Jared dan Shanon duduk di salah satu Cafe Shanon tuju sebelumnya. Mengikuti langkah pria tampan seperti Jared memang bukan perkara mudah. Seandainya Shanon bergelar kekasih Jared maka pria ini pasti lebih memperhatikannya bukan malah mengabaikannya. Sialnya Shanon masih bukan siapa-siapa selain pekerja di perusahaan Jared.
Tepat di meja mereka dihidangkan dua gelas lavender latte juga cream puffs dan earl grey banana bread. Semuanya tampak menggiurkan. Shanon hanya berharap bukan dirinya yang membayar semua pesanan ini dan jikapun terpaksa bayar, ia hanya sanggup membayar bagiannya.
"Selamat menikmati," ujar Shanon ceria sebelum bergerak cepat mengambil dan meneguk minumannya. Jared meringis. "Kenapa? Ada yang salah?" tanyanya beraut polos.
"Begitu caramu minum di depan atasanmu?"
"Um? Kurasa tidak ada yang salah," balasnya santai.
Jared berdecak. "Kau harusnya paham table manner. Persilahkan atasanmu menyantap lebih dulu sebelum ikut menikmati."
Shanon mendesah malas sembari memutar bola matanya. "Kurasa momen ini tidak formal jadi apa salahnya? Menurutku ini lebih ke momen pribadi kita jadi tak perlu kaku, bukan?"
"Maksudmu momen pribadi?"
Shanon menoleh kanan dan kirinya. "Untuk sementara waktu kau bukan atasanku, selain itu kita tidak sedang rapat. Tidak ada karyawan perusahaan di sini, yang artinya ini pertemuan pribadi antara kau dan aku sebagai manusia biasa."
Jared menyeruput minumannya sebelum menjawab, "Pikiran dan perilakumu memang perlu dilatih lagi." Shanon memutar matanya sekali lagi sebab ia rasa argumennya tadi sudah cukup masuk akal. "Selain itu, caramu meneguk minuman membuat orang lain tidak bernafsu menyantap apapun."
Shanon mencibir dengan mata menyolot kesal. Walau Jared menyinggungnya, tetap saja perasaannya bahagia. Ia tak menduga bisa duduk berdua bersama Jared dalam keadaan santai.. Hanya melihat Jared duduk rileks di depannya saja sudah menyejukkan hatinya. Betapa ia merindukan momen seperti ini.
"Bagaimana situasi kantor?" Mulai Shanon lagi bermaksud mendengar suara manly dari pujaan hatinya. Sayang sekali tanggapan pria ini tak selalu selaras dengan harapannya.
"Aku tidak berminat menjawab pertanyaanmu sama sekali." Jared melipat tangannya di atas meja. Senyum jahil terbit di bibirnya. "Bukankah kau yang mengatakan ini momen pribadi antara dua manusia biasa? Jika begitu anggap saja aku tidak bekerja di perusahaan yang sama denganmu." Jared menyentuh bibirnya berpura-pura sadar akan sesuatu. "Oh ya, sejak tadi kau juga tidak menganggapku atasanmu."
Dongkol akan serangan balik Jared, Shanon mengambil banana breadnya lalu menyantapnya tanpa aturan. Mata Shanon mengirimkan sengatan tajam pada pria bermulut pedas itu. Dammit! Jared selalu membalikkan kalimatnya sebagai balasan. Serangan baliknya membuat Shanon mati kutu. Sekarang perbincangan apa yang patut dibicarakan? Lamaran, huh? Mustahil berbincang tentang rumah tangga Jared. Mustahil juga membicarakan kelanjutan rencananya. Lalu apa?
Tanpa Shanon sadari tangannya sudah mencomot-comot kasar banana bread di tangannya dan entah kenapa Jared juga fokus ke tangannya. Perlahan Shanon melihat kemana pandangan Jared mengarah kemudian tersentak di kursinya sendiri. Shanon melihat meja yang kotor dengan mata membulat lalu tersenyum malu-malu menatap Jared.
"Maaf, aku punya kebiasaan buruk saat sedang berpikir," katanya sambil membersihkan meja menggunakan tangannya.
Jared menghembuskan napas panjang. Dia menyodorkan kotak tisu. "Gunakan ini."
Shanon menatap kotak tisu itu sambil merutuki dirinya. "Ah...ya." Ia mengambil tisu itu dan menyingkirkan sisa-sisa roti yang berserakan.
Ketelodoran sedang menghantuinya hari ini. Akibat tergesa-gesa membersihkan meja, tanpa sengaja ia menyenggol minumannya hingga tumpah mengenai tangannya.
"Sial!" Umpatnya bergerak mundur.