satu

26 1 0
                                    


          SETELAH penat bergelut dengan pelajaran selama ribuan jam, hari ini tepat hari yang paling dinanti oleh semua pelajar termasuk Hazel yaitu liburan musim panas. Dia merasa seperti burung yang terbebas dari sangkar.

          "Aduh, cepetan dong," desak Hazel kepada Steve, menepuk pundaknya, "Lihat nih, udah jam berapa sekarang," Hazel mendekatkan arloji di pergelangan tangannya.

         "Udah diem, berisik banget." Steve menyingkirkan tangan Hazel, menghalangi kemudinya.

          "Lagi nyetir ini." Steve mengangkat bahu.

          "Kalo gitu aku aja yang nyetir, sini!" ucap Hazel berusaha merebut kemudi.

          "Eh, awas, jangan pernah nyentuh kemudi," protesnya. "Naik sepeda aja nggak becus kamu," perkataannya membuat adiknya melotot. "Apalagi ini," Steve mengetuk dashboard mobil itu.

          "Jangan berharap."

          Hazel mendengus, memakai kacamata hitam lalu menyandarkan kakinya di atas dashboard, dia kesal.

          "Zel, turunin kaki kotormu dari dasborku," Steve mendelik ke arahnya.

          "Rese amat, sih," Hazel berdecak, menurunkan benda yang melindungi mata coklatnya. "Kaki ini suci, kok." Hazel menggoyangkan kakinya ke kanan dan ke kiri.

          Steve menghela napas, "Stop it, kasihan dasborku nanti bau," ucapnya menusuk.
"Suci-suci memang kamu bayi,"

          "Ini bukan dasbormu enak saja. Sebentar lagi, ini bakal jadi mobilku, kamu tahu."

          Steve tertawa, mengejek. "Mobilmu? Coba saja kalau bisa,"

         "Itu sih kalau kamu juga pernah mendapatkan SIM," ejeknya.

          "Tipe-tipe sepertimu bahkan nggak diperbolehkan mengemudi sekalipun, seumur hidup."

          Alasan terkuat Steve menolak Hazel memegang kemudi ialah ....

          Semuanya berawal di musim gugur.

          Steve mengajari Hazel bersepeda karena paksaan adiknya itu. Padahal Steve sangat tidak ingin karena berisiko tinggi, dia melihat kecerobohan perempuan itu yang tak tertolong. Berhubung dia bosan mendengar rengekan Hazel (dia juga kakak yang baik yang menurut permintaan sang adik), dia pun mengajarinya. Terlihat mulai bisa, dia melepasnya, membiarkan Hazel menjalankan sepeda itu sendiri.

          Begitu Hazel berada di seperempat jalan, ada pohon yang menghalangi, tidak tahu yang mana rem dan juga tidak berkeinginan menghindar, Steve kalah cepat mengejar Hazel karena dia sendiri lengah berbincang dengan salah satu tetangga pria seusianya, Hazel terjatuh kemudian luka di betisnya. Steve pun dihadiahi amukan dan hukuman berupa dilarang mengemudi mobil selama satu minggu oleh Jacqueline—Ibu mereka.
Steve bersumpah, kejadian bodoh ini tidak lagi terulang kedua kalinya.

          Hazel cemberut. Steve tertawa, "Take it easy," lanjutnya, "Nggak usah kebanyakan protes."

          Ketika suasana lebih hening, Hazel merasa bosan lalu dia mulai menyalakan radio, mengutak-atiknya untuk mencari siaran yang menarik. Salah satu hal favoritnya selain liburan di pantai ialah siaran radio. Bernyanyi bersama mereka membuatnya menjadi seorang penyanyi kelas atas mengalahkan Adele maupun Megan Trainor.

          Akhirnya, Hazel menemukan siaran favoritnya yang memainkan segala genre musik, Hazel heboh kegirangan saat Frankie Valli menyanyikan lagu "Can't Take My Eyes Off Of You".

          Hazel mulai bernyanyi bersamanya. "... I love you baby and if it's quite all right. I need you baby to warm the lonely nights. I love you baby, trust in me when I say, oh yeah ..."

          Steve menutup telinganya sebelah—tidak memungkinkan untuk menutup keduanya karena dia sedang menyetir—dia tidak ingin kehilangan pendengaran di waktu liburannya, dia mengulurkan tangan mengalih stasiun radio tersebut tapi kalah cepat. Hazel menepis tangannya.

          "Hazel, suaramu membuatku ingin menjalankan mobil ini ke jurang." ujarnya sambil berpura-pura membanting kemudi ke kanan, arah bebatuan menanjak menuju lautan.

          Hazel tidak ambil pusing, dia kembali bernyanyi lebih lantang, mengambil Handphone-nya seolah itu mikrofon. Asal kalian tahu, Hazel memiliki suara yang mengerikan, seluruh melodi yang dia nyanyikan tidak menyatu—kacau. Steve menatap Hazel dengan pandangan jijik tetapi yang dipandang justru tidak merasa terusik.

          Steve jengah, menggelengkan kepala lalu tersenyum. Dia sudah biasa melihat tingkah aneh adiknya itu.

          Bagi Steve, momen-momen seperti itu tidak boleh sekalipun dia lewatkan karena bisa saja suatu saat nanti keadaan ini berubah, tidak lagi sama meski tetap dengan orang yang sama pula.

          Mereka menyusuri tiap-tiap pembatas kilometer, melewati pemandangan yang indah, Hazel tidak lupa mengabadikannya melalui Handphone-nya itu. Hazel sangat menikmati setiap detik pada hari ini. Dia ingin rasanya waktu berhenti pada musim panas ini tepat Steve berkata, "Kita semakin dekat ke rumah."

          Hazel dapat merasakan bahwa dadanya berdebar sangat kencang dan napasnya seketika sesak melebihi apapun. Mereka hampir sampai. Hazel menurunkan kaca jendela dan kacamata dari wajahnya lalu mengambil semuanya dari mobil.

          Hazel turun, memandang sekeliling. Rumah itu terasa sama saja, suasana pun demikian hingga perasaan pada pria itu juga masih tetap sama, dia yakin.

The Perfect SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang