Unfinished Story

264 26 7
                                    

Hujan kali ini kembali mengguyur kota pekan baru, Sosok seorang pria bertubuh tegak duduk di pinggiran emperan toko yang tengah tertutup badannya sedikit basah karena percikan air hujan.

Menatap rinai hujan yang jatuh ke bumi, kehilangan sahabat tercinta setahun lalu masih terasa menyakitkan di benaknya. Bagaimana tidak? Seseorang yang tingal bersamanya lebih dari 3 tahun terakhir sosok yang mengajarkannya banyak hal.

Seorang gadis kecil sedang berlindung di bawah daun pisang memanggil namanya.

"Bang Sandi!"Pekik gadis kecil itu.

Sandi membalikkan badannya menatap gadis kecil itu.

"Iya Clara ada apa?" Suara Sandi sedikit ia besarkan agar tak terendam oleh suara hujan.

"Umi nyariin Bang Sandi!" Pekik Clara.

"Iya Bang Sandi sebentar lagi pulang hujannya masih deras."Sandi sedikit memeluk tubuhnya karena udara dingin yang seakan menusuk tubuhnya.

Clara pun menganggukkan kepalanya lalu berlalu Pergi.

Hujan mulai mereda, Sandi mengangkat kantong asoy yang berisi seikat daun singkong.

Sandi berlari menuju rumahnya, langit mulai mengelap memberi tanda bahwa hari akan berganti malam.

Setelah sekitar 10 menit berlari menembus gerimis. Akhirnya Sandi telah sampai dirumahnya.

"Assalamualaikum umi,"teriak Sandi sembari mengetuk pintu.

"Waalaikumussalam," jawab umi lalu membuka pintu.

Sandi menyalimi tangan umi dan memberikan kantong asoy tersebut ke arah umi.

Umi meneliti keadaan anak sulungnya sebentar "Manga ndak nanti hujan taduah dulu?"

"Lama,"Sandi tersenyum jail kearah umi, lalu bergegas memasuki kamarnya.

Sandi menatap sekitaran kamarnya, dulu kamar ini di tempati ia dan Pian sahabat tergilanya.

Pian sosok yang banyak memberi pelajaran kepada Sandi, sosok yang selalu mementingkan orang lain ketimbang dirinya, sosok yang menutupi lukanya dengan topeng bahagia tanpa derita.

Pian mungkin berhasil membuat orang lain percaya bahwa ia baik baik saja, namun. Sandi lebih tau semuanya, bagaimana tidak? mereka tinggal di satu rumah yang sama, kamar yang sama.

Setelah setahun kepergian Pian rumah itu terasa membosankan, tak ada lagi suara Pian yang membaca hapalan Al-qur'an nya, bagaimana ia tidak bisa membaca Al-qur'an, kan dia anak murid imam hanafi.

Sandi tersenyum menatap langit-langit kamarnya, "Yan yang tenang disana, ane selalu mendoakan agar ente berada disisi Allah."

Kemudian, Sandi memejamkan matanya mencari ketenangan lalu meregangkan otot agar tidak capek.

~0~

Pagi pagi sekali Sandi sudah datang ke pasar untuk membuka toko uda Jhon, setelah lulus Sekolah Sandi lebih memilih untuk berkerja membantu umi.

Bukan karena ia tak ingin kuliah, ia  ingin tetapi uang kuliah jaman sekarang tidak dikit, kasian umi kalo harus banting tulang lagi untuk membiayainya kuliah.

Setelah selesai membuka toko tersebut Sandi mulai menyapu dan membersihkan sampah sampah di toko.

Di toko uda jhon ini menjual bermacam macam pakaian, tokonya tidak terlalu besar hanya 1 ruko yg ia tempati.

Setelah selesai melakukan pembersihan di toko Sandi duduk di kasir menunggu pelanggan berbelanja, pasar akan ramai mulai pukul 8 pagi.

Saat sedang asyik melamun seorang gadis mengagetkan Sandi. "Bang Sarap!" Pekik gadis itu.

Cerpen MBPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang