"Hei... kamu kenapa? Jangan nangis." John mendekat ke arah Lena dan menangkupkan tangannya di wajah gadis itu. Ia mengapus air mata dengan jemari tangannya, lalu menatap mata Lena dengan lekat. "Jangan nangis... aku juga ikutan sakit ngeliat kamu kayak gini."
"Maafin aku. Aku bener-bener egois. Aku gak pernah tanyain keadaan kamu waktu itu. Aku cuma bisa nuntut perhatian. Aku nuntut kamu jadi pacar yang baik, padahal aku juga gak perhatiin kamu. Aku pacar kamu saat itu, tapi aku gak tau kalau kamu lagi sakit." Air mata kembali mengalir deras dan membasahi pipi Lena. Gadis itu benar-benar merasa bersalah.
John kembali menghapus air mata itu dengan lembut. "Kamu gak salah. Aku yang gak cerita ke kamu. Aku yang gak jujur dengan kondisi aku. Wajar kalo kamu salah paham. Aku juga minta maaf gak cerita ke kamu. Aku minta maaf gak bisa temenin kamu waktu itu. Aku minta maaf udah bikin kamu nangis kayak gini. Maafin aku."
Lena menggelengkan kepalanya. "Enggak... aku yang harusnya minta maaf ke kamu. Aku yang salah."
"Aku yang salah, Len," sanggah John dengan nada lembut.
"Aku yang salah. Bukan kamu..."
"Gitu aja terus. Gak ada ujungnya. Hahaha. Ya udah, biar adil kita berdua sama-sama salah."
Lena tersenyum dan tertawa pelan. "Gitu dong senyum. Nangis mulu jadi jelek tau hahaha."
"Ya udah. Kamu happy ya sama pacar kamu sekarang. Aku cuma mau lurusin kesalah pahaman kemarin. Semoga kamu selalu bahagia sama dia," ucap Lena tulus.
"Ehm... sebenernya itu bukan pacar aku. Semua cewek-cewek yang aku bawa ke kafe kamu itu, bukan pacar aku."
Lena tampak terkejut dengan apa yang baru John katakan. Baginya itu terasa tak masuk akal. "Hah? Bukan pacar kamu? Tapi kamu mesra-mesraan sama mereka. Kalo bukan pacar, terus apa?"
"Mereka cewek yang aku bayar buat pura-pura jadi pacar aku. Aku lakuin itu supaya bikin kamu cemburu," jawab John sambil cengengesan.
"Hah?" Mata Lena terbelalak saking terkejutnya. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"iya. Gue kekanak-kanakan ya? Abis pas kita putus, aku mulai ngerasa kehilangan kamu banget. Aku pengen ngajak kamu balikan, tapi gak pede. Aku juga gak tau kamu masih sayang sama aku atau gak. Jadi aku coba tes deh. Kalo aku bawa cewek, kamu bakalan cemburu atau gak." John nyengir sambil garuk-garuk kepalanya.
Lena menghela nafas kesal dan memukul pelan lenganJohn. "Kamu ada-ada aja deh! Kalo mau ajak balikan tuh ngomong, bukannya malah kayak gitu. Aku sampe harus bawa pacar bohongan juga buat gak gengsi di depan kamu, eh malah dilabrak pacarnya."
"Oh jadi tuh cowok cuma pacar bohongan? Hahaha," ucap John sambil tertawa keras hingga memegang perutnya.
Lena akhirnya memukulnya dengan keras dan menatap kesal John. Pria itu langsung berhenti tertawa ketika menyadari jika Lena betul-betul kesal. "Yah ngambek. Maafin aku ya. Lagian kita emang kocak dan kekanak-kanakan sih. Tinggal ngomong suka doang aja susah banget hahaha," ucap John sambil merangkul Lena.
"Au ah."
"Yah masih ngambek. Yakin gak mau balikan? Nanti aku beliin permen deh," canda John.
"Cih. Emang aku bocah apa," ucap Len adengan mulut manyun.
"Balikan dong. Ya... ya... ya..." rengek John bak bocah umur lima tahun.
"Kamu gak ada cara yang lebih romantis gitu buat ngajak balikan?" ucap Lena sambil menghela nafas.
"Tuh kan... kamu juga pengen balikan. Cie... cie..." ledek John.
Lena akhirnya tersenyum geli melihat tingkah John. "Dasar..."
"Sini... sini... pacar aku lagi kedinginan. Biar aku peluk," ucap John sambil menarik Lena ke dalam pelukannya.
Lena membalas pelukan John dan tersenyum bahagia. "Nanti kalo ada apa-apa, kita harus saling komunikasi ya. Jangan ada yang dipendem dan gak boleh bikin asumsi."
"Iya sayangku. Ah kangen kamu," ucap John sambil merangkul Lena dengan lebih erat.
- THE END -
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think... ✔
Short StoryLena Clarina memutuskan membuka toko cake & coffee selepas kandasnya hubungannya dengan John Benhard. Berharap manisnya cake dan harumnya coffee dapat membantu menyembuhkan luka hatinya yang masih membekas. Lena mengakhiri hubungannya yang terasa h...