Hari ini Shanon sengaja datang setengah jam lebih cepat dari biasanya demi melancarkan aksi terbarunya. Semua ini berkat kejadian kemarin. Ia masih tak percaya sesuatu di luar rencana mampu memberi dampak besar yang mengantarnya pada sebuah keberuntungan.
Jared, seperti yang ia duga, tidak membalas pesan singkatnya. Dia mungkin dilema atau juga bertanya-tanya tentang perilaku agresif Shanon.
Ia berdecak kegirangan sembari mengaduk kopi panas di tangannya. Shanon berharap keberuntungan lain masih berpihak padanya.Kantor masih begitu sepi mengingat sekarang masih pukul 7 pagi. Jared akan segera tiba, maka dari itu Shanon mempersiapkan segalanya agar terlihat lebih natural. Rencana berikutnya akan dilakukan berdasarkan respon Jared hari ini.
Shanon melirik jam tangannya. Sudah pukul 7.10 tapi sang direktur tak kunjung terlihat. Shanon menggerutu kesal. Bagaimana jika kopinya kembali dingin? Haruskah ia menyeduh kopi baru?
Karena sibuk dengan pikirannya sendiri, ia hampir melewatkan momen Jared memasuki lobby. Jantungnya berdebar walau mulutnya bergumam pelan, "Maaf aku tidak membuka pintu untukmu hari ini, Sayang."
Shanon mengernyit. Dimana Jimmy? Kenapa dia tidak membukakan pintu untuk Jared?
Langkah panjang sang direktur membuat Shanon sedikit kalap. Susah payah Shanon menelan air liurnya saat berusaha melangkah dengan heels rusaknya. Tangannya terus mengaduk kopi tanpa memperhatikan sekelilingnya. Shanon tahu momen yang tepat untuk melakukan ini. Ia yakin mampu melakukannya.
"Selamat pagi, Mr. Jared." Sapanya ramah dengan senyum lebar.
Sayangnya walau suasana masih sepi, Jared masih tak berminat memulai percakapan, membalas sapaan atau meliriknya sedikitpun. Shanon sedikit dongkol, maka dengan bibir mengetat ia menggoyangkan tumit sepatunya lalu menjatuhkan diri. Suara gelas pecah beserta keluhan rasa sakitnya mengisi keheningan lobby.
"Aw!" Shit! Ini benar benar sakit. Shanon mengusap tangannya yang terkena seduhan kopi hangatnya. Sesuai dugaannya, Jared langsung berlutut di sampingnya dengan ekspresi khawatir.
"Kau yakinbisa melakukan sesuatu dengan benar?!" Bentak Jared sambil memegang tangan Shanon yang mulai memerah.
"Aw sakit." Keluhnya masih berwajah meringis.
Jared mengeratkan gigi dan sorot matanya marah. Shanon menginginkan perhatian tapi yang didapatkannya malah tatapan tajam penuh kemarahan. Ini membuatnya ikut kesal.
"Kau harus berhenti bekerja diperusahaanku." Gertak Jared lagi.
Shanon menunduk. Kopi itu memang memberinya rasa sakit. Ia ingin lemah dan mengaku kesakitan tapi ada misi yang harus dijalankannya. Otak Shanon langsung bekerja menyentuh pergelangan kakinya dengan mata meringis menatap sepatu rusaknya.
"Maafkan saya, Mr. Jared."
Jared menatap ke arah yang sama yaitu pada kaki dan sepatunya. "Kau masih memakai sepatu usang seperti ini?"
"Saya tidak punya banyak koleksi, Mr. Jared. Saya tidak sanggup menghabiskan uang untuk hal semacam itu."
Mendengar itu membuat sang direktur menatapnya cukup lama. Ekspresi dinginnya menggetarkan hati Shanon. Apakah dirinya ketahuan? Jika ditelusuri lebih dalam, kejadian semacam ini tidak mungkin terjadi dengan begitu mudahnya. Gosh! Ia akan gila jika tertangkap basah.
Shanon sangat gelisah ditatap begitu tajam oleh pria incarannya. Beruntung saat ia berniat mengeluh lagi, Jared langsung menggendongnya. Perilaku di luar dugaan itu membuat harapan kembali membumbung di hati Shanon.
One step closer.
Jared membawanya menuju ruang istirahat karyawan. Tidak banyak staff yang datang ke ruangan ini kecuali saat kondisi mereka sedang tidak sehat. Tanpa sepengetahuan Jared, Shanon tersenyum kecil merasa menang.