Bitter reality

26 1 0
                                    


"Enak?"

"Mmm.. huum,"

"Makan yu?"

"Ini lagi makan,"

"Itu beda sayang,"

Aku tersenyum manis sambil menikmati ice cream. Setelah lama bermain di tempat tadi, kita berdua berjalan-jalan sambil bercanda, mungkin tidak akan terlihat seperti pasangan kekasih, karena aku masih memakai seragam sekolah putih abu.

Kak Irwan mengajakku ke salah satu restoran ternama dikota ini, bangunan empat lantai yang berlebel halal dan haram bagiku. Aku melihat kesekitar, banyak bule-bule yang nyasar ke restoran ini dan setelah kuteliti baik-baik, hanya aku mungkin bungsu ditempat ini. Orang-orang dewasa semua, pakaiannya ada yang vulgar ada yang kurang bahan, ada yang berjilbab juga sih, tapi ibu sosialita, itu juga sendiri.

"Duduk!" Kak Irwan mempersilahkan kursi untukku.

Aku tersenyum manis lalu duduk. Ah, rasanya seperti putri raja!

"Kakak, sering ke restoran ini ya?" tanyaku.

"Iya, salah satu favorite keluarga kalo ngumpul suka disini."

Aku mengangguk-ngangguk sambil melihat-lihat bangunan sekitar. Elegant dan sangat mewah!

"Hi, what do you want, sir, is Mr. Irwan handsome?" tanya seorang wanita.

Aku mengamatinya dari atas sampai bawah.
Wajahnya cantik sepertinya blasteran, berkulit putih bersih bergincu merah merona. Rasanya tanggung jika berniat sedekah body, pakaian yang ketat jelas menampakkan lekuk tubuh, dada yang busung dan rok mini yang tidak sampai ke lutut. Tadi, kulihat seorang pelayan, tapi tidak berpakaian se sexy ini. Kenapa dia menawarkan pesanan? Tidak mungkin jika seorang pelayan!

"Liona?" balas Kak Irwan.

Tanpa basa basi wanita bernama Liona ini cipika-cipiki ke pipi Kak Irwan. Rasanya ingin aku gampar, main nyosor aja!

"Haha, lama ya gak kesini? Aku pikir masih di Canada?" balas wanita bernama Liona itu.

"Sudah lama di Indonesia, cuman baru kesini aja!" balas Kak Irwan yang terlihat gugup melihatku.

"Oh,"
"Mau merayakan pertemuan? I have two bottles of beer!" sambungnya mendekat dan memegang manja tangan Kak Irwan.

Aku mendelik kesal, kenapa menawarkan Bir? Apa dia tidak melihatku disini?

"EHEM!"
Sengaja aku berdehem pura-pura butuh air. Iya butuh, ingin kutumpahkan kewajah wanita ini!

"Eh, kenalin ini Annisa pacarku!" kata Kak Irwan spontan, rasanya sedikit lega setelah mendapat pengakuan.

"WHAT?"
Liona terkejut lalu menatapku detail dari bawah sampai kepala.

"Kamu serius?" sambungnya.

"Iya!" balas Kak Irwan,"Nissa kenalin ini Liona, teman lama Kakak. Anak dari pemilik restoran ini!" sambungnya menarikku.

"Irwan? Yang bener saja, gadis ini berjilbab!" balasnya menatapku sinis.

Ada yang aneh, memangnya kenapa jika aku ini berjilbab?

"Kamu pindah agama? Ah, gamungkin-gamungkin!" sambungnya.

Aku spontan kasar melepaskan tangan Kak Irwan dari pundakku. Tadi dia sedikit memelukku saat menarikku.

"Gak mungkin deh, gadis ini pacar kamu. Dia masih bocah, dan gak seagama sama kamu!"

Dari pertama bertemu dengan Liona, Kak Irwan sepertinya panik. Namun, seperti memaksakan keadaan.

Aku kebingungan mencari jawaban dari setiap perkataan Liona. Kak Irwan terlihat gugup dan sangat panik saat aku menatapnya geram.

"A.. a.. ku, mencintainya! Yah, aku mencintainya." balas Kak Irwan, dia mencoba tenang dan jawaban yang sedikit ngawur.

"Kak, maksudnya apa?" tanyaku serius.

"Dek, kamu ini bukan pacarnya Irwan kan? Dia ini berbeda sama kamu!" selah Liona.

"Mak.. Maksudnya?" tanyaku.

"Haha.. Stop deh kalian bercandanya! Irwan ini, seorang yang beragama katholik. Mana mungkin dia pacar kamu, kamu Muslim kan?" balasnya.

"Lagian kamu ini anak sekolah kan? Kenal darimana sama Irwan?" sambungnya.

Aku menatap Kak Irwan lebih geram, bulir-bulir kristalku tiba-tiba berjatuhan. Tanpa menunggu penjelasannya, Aku langsung mengambil tasku dan pergi dari tempat ini.

"Kakak bisa jelasin ini semua, Nis!"

"Nissa... Nisaa.. Mau kemana kamu?" Kak Irwan mencoba menahanku.

Kak Irwan mengejarku. Aku berlari sambil menangis, rasanya sesak dan sulit bernafas mendengar kenyataan ini. Kak Irwan memangnya mau menjelaskan apa? Aku yakin, wanita tadi tidak sedang bercanda.

"Nisaaa, pleaasee.. dengerin dulu penjelasan Kakak!" Kak Irwan menahanku dipinggir jalan. Orang-orang disekeliling menatap kami berdua, mungkin mereka pikir seorang Kakak sedang membujuk adiknya.

"PENJELASAN APA KAK? MAU BILANG INI SALAH FAHAM?"

"GAK MUNGKIN KAN DIA BERBOHONG SOAL SEPERTI INI?"

"KENAPA TIDAK JUJUR KAK? KENAPA?"

Kak Irwan mendekapku, aku menangis histeris dipelukannya.

"Maafkan Kakak Nissa, Kakak tidak bermaksud membohongimu,"

"Kakak takut kamu pergi, Kakak takut kamu menjauh, Kakak benar-benar mencintaimu Nissa."

Kak Irwan menangis memelukku. Aku melepaskan pelukannya kasar, menatap nanar wajahnya yang penuh air mata. Dia menangis? Bahkan air matanya tidak sedikitpun cukup untuk menambal rasa kecewaku.

Aku berlari sekuat tenagaku, tak kupedulikan semua orang yang penuh tanda tanya melihatku. Kemarin, dia membuatku seakan menjadi wanita paling beruntung di dunia ini ketika mengenal cinta, dia membuatku terbang keatas awan, tawa dan canda kemarin masih sangat teringat jelas dikepalaku.

Hari ini, restoran mewah di kota Yogyakarta ini menjadi saksi kehancuranku, menjadi tempat pengungkap kebohongan yang lama dia sembunyikan dariku. Aneh! Dia berbohong soal yang seperti ini?

Apakah seperti ini rasanya dihempaskan ke dasar bumi?

Bagiku, pengkhianatan selalu menjijikan!

"BRAAAAAAKKKKKKKK!" tiba-tiba sebuah mobil ikut menghempaskan jiwaku.

"NISAAAAAAAAAAAA......!?"

Suara itu, kudengar jelas dari mulutnya, jiwanya yang samar-samar terlihat berlari kearahku. Orang-orang yang sedari tadi hanya menatapku iba, kini mengerumuni diriku yang ambruk diatas jalanan.

Semoga saja, setelah ini aku amnesia. Jika iya, tidak sia-sia darah yang tumpah dari tubuhku hari ini

POWER OF LAUH MAHFUDZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang