third week

1.2K 268 53
                                    

sabtu ini, changbin tidak datang untuk mengajak seungmin jalan-jalan seperti dua sabtu sebelumnya.

laki-laki yang lebih tua meletakkan motor ke garasi, masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka lebar dengan membawa setumpuk buku mata pelajaran ujian nasional yang ia punyai.

seungmin sudah menunggu di ruang tamu, kakinya bersila di atas karpet tebal dengan dua cangkir teh panas dihidangkan di meja.

"tante sana nggak di rumah?"

pertanyaan pertama yang diujar changbin setelah ia meletakkan berbagai perbekalannya untuk mengajar membuat senyum seungmin turun otomatis. ia merengut pura-pura.

"kok yang ditanyain mamaku? kesini kan buat ngajarin aku?" ucapnya nyaris lirih, dengan nada yang dibuat sendu, bibir mencebik.

changbin sedikit tergelak melihat pemandangan itu. manik hitam seungmin berkilat, ikut menyorotkan kesedihan dan mendukung ekspresinya. ia terlihat seperti anak anjing yang ditendang keluar oleh majikannya. changbin tidak bisa menahan untuk tidak mencubit kedua pipi seungmin pelan.

"lucu banget sih? heran aku." tukas changbin di tengah kekehannya, sementara yang lebih muda semakin menggerutu kesal lantaran pipinya sakit.

"hih sakit, kak changbin!" keluh seungmin, kini membalas changbin dengan pukulan kecil di bahunya.

changbin pura-pura mengaduh dramatis. sejenak kemudian seungmin menyesal, takut changbin semakin tidak bisa tumbuh ke atas akibat ia pukul di pundak.

"sorry ya kita nggak bisa jalan hari ini. habisnya kamu ada try-out hari senin, kan mamamu bilang harus ada pelajaran tambahan kalau kamu ada try-out." ujar changbin setelah ia menyuruh seungmin mencoba mengerjakan satu paket soal yang ia bawa.

hati seungmin menghangat dengan perkataan sederhana itu. ia membenarkan posisi duduknya canggung, merasa aneh karena wajahnya memunculkan semburat merah hanya karena berpikir bahwa di setiap sabtu changbin memprioritaskan dirinya untuk menjadi teman jalan-jalan.

bukannya itu berarti seungmin punya tempat spesial di hati changbin? memikirkannya sendiri membuat seungmin berdebar diam-diam.

"kenapa kok diem? marah ya?"

seungmin mendongak saat changbin melebarkan tatapan ke arahnya, bertanya seolah ia baru saja berbuat kesalahan.

yang lebih muda gelagapan otomatis. sekarang mendadak merasa bodoh karena telah berpikiran yang aneh-aneh di depan orangnya sendiri.

"hah? nggak kok nggak! hehe. kenapa jadi kak changbin yang minta maaf? nggak apa-apa, lagi." jawab seungmin cepat. "lagian yang penting tetep ketemu sama kak changbin."

seungmin bersumpah kalimat terakhir ia ujar di dalam hati, tapi entah kenapa ia sendiri bisa mendengar suaranya mengucapkan kata-kata yang sama persis.

changbin menatapnya dengan manik melebar, sedikit bertanya-tanya. seungmin merasa bersalah kembali.

"eh, nggak hehe. abaiin aja kata-kataku yang terakhir tadi."

menarik ucapannya, seungmin pun hanya bisa menunduk dalam, berusaha keras fokus kepada soal yang diberikan changbin. sekarang merasa canggung karena telah berkata yang aneh-aneh.

di sisi lain changbin terkikik gemas melihat tingkah murid lesnya itu. ia menidurkan kepala di atas meja, memiringkan pandangan hingga matanya bertemu dengan milik seungmin. wajah laki-laki itu semerah kepiting jika changbin tidak salah lihat.

"kenapa harus diabaiin? aku juga nggak apa-apa yang penting tetep ketemu sama kamu."

ucapan changbin berhasil membuat otak seungmin berhenti bekerja. pipinya kembali memanas, mungkin lama-lama wajahnya akan meledak jika changbin tidak berhenti menatap dengan mata teduhnya yang menghangatkan itu. seungmin mendadak merasa gila.

"y-yaudah diem! aku mau ngerjain soal ini!"

dengan gugup, seungmin membalikkan diri untuk membelakangi changbin sambil membawa bukunya demi menghindar dari tatapan lembut si laki-laki seo yang mampu membuat dirinya melebur kapan saja.

changbin terkekeh lagi.

"kok aku dibelakangin?" tanyanya sedih.

"habisnya kak changbin ganggu mulu!"

seruan kecil seungmin yang ada membuat changbin semakin gemas untuk mendekat. menyingkirkan tas yang menghalangi langkahnya, changbin berdiri dan kembali menata duduknya tepat di sebelah seungmin.

menekuk lututnya hingga ke dada, memperhatikan tangan seungmin yang sibuk menulis meski tidak jelas apa yang tengah ia kerjakan.

"ih, kok malah kesini?!" protes seungmin, kepalanya otomatis menoleh ke kanan, tepat bersamaan dengan changbin menengok ke arahnya pula hingga hidung mereka nyaris bersentuhan.

seungmin terkesiap dengan jarak yang hampir tidak ada. ia refleks mendorong bahu changbin hingga laki-laki yang lebih tua tersungkur ke belakang, sebelum kemudian kembali membalik diri dan meletakkan buku ke atas meja.

"aduh, kok didorong?" keluh changbin yang berusaha keras duduk dengan benar, tapi justru semakin mendekatkan diri dengan si laki-laki kim.

"habis kak changbin deket-deket! kan kaget!" seru seungmin lagi, jantungnya hampir meledak ketika sekarang changbin mendadak mengistirahatkan dagu di pundak kirinya. "kak changbin ngapai—"

mungkin seungmin sudah akan mendorong changbin lagi—karena demi apapun, berdekatan dengannya sangat tidak sehat untuk jantung seungmin—ketika kemudian changbin mengeratkan diri kepadanya, melingkarkan lengan ke pinggang yang lebih muda tanpa membiarkannya bergerak lebih banyak.

"meluk kamu. dingin soalnya." ucap changbin tanpa beban, tidak menyadari bahwa seungmin berusaha keras meredam detak jantungnya agar tidak terdengar oleh telinga changbin.

"k-kak changbin habis hujan-hujanan ih aku nggak mau—"

"udah sih kerjain cepet, nggak usah protes. aku timer lagian ini, keburu waktunya habis."

apa daya, seungmin hanya bisa menurut. semoga saja changbin tidak menyadari bahwa fokusnya sudah hilang sejak detik pertama ia memeluknya.

entah soal itu akan selesai atau tidak, yang penting seungmin bertemu dengan changbin lagi di sabtu malam ini.

𝙨𝙖𝙩𝙪𝙧𝙙𝙖𝙮 𝙣𝙞𝙜𝙝𝙩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang