= Dua =

577 74 15
                                    


Ia memposisikan kakinya di pasir yang ia duduki, warna putih yang halus dari pantai memeluk jemari dan telapak kakinya. Deru ombak laut menguat selagi blantika terasa begitu tenang di sekitar dua tubuh yang saling mengerat di pinggir pantai yang terpencil. Matahari mulai terbenam dan menunjukkan rentetan warna biru dan hijau dalam nyala merah dan jingga yang kuat, dan perlahan malam tiba.

Bulan dan bintang bersinar terang di atas dua individu dan suhu udara mulai turun. Juyeon menatap sosok yang saling bertautan dengan tubuhnya dan menelaah sosoknya. Rambutnya yang dicat coklat kemerahan yang kontras dengan kulit coklat pucatnya. Matanya yang tertutup menyorot bulu-bulu matanya yang panjang, dan bibirnya yang setengah terbuka mengeluarkan dengkuran lembut. Nafas berat dari dadanya panjang, tenggelam dalam kenyamanan dan ketegasan dari dada Juyeon yang menopang lelapnya.

---

20 Agustus 2016, 8.24 AM

Juyeon menatap wajahnya, yang berganti dengan kebingungan saat ia mengulang kalimatnya.

"Hai, aku Eric. Kau baik-baik saja?" Tanya Eric, heran melihat tatapan dari pemuda tampan itu.

Juyeon terbangun dari lamunannya dan mengerjap.

"Maaf. Aku Juyeon. Aku hanya bengong sedikit barusan," Juyeon menjawab sembari menangkap tangan Eric perlahan. Tangan itu lembut dan mungil, kontras dengan tangannya sendiri yang besar dan kasar. Juyeon mengambil kesempatan itu untuk mempelajari sosok itu lebih lanjut.

Bulu matanya yang panjang membentur ketika ia berkedip, dan mulutnya kecil menggemaskan, berwarna merah muda yang kelihatannya terlalu sering digigit. Rambut Eric, coklat kemerahan yang kontras dengan kulitnya yang coklat pucat, dan Juyeon tahu dia adalah sosok itu. Inilah hal buruk yang bisa terjadi.

Juyeon membuang jauh bayangan bintang-bintang yang muncul di penglihatannya, kemudian tersadar dari lamunannya yang seperti mimpi, muncul dari pandangannya kepada Eric.

Hentikan, benak Juyeon. Kau sudah punya kekasih. Jangan jadi bajingan. And untuk kenyataan itu, Juyeon membuang jauh perasaan yang sekilas tadi muncul. Dan lagi, kata-kata Kevin menggema di belakang otaknya, meredam, dan memantul di dinding tengkoraknya. Hal buruk apa yang bisa terjadi? Juyeonseperti tengah menyaksikan pertunjukkan berlangsung di hadapannya meski pun tidak mengalaminya sama sekali.

Ia merasakan kelopak matanya mulai terkulai saat Pak Lee memberikan ceramahnya, dan hal terakhir yang ia lihat (atau ia pikir ia lihat) sebelum tertidur adalah Eric yang tersenyum sambil menatapnya.

------

Dering bel tanda istirahat makan siang membangunkannya. Mata kantuknya langsung tertuju pada surai coklat kemerahan dan side-profile milik Eric. Kedua pipinya terihat lembut dan kenyal. Juyeon menahan hasrat untuk menyentuh kelembutan dari orang yang baru saja ia kenal.

"Sudah waktunya makan siang. Apa tidurmu nyenyak?" Eric tertawa.

"Apa aku benar-benar tidur sepanjang pelajaran?" Tanya Juyeon. Ia tahu ia tertidur selama pelajaran membosankan dari Pak Lee, namun hanya mencoba untuk mengisi percakapan yang kini ia dan Eric lakukan. Semua murid sudah keluar dari ruang kelas dan kini terasa begitu sepi.

"Macam bayi," jawab Eric. "Ini." Tangannya masuk ke dalam sakunya dan mengeluarkan selembar sapu tangan. Ia memberikannya kepada Juyeon dan menujuk daerah bibir Juyeon.

"Oh. Ya Tuhan, terima kasih..." Juyeon menyeka air liur yang perlahan menetes di dagunya. "Ya ampun, ini memalukan." Eric terkekeh.

"Jangan khawatir, kawan. Aku juga terkadang melakukan itu." Perut Eric kemudian meraung.

"Kau lapar? Kau tidak ke kantin untuk makan?" tanya Juyeon.

"Oh ya, inginnya begitu. Tapi aku berharap kamu mau membantuku. Aku masih baru di sini. Ini tahun pertamaku di sini."

"Tentu saja. Kita bisa pergi bersama?" Jantung Juyeon berdegup kencang, tapi ia berusaha keras untuk menyembunyikan dentuman keras itu pada dirinya; telinga dan kedua pipinya yang memerah dan suaranya yang sedikit bergetar.

"Cool! Thanks!"

----

20 Agustus 2016, 11:30 AM

Disodorkannya nampan pada petugas kantin dan menerima bongkahan misterius, yang kalian ingin sebut apa pun itu yang diberikan oleh sekolah.

"Kuharap kau menikmati makan siangmu hari ini," Kata Juyeon mencemooh.

"Heh, aku sudah terbiasa. Di L.A., mereka juga menyediakan yang aneh-aneh."

"Oh, jadi kau dari L.A.?" Tanya Juyeon penasaran. Satu-satunya saat di mana Juyeon yang bisanya dingin dan cuek ini peduli adalah ketika benar-benar tertarik pada orang lain. Dan Juyeon benar-benar penasaran dalam percakapannya dengan Eric.

"Ya, aku pindahan dari luar. Orang tuaku dan aku baru pindah ke sini karena masalah keuangan dan-" cerita Eric terinterupsi oleh sebuah teriakkan dari sisi kantin yang lain.

"Juyeon! Sebelah sini!" Kevin melambaikan tangannya dari seberang ruangan. Juyeon menggeram setelah melihat Kevin dan Changmin. Namun matanya menyala melihat keberadaan seseorang bersama mereka - Hyunjae. Juyeon kemudian melirik ke arah Eric, yang terinterupsi dan semangat dalam matanya padam. Ini bukan hal yang baik, Juyeon pikir.

"Mereka teman-teman satu apartemenku, dan seorang teman. Mau gabung dengan kami?" Tanya Juyeon pada Eric.

"Ya, tentu," Ucap Eric, sedikit lebih riang dari yang diharapkan. Mereka berjalan menuju tempat tiga orang itu duduk, asik menghabiskan makan siang misterius mereka.

"Juyeon, rambutmu berantakan," ucap Kevin, sedikit jahil. Juyeon merotasi bola matanya.

"Palingan dia tertidur di kelas," tambah Changmin. Mereka tertawa kencang. Tangan Juyeon mengepal dan bergerak seolah dia akan meninju dua teman apartemennya yang menjengkelkan.

"Hei, biarkan saja. Dia hanya lelah," ucap Hyunjae balik. "Hai, Juyeon." Matanya cerah dan berkilauan.

"Hai, guys," Juyeon menghela nafas dan duduk di bangku. "Ngomong-ngomong ini Eric. Dia baru di sini, dan dia datang dari L.A."

"Fellow North American! Aku Kevin," ucap Kevin dengan semangat sembari menjabat tangan Eric dengan kuat.

"Aku Changmin. Kuharap kamu betah sekolah di sini," Changmin menambahkan sembari membenarkan kacamatanya dan menyuapkan sesendok makanan misterius ke mulut.

"Hai. Hyunjae," Lelaki yang tersisa itu melambaikan tangan. Ia tersenyum lebar, namun Eric dapat merasakan gerak kesedihan dan kegalaun seolah ia tengah menyembunyikan sesuatu.

"Hai semuanya, senang berkenalan dengan kalian!" Eric duduk di sebelah Juyeon di seberang Kevin. Kelima pemuda itu melanjutkan makan mereka dan berbindang satu sama lain. Eric melihat ke sisi kirinya dan melihat Juyeon dan Hyunjae melakukan obrolan sendiri dalam diam. Eric sedikit penasaran dengan atmosfer dan ekspresi suram dari dua teman barunya itu. Eric menghapus itu semua dan melanjutkan obrolannya dengan Kevin tentang Amerika Utara tempat mereka tinggal dulu, mencoba menjelaskan gaya hidup yang berbeda kepada Changmin.

===========

T/N : Oh ya, gaes. Saya udah bilang belum, kalau story ini akan ada sedikit unsur angst? Belum ya? Ya pokoknya gitu deh hehe. Oh iya, satu tips buat baca story ini, kalian harus fokus sama keterangan waktu yang tercantum, ya. Ke depan akan agak membingungkan kalo kalian nggak memperhatikan waktunya. Sudah, itu saja. Besok pagi saya update lagi! See ya^^

Dreamscape (Story by markgeollli in AO3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang