Malam ini hujan turun, disertai dengan sambaran kilat dan petir yang menggetarkan jendela.
Sesekali aku mengintip dari balik tirai jendela kamarku yang ada di lantai dua.
Memantau dua cowok yang kini berada di teras rumahku.
Sesuai dengan kesepakatan, selama dua minggu ini setiap malam akan ada perwakilan dua orang yang berjaga di depan rumahku. Dan yang bertugas malam ini adalah Elang dan Belva.
Sedari tadi aku hanya berdiam di dekat jendela kamar menyesap secangkir kopi susu sambil menonton film action dan sesekali memandang ke arah luar.
Tanganku tergerak untuk mengusap bibirku dan bergidik ketika mengingat detik detik bibir Elang menyentuh bibirku.
Mengingat sikap dinginnya, yang sekali bertingkah membuatku jengkel dan kesal. Sikap seenaknya sendiri tanpa mau memikirkan perasaan orang lain. Sepertinya memang ciri khasnya.
Aku sangat tidak rela ciuman pertamaku diambil oleh orang seperti dia. Namun bagaimana lagi, aku tidak bisa memutar waktu.
Jika saja waktu di uks aku tidak bertemu dengannya rentetan masalah yang kini menimpaku tidak akan terjadi. Dan aku dapat menjalani hidup tentram aman dan damai seperti biasa.
Ya, walaupun dengan adanya masalah ini aku lebih bisa dekat dengan Baron.
Dyarrr!
Suara sambaran petir yang begitu keras disusul dengan padamnya lampu membuatku terperanjat kaget sekaligus takut.
Aku menatap sekeliling. Gelap.
Pikiran aneh aneh kini menyelimuti otakku. Bukannya apa apa, rumah yang aku tinggali ini termasuk bangunan tua yang sudah direnovasi oleh keluargaku.
Prankk!
Suara benda pecah yang bersumber dari lantai satu terdengar nyaring sampai kamarku.
Aku menelan ludah, tetes demi tetes keringatku mulai keluar.
Apa itu?
Maling?
Ah jika maling, kedua cowok yang berjaga di depan itu benar benar tidak becus. Awas saja.
Atau jangan jangan malah hantu?
Hantu kunti? Hantu tuyul?
Akhirnya aku memberanikan diri berjalan keluar kamar sambil menyalakan flash ponselku.
Sebelum benar benar sampai ke asal suara aku terlebih dahulu mengambil senjata seadanya di dapur untuk berjaga jaga. Dan yang kudapat adalah benda pipih bulat. Teflon.
Aku melangkah perlahan lahan dan mengendap sampai akhirnya melihat pecahan guci di ruang tamu.
Ku arahkan flash ponselku ke sekitar. Tentu saja masih dengan perasaan takut.