4. Menahan Emosi

423 64 3
                                    

Sejujurnya aku bingung akan sikap John saat ini. Setiap minggu John datang tiga kali ke kafeku. Tentu saja ia membawa wanita setiap kali datang. Namun yang aku bingungkan, mengapa ia datang sesering itu. Seolah di luar sana tak ada lagi toko cake dan coffee yang bisa digunakan sebagai tempat berkencan. Lagipula jarak kantornya dengan kafeku itu sebenarnya tak bisa dibilang dekat. Butuh waktu tempuh satu jam untuk sampai ke sini dari kantornya.

Aku rasanya muak melihat adegan suap-suapan itu. Apalagi John sudah tiga kali berganti wanita ketika berkunjung ke kafeku. Rasanya benar-benar muak melihatnya bermesraan dengan berbagai wanita. Apa wanita itu tak punya tangan? Ataukah wanita itu punya keterbelakangan mental? Jadi dia tidak bisa makan sendiri dengan rapi, sehingga harus dibantu oleh John.

John juga seolah telah berganti profesi. Dari seorang pengusaha, sekarang menjadi babysitter. Ia tak henti-hentinya menyuapi dan mengelus kepala wanita itu. Bahkan mengelap bekas cokelat yang belepotan di bibir wanita itu. 

"Tahan, Len... tahan. Jangan emosi. Kalo lo ngamuk, John justru seneng. Dia pikir lo masi suka sama dia," batinku.

Aku menarik dan menghela nafas beberapa kali. Berusaha mengeluarkan emosi yang membara lewat helaan nafas. Aku benar-benar tidak ingin menunjukan amarahku pada mantan kekasihku itu.

CONTINUED

CONTINUED

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Think... ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang