Malam ini aku berias sesuai keinginan Tante, jam dinding sudah menunjukkan pukul 19:30, untungnya aku sudah shalat. Kalau tidak ada acara ini, mungkin aku sudah ketiduran di meja belajar, atau mungkin di atas kasur dan masih memakai mukena. Ah, sungguh kebiasaan buruk!
Aku berputar ke kanan dan ke kiri melihat diriku dengan balutan gamis berwarna maroon dan mocca, "Tante selalu pas jika membelikanku sesuatu," gumamku.
Aku baru ingat, kenapa Kak Irwan belum menelponku jam segini? Biasanya, Dia selalu rutin menelponku hanya sekedar sepuluh menit saja untuk menyemangatiku mengerjakan tugas atau belajar. Kuambil ponselku, baru saja mu klik nomor yang bernama Mr, sudah ada panggilan masuk duluan. Aku tersenyum kecil.
"Hallo?"
"Iya, hallo?"
"Lagi apa?"
"Mmm, diem aja, mau ada acara keluarga." balasku.
"Oh yasudah, jangan tidur malem-malem, belajar yang bener bentar lagi ujian. Kan?" Ucapnya, untung gak nanya acara apa. Kalo nanya, aku mau jawab apaan, gak mungkin kan jawab keluarga Kak Reza mau kesini? Bisa gawat, baru bertegur sapa lewat komentar saja udah begitu. Yang waktu itu!
"Iya, nanti langsung tidur." balasku.
"Kak? Mau nanya boleh?" sambungku.
"Boleh, mau nanya apa?" balasnya.
"Setiap nelpon kata yang pertama pasti hallo-hallo aja, kenapa gak Assalammualaikum sih? Kan itung-itung kita saling mendo'akan?" tanyaku.
Tidak ada jawaban selama hampir dua menit.
"Hallo?" tanyaku.
"Assalammu'alaikum," sambungku.
"Oh ya, ma.. af, jaringan disini jelek." balasnya.
"Nissaa.. . Ayo keluar, Ummah Halimah sudah datang," Suara Tante Nitta memanggilku di balik pintu.
"Iyaa.. Bentar dulu, Tan!" balasku sedikit berteriak.
"Kak, udah dulu ya. Tante manggil aku," kataku.
"Oh ya, gakpapa nanti bisa telepon lagi." balasnya.
"Iya, Assalamm'ualaikum." balasku memutus sambungan telepon.
****
"Eh, Nissa, Assalammu'alaikum sayang gimana kabarnya?" tanya Ummah Halimah.
"Waalaikumussalam Ummah, baik ko." balasku mencium punggung tangannya.
Aku menatap ke arah Abi Yahya, suami dari Ummah Halimah yang mengangguk-ngangguk tersenyum padaku. Tadinya mau menyalami tangannya, namun ditepis seperti ini yang ke dua kali. Sama seperti Kak Reza, Abi Yahya hanya bersalaman seperti waktu itu padaku.
Mataku mencari sesuatu, Kak Reza! Tapi tidak kutemukan di ruangan ini. Syukurlah, kalau tidak ada!
"Loh, Reza kemana, Limah?" tanya Tante Nitta.
"Tadi turun di cafe jalan depan, katanya ngeliat temen lamanya. Maklum, baru ketemu lagi mungkin, makannya langsung minta turun." balas Ummah Halimah.
"Oh begitu, tapi nanti kesini kan?" tanya Tante Nitta. Apa-apaan nih, kaya kehilangan gitu sih Tante!
"Iya, nanti nyusul kesini kok, tadi sudah dikasih tau Nomor rumahnya," balas Ummah sambil melirikku lalu melirik Tante dan keduanya tersenyum. Mencurigakan!
Aku duduk dikursi porsi sendiri, seperti menjadi juri diantara dua pasangan suami istri yang sedang ketawa haha hihi. Unfaedah banget ya? Hanya diam mengamati obrolan nostlagia mereka! Ah, bosan.
Ummah Halimah berhenti tertawa, lalu mengamatiku sangat detail. Aku salah tingkah kebingungan, kenapa? dalam hatiku betanya.
"Kamu cantik ya Nissa, persis sekali sama Ayahmu Ahmad!" kata Ummah Halimah sambil menatapku, ada sedikit geram dihatiku saat Ummah bilang aku mirip Ayah. Haha Ayah, Sial!
"Enggak ko! Ibu bilang aku mirip Ibu seratus persen, Tante juga pernah bilang begitu kan?" balasku melirik Tante.
"Iya, kamu mirip Ibu mu sayang." balas Tante melirikku lalu tersenyum.
Kulihat wajah Tante berbohong, aku tau wajahku memang mirip Ayah sialanku. Wajah keturuan Arabic-Jawa, Ahmad Syakieb! Laki-laki yang bertemu dengan ibuku di tempat kerjanya dulu semasa menjadi TKW.
Diluar tiba-tiba hujan, rasanya ingin kembali kekamar setelah kehilangan mood seperti ini. Lebih baik bercanda lewat telepon sampai tengah malam dengan Kak Irwan daripada harus duduk unfaedah seperti ini, kalau saja Tante tidak memintaku untuk tetap diam disini, mungkin sudah tertawa bahagia aku dikamar, ya meski hanya lewat telepon.
Pintu sengaja terbuka lebar, katanya biar nanti kalau Kak Reza sudah datang tinggal masuk, ruang tamu kami tepat setelah membuka pintu utama.
"Assalammu'alaikum," Seorang lelaki basah kuyup berwajah indonesia asli, putih, tinggi tegap, masuk mengheningkan suasana bercanda dua keluarga ini.
Mataku justru malah terfokus pada seorang wanita berbaju ungu muda dibelakangnya, menunduk dengan rambut panjang yang terlihat kusut seperti sudah menerobos hujan, wajahnya terhalang badan tegap Kak Reza.
"Waalaikumussalam, Reza!" Ummah Halimah berdiri spontan, dari nada suaranya yang membentak saat menyebut namanya seperti terkejut melihat kedatangannya.
Semua orang diruangan ini ikut berdiri, termasuk aku yang sedari tadi mematung mengangguk-ngangguk.
"Siapa wanita dibelakangmu itu, Nak?" tanya Tante Nitta.
"Siapa gadis itu Za? Jangan bilang sama Ummah kalo dia teman yang kamu temui di Cafe tadi?" tanya Ummah Halimah tegas.
"Sudahlah! Duduk dulu, Reza basah kuyup biarkan dia ke kamar mandi dulu. Nanti ganti pake pakaian Om!" selah Om Raden.
Kak Reza menggeser ke arah kanan, memperlihatkan gadis yang bersembunyi dibelakangnya. Kini wajah gadis itu terlihat meski menunduk dan belum jelas karena rambut panjangnya, tangannya yang gemetar memegang jaitan bawah baju, terlihat tangan putihnya yang berdarah terluka. Aku memastikan sedikit maju dan mendekat, "Seperti kenal," gumamku dalam hati.
Saat ku dekati, Dia menaikan wajahnya yang lebam terluka seperti sudah mendapat pukulan, Dia terisak menatapku. Aku membekap mulut terkejut, sangat terkejut!
Dia?
Kenapa?
Seketika diriku mematung kebingungan, Ya Allah!
KAMU SEDANG MEMBACA
POWER OF LAUH MAHFUDZ
Teen FictionBanyak yang kutemukan dibumi Allah ini. Salah satunya adalah menemukan orang-orang yang sempat mematahkan hati. Namun, semua itu adalah cara Allah untuk membuatku lebih dekat dengan-Nya. DIA, memberiku banyak pelajaran, ujian dan cinta. Benarnya, se...