelah namaku disebut moderator, kulihat disekelilingku, seluruh siswa angkatanku begitu mendambakan giliran namanya disebut.

Tante Nitta terlihat melambaikan tangan kearahku, memberi senyuman dan tangisan bahagiannya.

Setelah disematkan mendali kelulusan, Aku berlari mencari Livya. Namanya tadi awal disebut, setelah itu aku tidak melihatnya lagi.

"Nisaaa...? Mau kemana?" tanya Tante menghentikan langkahku.

"Aku mau cari Livya, Tan." balasku.

"Livya? Memangnya tidak sama kamu?"

"Tadi sih duduk bersebelahan sama Nissa, tapi setelah namanya dipanggil dia pergi ke toilet katanya, sampai sekarang gak balik lagi."

"Oh yasudah, kalo udah ketemu ajak ketempat foto ya. Kita foto bareng dulu, Tante tunggu disana."

"Iya, Tan."

Sudah mencari kemana-mana, tapi aku tidak menemukan Livya. Ada rasa sangat khawatir, sejak tadi dia hanya menunduk ketika melihat semua siswa diantar orang tuanya dihari kelulusan ini.

Dengan gamisku yang sudah seperti gaun dan sepatu yang agak tinggi ini membuatku sedikit sulit berjalan. Tante Nitta memilihkan style ini untuk hari kelulusanku, tepatnya memaksa. Dia memaksaku berdandan dan aku sulit untuk membantah, mengikuti saja.

"Livya tidak mungkin pulang duluan. Dia sudah janji akan foto bareng!" kataku mempercepat langkah, meskipun sulit.

"Apa Livya ditaman, ya?" gumamku.

Aku berjalan menuju taman belakang, kulihat Livya sedang menangis dipelukan seorang lelaki yang posisinya membelakangiku, tangannya memang tidak membalas pelukan Livya.

Aku menghampiri mereka berdua, "Kak Reza?" tanyaku spontan.

Terkejut, bahkan sangat. Baru kali ini aku melihat Kak Reza sangat dekat dengan perempuan, apalagi dengan seseorang yang tidak memakai jilbab. Sedekat apapun, dia selalu menjaga jarak. Bahkan padaku saja, dia sering banyak mengucap Istighfar.

"Livya? Kenapa?" aku memalingkan wajahku pada Livya. Kak Reza spontan melepaskan pelukan Livya.

"Nisaa... Kak.. Kakak bisa jelasin kok. Ini tidak seperti yang kamu lihat."

Aku meliriknya yang kebingungan.
"Apanya yang harus dijelaskan? Aku gak papa kok, emangnya kenapa?" balasku.

"Eng...ggak.. maksudnya..,"

"Liv, kenapa?" aku tidak menanggapi Kak Reza.

Livya mengusap wajahnya, "Gakpapa kok, inget Mama Papa aja. Lo udah dipanggil Niss?" tanyanya.

"Sabar ya Liv. Ada gue kok, udah. Makannya gue nyariin lo,"

"Oh yaudah, foto bareng yu?"

"Emang niat gue itu! Haha," aku tertawa kecil. Livya sedikit memaksakan tawa.

"Eh, Kak. Aku minta maaf ya atas kelakuanku barusan, udah lancang meluk Kak Reza." kata Livya.

Kak Reza melirikku, lalu mengalihkan pandangannya. "Oh.. ya. Mohon maaf ya, saya tidak mau itu terjadi lagi." balas Kak Reza.

"Iya Kak, sekali lagi aku minta maaf."

"Aku duluan Kak, Assalammu'alaikum." kataku menarik Livya.

Tidak tau kenapa aku sedikit kesal, waktu itu aku tidak sengaja keseleo dan tubuhku tepat berada dipangkuan Kak Reza. Setelah sadar, dia langsung menjatuhkanku begitu saja. Ini, dipeluk Livya malah diam saja. Katanya padaku bukan mahrom!

POWER OF LAUH MAHFUDZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang