LELANG-3

32 3 0
                                    

Sinar yang terasa hangat menyentuh kulitku, mungkin pagi akan segera berganti siang. Lalu aku menengok jam di tangan ku.

10.30 a.m

Sedari tadi aku hanya menyusuri jalan raya kota Jakarta dengan hati yang panas.

Air mataku sudah tidak menetes lagi. Namun, hatiku sakit.

Harga diriku seperti dijatuhkan oleh seorang yang bisa dibilang belum aku kenal. Hanya sebatas tau nama.

Elang.

Sesalah itukah aku padanya?

Tin tin

Suara klakson motor membuyarkan lamunanku.

"Kok lo disini?" Suara seseorang dari samping membuat ku berhenti dan menoleh.

Baron? Dia membolos?

Dia menaiki ninja hitamnya, masih menggunakan seragam, sama sepertiku. Bedanya seragamnya sedikit berantakan. Bajunya keluar dan kancing paling atas dibiarkan terbuka.

Walaupun begitu dia tetap terlihat keren.

"Eh em iya kak."

Baron terlihat mengernyitkan dahinya.

"Ngapain?"

Aku hanya tersenyum, bingung akan mengatakan apa padanya.

"Mau gue anter?"

Aku terdiam memikirkan tawaran Baron.

"Udah ayo naik aja. Jam segini rawan satpol pp keliling."

Aku mengangguk pelan. Ngeri juga kalau kena razia satpol pp. Bisa dikira cewe nggak bener jam sekolah malah keluyuran di luar apalagi masih pakai seragam identitas sekolah.

Segera aku menaiki ninja hitamnya yang kemudian melaju.

Rasa sakit hatiku lenyap begitu saja tergantikan oleh rasa senang. Hatiku melompat lompat kegirangan disponsori oleh pohon pohon yang menari.

Jadi begini rasanya berboncengan dengan Baron Alvarenza. Senior yang diincar banyak kaum wanita.

"Mau gue anter kemana?" Ucap Baron setengah berteriak agar terdengar olehku.

"Ke sekolah aja." Jawabku tidak kalah keras.

"Ngapain ke sekolah?"

"Mobil gue diparkir deket sekolah kak."

"Oh ok."

Tak berapa lama setelah itu Baron memperlambat kecepatan motornya dan berhenti di tepi jalan.

Aku hanya mengernyit tidak paham. Karena ini belum sampai di sekolah.

"Bentar." Ucapnya sambil merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.

Aku hanya mengangguk.

"Halo."
.......
"Oke gue kesana sekarang."

Setelah itu Baron memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya.

"Lo ikut gue dulu ya bentar."

"Kemana kak?"

Krik

Pertanyaanku tidak digubris olehnya.

"Pegangan. Gue mau ngebut."

Dengan ragu ragu aku melingkarkan tanganku pada pinggang Baron.

Aroma tubuh Baron tercium di indra penciumanku. Bau vanila yang khas membuatku reflek menyandarkan kepala ku di punggung nya.

Coba saja setiap hari aku bisa seperti ini dengannya. Bisa senam jantung terus wkwkw.

LELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang