tenth week

1K 204 19
                                    

hari ini, changbin mendapat pesan dari sana bahwa keadaan seungmin jauh lebih membaik dan ia diperbolehkan untuk pulang.

changbin membalas dengan antusias, mengatakan bahwa ia akan datang dan ikut mengantar seungmin kembali ke rumah.

laki-laki itu berjalan masuk ke koridor rumah sakit dengan seikat bunga yang ia beli di toko sebelum sampai di sini. senyumnya tertahan dengan kegugupan, takut dengan respon yang akan seungmin beri setelah nyaris sebulan tidak bertemu.

entah apa yang terjadi dengan hyunjin. semangat juang changbin luntur begitu saja setelah mengetahui apa yang terjadi dengan seungmin. ia membiarkan hubungan dengan hyunjin yang sudah dibangun susah payah lenyap begitu saja, dan hyunjin pun tidak berniat untuk mempertahankannya.

mereka bagai dua orang yang tidak pernah saling mengenal satu sama lain. entah changbin harus bersedih atau bersyukur.

langkah changbin memelan saat hampir sampai di ruang rawat nomor 104. ia menarik napas dan menghembuskannya penuh kegusaran. dada bergemuruh bukan main.

tepat berada di depan pintu, changbin bisa merasakan tangannya berkeringat dingin. ia menyempatkan diri untuk mengintip ke dalam lewat kaca jendela, dan keputusan itu benar-benar membuatnya menyesal dalam satu kali pandang.

senyum changbin memudar seketika. ia mengedipkan mata dua kali untuk memperjelas, dan yang ada kakinya semakin lemas dibuatnya.

di ranjang itu terbaring seungmin yang nampak jauh lebih baik dari minggu sebelumnya, tersenyum, dan berbagi tawa dengan seseorang yang duduk di sebelah. mereka menatap satu sama lain dengan penuh ketenangan, seolah kiamat pun tidak akan mampu memisahkan.

changbin mundur selangkah, jantung berdetak kencang. bagaimana ia bisa masuk jika di dalam ada hwang hyunjin?

"oh, changbin?"

panggilan sana memecah konsentrasi changbin. ia menengok secara refleks, mendapati nyonya kim berjalan dengan menenteng kresek besar bertuliskan subway.

"s-sore, tante."

changbin membalas dengan kaku. ia bisa menyaksikan senyum sana jauh lebih lebar dan nyaman dibanding minggu-minggu sebelumnya. tentu saja wanita itu senang karena anaknya sudah membaik.

"kenapa nggak masuk?" tanya sana, kemudian menengok sendiri keadaan di kamar melalui jendela yang sama. "oh, itu hyunjin, temen deketnya seungmin."

kalimat sana selanjutnya seolah menjawab ekspresi bingung changbin yang ia tangkap. laki-laki itu tersenyum canggung, tidak tahu bahwa sana belum selesai bicara.

"hyunjin selalu bilang ke tante dia suka sama seungmin, tapi seungmin-nya selalu bilang nggak setiap ditembak sama dia." kekeh sana kemudian, entah sadar atau tidak jika harapan changbin tengah dirusak dengan brutal, menjadi kepingan dan puing-puing tidak berbentuk.

"o-oh, gitu ya, tante. hehe."

changbin ikut-ikut terkekeh palsu. ia meremas pelan buket bunga di tangannya, memundurkan badan kemudian untuk menjauh.

"y-ya udah tante, saya pamit dulu. titip salam aja buat seungmin, saya ada urusan mendadak soalnya."

memang dasarnya changbin pengecut. ia seharusnya minta maaf, tapi keadaan menjadi terlalu menakutkan baginya.

dalam perjalanan pulang, changbin tergelak sendiri. ia menyukai hyunjin, sementara hyunjin sendiri menyukai seungmin dan seungmin menyukai dirinya. sungguh kejadian yang tidak menguntungkan.

mungkin karma untuk dirinya tengah terjadi. dan changbin pikir balasannya cukup setimpal. ia tidak perlu menyalahkan siapa-siapa lagi sekarang. kehidupan seungmin jauh lebih baik jika saja changbin tidak pernah datang.

𝙨𝙖𝙩𝙪𝙧𝙙𝙖𝙮 𝙣𝙞𝙜𝙝𝙩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang