Beberapa hari berikutnya. Sore sudah datang, aku memutuskan untuk pergi ke taman. Duduk di sebuah kursi tempat Tari menunggu laki-laki itu.
"Kemana Tari? Kenapa dia belum tiba?" aku bertanya pada diriku sendiri.
"Permisi." Seseorang menyapaku.
Wajah ini, sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana?
"Apakah semua sudah pulang?" sambungnya. Aku tersadar dari lamunanku.
"Sepertinya sudah. Karena gedung sudah sepi."
"Ah, Tari kau kemana?" dia mendecak kesal.
Ah aku ingat sekarang, laki-laki ini yang selalu pulang bersama Tari. Aku melihat nama yang tertera di bajunya.
"Tian." Batinku.
"Kau sedang mencari seseorang?" tanyaku.
"Ah iya. Bolehkah aku duduk disini? Mungkin urusannya belum selesai."
"Iya, silahkan."
"Kau bersekolah disini?" tanyanya.
"Ya. Lalu bagaimana denganmu?"
"Aku adalah siswa di sebuah sekolah yang letaknya di kota seberang. Sepertinya aku akan pindah kesini."
"Oh ya? Aku harap kita bisa menjadi teman."
"Ah aku harap juga begitu. Siapa namamu?"
"Ari."
"Aku Tian. Ari.. Kau sedang menunggu seseorang?"
"Ya, aku sedang menunggu seseorang."
"Ah itu dia orang yang ku tunggu. Terima kasih, Ari, senang bertemu denganmu."
Aku mengarahkan pandanganku ke arah yang ditunjuk oleh Tian. Aku melihat Tari, berjalan riang dengan senyuman khasnya.
"Tian, apa kau sudah menunggu lama?"
"Tidak terlalu. Kenapa kau baru keluar?"
"Ah aku harus menyelesaikan beberapa urusanku."
"Urusan apa? Kau tidak dihukum lagi kan?"
"Tidak aku menjadi anak yang baik."
"Kerja bagus gadis manis. Ah iya, Ari, kami pamit." kata Tian berpamitan kepadaku.
"Hati-hati." Jawabku.
"Mereka berdua, sangat serasi. Apakah mungkin ada sesuatu?" tanyaku dalam hati.
"Bahkan mereka tidak menyadari kehadiranku."
"Tari, apa mungkin dia kekasihmu?"
"Ah sepertinya aku melabuhkan hati pada orang yang salah."
"Ah kenapa sakit ini datang lagi?"
"Kenapa aku melabuhkan hati kepada orang yang salah lagi?"
"Sudah cukup. Aku tidak ingin mengenalnya lagi."
Aku bangkit dari bangku ini. Berjalan pulang, sendiri.
"Dingin sekali sore ini."
"Kenapa sepi sekali?"
"Ah rasa sakit ini tak dapat ku pungkiri lagi."
"Apa lagi yang akan terkisah pada esok hari?"
"Aku pernah melabuhkan hati kepada orang yang salah, dan itu menyakitkan."
~Tarisa Salsabilah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany
Fantasy"Ya, aku mengalami epiphany, dimana aku menyadari sesuatu teramat penting bagiku, sayangnya aku terlambat."